PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandar Lampung berkolaborasi dengan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Lampung menggelar “Sosialisasi Peningkatan Partisipasi Masyarakat Segmentasi Warganet (Netizen) pada Pilkada Tahun 2024”. Kegiatan yang diselenggarakan di D’Jaya House, Selasa, 12 November 2024, diikuti oleh sekitar 50 peserta dari jurnalis, pegiat media sosial, dan mahasiswa di Lampung.
Kegiatan sosialialisasi menghadirkan dua narasumber, yaitu Ketua FJPI Lampung Vina Oktavia yang menyampaikan tentang “Memilah Informasi di Ruang Digital”, dan Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Bandar Lampung Hasanuddin Alam menyampaikan tentang “Pemilih Cerdas Tolak Politik Uang”.
Ketua KPU Bandar Lampung Dedy Triady, mengatakan kehadiran awak media dan pegiat media sosial pada acara ini bukan dalam rangka meliput atau membuat konten, tetapi terlibat aktif dalam diskusi tentang mencegah hoaks dan menolak politik uang.
“Kita benar-benar ingin forum ini mejadi forum yang mencerdaskan, memberikan edukasi kepada pemilih karena ini pemilihan tinggal menghitung hari, sekitar 15 hari lagi,” kata Dedy.
Dia ingin selama periode kepemimpinnya, semua kegiatan tercatat dan terekam melalui pemberitaan sehingga menjadi jejak digital sebagai kerja-kerja KPU Bandar Lampung.
Dalam kesempatan itu, Dedy juga menjelaskan tentang tahapan penyelenggaraan Pemilihan Walikota Bandar Lampung yang sedang dilaksanakan oleh KPU, yaitu persiapan debat ke-2 Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang diagendakan pada 15 November mendatang. Debat dilaksanakan siang, pukul 14.00 selama 150 menit dan disiarkan di media nasional.
“Debat ke-2 ini menjadi debat pamungkas karena KPU hanya melaksanakan dua kali debat,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Dedi, KPU juga sedang melakukan sortir dan pelipatan surat suara. Pada tanggal 16 November, semua proses akan selesai dan dilakukan packing logistik/surat suara.
“Lalu, pada tanggal 18 November, kami akan melakukan simulasi pemungutan suara di Lapas Rajabasa, mulai pukul tujuh pagi sampai selesai, dengan melibatkan petugas TPS khusus. Kenapa kami tidak menyelenggarakan di lokasi reguler? karena kesulitan menghadirkan pemilih, sementara kami harus melakukan simulasi pemilihan hingga penghitungan suara,” jelasnya.
Tips Identifikasi Informasi Hoaks
Ketua FJPI Lampung, Vina Oktavia memaparkan tentang jenis-jenis hoaks atau fake news yang marak beredar di dunia maya, apalagi di masa pemilu dan pilkada. Diantaranya, mis-informasi berupa berita palsu yang disebarkan seseorang karena tidak sengaja. Lalu dis-informasi, yaitu informasi keliru yang sengaja disebarkan untuk menyesatkan orang banyak, serta mal-informasi berupa informasi yang benar tetapi disebarkan untuk merugikan orang lain atau menimbulkan kebingungan.
“Masyarakat harus cerdas memilah informasi apakah ini benar atau hoaks? Bagaimana caranya? Kita bisa mengindentifikasi berita hoaks dengan mengecek sumber informasi, mengecek keaslian foto dan video bisa lewat reverse image search atau mengecek lokasi aslinya lewat google earth. Sekarang juga sudah ada tools seperti cekfakta.com dan turnbackhoaks.id,” kata Vina.

Dia juga menyinggung tentang fenomena homeless media, yaitu media yang mengandalkan media sosial dalam penyebaran informasi “mirip” berita, tetapi tidak memiliki situs web dan tidak memiliki legalitas sebagai media. Ciri-ciri homeless media mencitrakan diri sebagai media massa, tidak memunculkan individu di baliknya, bekerja secara informal dan tidak diikat dengan standar kerja jurnalistik maupun kode etik jurnalistik, informasi yang disebarkan cenderung bersifat lokal dan cepat/real-time.
