PORTALLNEWS.ID ( Bandar Lampung ) – AJI dan LBH Bandar Lampung menila Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP ) mengancam kebebasan pers, bahkan RKHUP tersebut juga merupakan langkah mundur dalam reformasi.
Ketua AJI Bandar Lampung Dian Wahyu Kusuma menjelaskan setidaknya ada 19 pasal yang tertuang dalam RUU KHUP dapat mengekang kebebasan pers dan mengancam kebebasan berpendapat.
Bahkan, Menurut Dian, RKUHP yang dipublikasikan 4 Juli 2022 merupakan langah mundur reformasi. Hal itu bisa dilihat dengan adanya pasal 218 yang memberikan ancaman pidana bagi orang yang dianggap dapat menyerang kehormatan atau harkat martabat Presiden atau wakil presiden.
Menururt Dian, pasal ini tidak sejalan dengan prinsip perlindungan kebebasan berekspresi terkait kritik terhadap pejabat public.
“ RKHUP merupakan ancaman baru bagi kebebasan pers, selain langkah mundur dalam reformasi, RKHUP tersebut juga tidak menghargai samasekali kerja-kerja jurnalis,” Kata Dian dalam Diskusi dan Kmpanye Revisi UU ITE dan Penghapusan pasal bermasalah RKHUP,Minggu(18/9/2022).
Belum lagi , Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. Menurut Dian , pasal ini sangat mengancam kebebasan pers. Sebab pers bekerja untuk mengawasi dan mengawal kepentingan public sehingga pada prakteknya jurnalis kerap mendapat tudingan pembohongan dari pihak-iphak yang diberitakan.
Padahal, jika ada permasalahan dalam pemberitaan sudah ada mekanismenya sesuai dengan UU No. 40 tahun 1999 Tentang Pers yakni hak jawab dan hak koreksi. Begitu juga dengan Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap. Pasal ini jelas mengekang kebebasan pers.
Sementara itu, Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengatakan UU ITE dan RKHUP dapat mengancam demokrasi dan berpotensi dapat mempidanakan seseorang yang kritis terhadap pemerintah.
“Semua orang terancam pidana UU ITE maupun RKHUP, yang masih dalam pembahasan. Misal, dalam kontek penanganan pandemi, nitizen mengomentari kebijakan terhadap pemerintah dapat dikenakan UU ITE, padahal mereka menyampaikan kritik,” Ujar Sumaindra.
Sumaindra juga menekankan perlunya menyamakan persepsi untuk menolak RKHUP dan merevisi UU ITE dan juga harus saling bahu-membahu dalam upaya mendorng kebijakan yang pro terhadap perlindungan berpendapat dan berekspresi.