PORTALLNEWS.ID – (Bandar Lampung) – Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Bandar Lampung membangun sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simfoni PPA).
Sistem ini akan digunakan untuk pencatatan, pendataan, dan pendokumentasian kasus kekerasan anak dan perempuan melalui sistem aplikasi yang terpadu dan komprehensif.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas PPA, Sri Aisyah saat menyampaikan laporan dalam kegiatan Pelatihan Sistem Pendataan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, dan Sistem Informasi Online Perempuan dan Anak, Rabu (15/9/2021), di Hotel Emersia.
Kegiatan diikuti oleh 30 peserta dari perwakilan lembaga layanan, dinas, dan instansi terkait di Bandar Lampung.
Kegiatan pelatihan dibuka oleh Walikota Bandar Lampung, Eva Dwiana. Dia menyampaikan pelatihan ini merupakan upaya membangun sinergi antar lembaga dalam penanganan dan pendampingan korban kekerasan pada perempuan maupun anak.
Serta upaya sinkronisasi data kasus pencatatan dan pelaporan yang baik dan akurat sehingga dapat memudahkan pengambilan kebijakan maupun tindakan.
“Bunda berharap kepada Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak terutama di masa pandemi ini dengan banyak sekali kaum laki-laki atau bapak-bapaknya yang tidak bekerja yang berdampak juga pada perempuan. Mudah-mudahan antara LAdA Damar dan pemerintah kota bisa berdampingan dengan keadaan di lapangan,” tutur Eva saat memberikan sambutan.
Eva mengharapkan, dengan adanya pendataan dan sistem online tersebut, masyarakat bersikap responsif bila mengalami ataupun melihat adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Melalui online ini laporan-laporan bisa gampang, karena selama ini kan kebanyakan para perempuan malu. Mudah-mudahan dengan adanya online ini perempuan-perempuan Bandar Lampung tidak tertutup kalau ada masalah-masalah, kalau untuk yang terbaik kenapa tidak kita bersama-sama diskusi,” tuturnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Anak (LAdA) Damar Lampung, Selly Fitriani mengatakan, selama ini masing-masing lembaga layanan memiliki data sendiri-sendiri sehingga data sering berbeda.
“NGO punya data masing-masing, institusi pemerintah maupun aparat penegak hukum itu punya data korban masing-masing juga, jadi tidak seragam,” kata Selly.
Kegiatan ini, ujarnya, membangun sistem pendokumentasian dan pencatatan data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di lintas sektor.
Outputnya nanti, akan dibuat operator-operator di setiap institusi, dan Kadis PPA akan membuat SK penunjukkan oprator di setiap instansi.
Tekait sistem pengaduan online korban kekerasan, Selly menyatakan, masih dicari formula layanan pengaduan yang tepat dan mudah diakses korban.
“Karena di masa pandemi kami pernah uji coba menerapkan layanan online, ibu-ibu korban kekerasan, apalagi kalangan ekonomi bawah, itu kesulitan karena tidak biasa menggunakan android, tidak biasa mengisi google form,” ujarnya. (MG-2)