“Biasanya homeless media ini meyebarkan informasi-informasi yang bersumber dari warga, tetapi tanpa melakukan verifikasi data, tidak bekerja sesuai standar kerja jurnalistik maupun etika jurnalistik. Nah, ini rentan digunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, tetapi homeless media ini juga sangat berisiko terkena UU ITE karena tidak berbadan hukum dan tidak dilindungi UU Pers,” urainya.
Oleh sebab itu, Vina mengajak semua warganet yang aktif di dunia digital untuk bersama-sama mencegah hoaks dengan menyaring informasi, selalu melakukan verifikasi dan mengecek kebenaran suatu informasi ke sumber-sumber terpercaya sebelum menyebarkannya.
Tolak Politik Uang
Sementara, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Bandar Lampung Hasanuddin Alam menegaskan kepada masyarakat untuk tidak bermain-main dengan politik uang, apalagi dalam pilkada. Menurut dia, penanganan kasus politik uang dalam pemilu dan pilkada memiliki perbedaan yang signifikan.
“Pada pemilu, hukum hanya menjerat pemberi uang, tetapi pada pilkada baik pemberi maupun penerima uang dikenakan sanksi pidana yang sama,” katanya.
Dia menyitir, Pasal 73 Undang-Undang Pemilihan Ayat (4) yang menjelaskan tentang larangan kepada calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain melakukan politik uang. Serta Pasal 187A ayat (1) Undang-Undang Pemilihan, bahwa setiap orang yang terlibat politik uang dapat dikenai sanksi pidana penjara dan denda uang.
Hasanuddin menjelaskan, dari pasal tersebut jelas subjek hukum pada pilkada mencakup pasangan calon, anggota partai politik, relawan dan tim kampanye.
“Jadi tim kampanye dan relawan yang terdaftar di KPU, itu dapat dijerat secara hukum, dan itu selalu kami awasi. Lalu bagaimana dengan relawan dan simpatisan yang tidak terdaftar? Jika terlibat politik uang, maka mereka masuk dalam frasa “setiap orang” atau sebagai pihak lainnya,” jelas Hasanuddin.
Menurutnya, ada tiga hal yang dilakukan Bawaslu terkait politik uang, yaitu melakukan pencegahan, pengawasan dan penindakan. Jauh sebelum penetapan pasangan calon, ujarnya, tim Bawaslu Bandar Lampung telah berkeliling ke 146 titik di Bandar Lampung untuk melakukan sosialisasi dan imbauan menolak politik uang.
“Sampai saat ini, di Bandar Lampung, satu pun belum ada pelanggaran yang teregistrasi, karena memang tidak ada laporan, masih 0 pelanggaran,” kata Hasanuddin.
“Ini fenomena baru, apakah benar-benar warga Bandar Lampung sudah paham tentang risiko politik uang, atau karena sebab lain?” imbuhnya memantik diskusi.
Hasanuddin menjelaskan bentuk-bentuk politik uang, yaitu membagikan uang tunai dalam jumlah berapapun kepada warga untuk mempengaruhi pemilih. “Walau uangnya sepuluh ribu, dua puluh ribu, dibagi-bagikan ke warga, itu politik uang. Lalu, bahan makanan mentah, seperti sembako, beras, minyak, gula, itu masuk politik uang. Kecuali, makanan matang untuk konsumsi, itu diperbolehkan,” ujarnya.
Sedangkan batas harga cendera mata kampanye maksimum sebesar Rp100 ribu, seperti pakaian, penutup kepala, payung, stiker, gantungan kunci, serta bentuk lainnya, bila dikonversi per jenis, tidak boleh lebih dari Rp100 ribu. “Ini semua juga sudah kami sosialisasikan kepada tim kampanye dan masyarakat,” pungkasnya. (RINDA/R-1)
Recent Comments