Oleh: Sudjarwo, Pemerhati Masalah Sosial dan Pendidikan
PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) -Pagi itu dengan semangat empat lima mendatangi petinggi istitusi karena beberapa hari lalu mendapat surat elektronik atas nama beliau, untuk menghadiri kegiatan ilmiah di Ibu Kota. Untuk acara yang beginian jangankan dibayar, membayar saja sanggup karena itu memang sawah ladang sebagai ilmuwan, guna mengasah sekaligus mendapatkan informasi baru di dunia akademik. Namun ada sesuatu keanehan atau sesuatu yang tidak biasa dari undangan ini, dan semua itu akan dibuktikan saat konfirmasi dengan beliau.
Setelah menunggu beberapa waktu karena acara pejabat itu padat perlu dimaklumi, berjumpa beliau orang muda yang energik, dan santun terhadap seniornya. Setelah berbincang sejenak kemudian ditanyakan tentang adanya surat elektronik dimaksud, ternyata beliau terkejut karena itu tidak pernah beliau lakukan. Komentar beliau sambil meminta maaf, mengatakan untung sekaliber senior yang begini langsung konfirmasi, jika tidak, maka akan ada malapetaka yang memalukan pribadi maupun institusi.
Pada akhirnya beliau sebagai junior minta saran apa yang harus diperbuat untuk menghadapi hal serupa. Tentu sebagai orang yang cukup lama makan asam garamnya birokrasi akademik, dengan memberikan saran baik teknis maupun substantif, yang tentu tidak layak dikemukakan di media ini, apalagi jika itu bersifat sangat filosofis.
Setelah semua clear,.maka selesailah masalah tipu menipu itu. Saat turun dari lantai dua gedung kebanggaan para penghuni dan alumni, terbayang jika hal itu menimpa junior yang tidak paham akan selukbeluk penipuan berkedok ilmiah, tentu saja ceritanya akan sangat runyam. Pada saat melangkah menghampiri kendaraan tua andalan, terbayang bagaimana libido untuk menipu bisa begitu menggelora, hanya ingin melihat orang lain susah.
Teringat apa yang dikemukakan oleh seorang alim ulama masa kini yang mengatakan bahwa, ada manusia yang sangat senang jika melihat orang lain susah. Tingkat kesenangan itu akan memuncak, manakala orang lain itu semakin susah dibuatnya. Akhirnya pemikiran ini melebar untuk membaca fenomena dan menemukenali persoalan di tengah masyarakat. Jika media sosial yang ada dijadikan barometer, maka tampak sekali fenomena itu dan layak dibangun menjadi hipotesis selanjutnya dilakukan penelitian sebagai pembuktian.
Pertanyaan awal tentu bermula dari mengapa ada orang yang memiliki kesukaan menyusahkan orang lain. Tentu jawaban ini tidak sederhana dan sangat tidak mungkin pada halaman yang sempit ini untuk menguraikan secara mendalam dan ilmiah, yang bisa kita lakukan adalah membangun asumsi dan padanan peristiwa, agar rekonstruksi awal sebagai kerangka pikir akan terbentuk.
Ada tipe manusia yang membikin susah orang itu sebagai suatu kenikmatan tersendiri bagi dirinya, karena dirinya akan merasa sangat diperlukan agar kesulitan yang dialami tadi hilang. Merasa diri menjadi pahlawan atau hero bagi orang lain, akan memuaskan perasaannya akan nilai guna yang melekat pada dirinya. Terlepas orang lain merasa senang, tidak senang, susah, dan sebagainya, itu baginya tidak penting.
Tipe seperti ini juga disebut tipe topeng. Jika menjadi atasan dia akan senang jika bawahannya susah dibuatnya, jika menjadi tenaga pengajar dia senang kalau muridnya susah oleh dirinya. Model begini bisa saja kita temukan dari sekolah dasar sampai perguruaan tinggi.
Bisa dibayangkan jika ini melekat pada pemimpin yang senang melihat yang dipimpin susah, dan merasa senang jika kesusahan itu hanya dirinya yang bisa menghilangkan. Tentu saja jika ini ada pada lembaga birokrasi pemerintahan, bisa dibayangkan perilakunya seperti raja di raja yang merasa dirinya hebat. Menyusahkan orang lain baginya adalah kebahagiaan tersendiri, dan perlu dinikmati sampai mati.
Berbanding terbalik dengan mereka yang melayani dengan hati, sebab tipe yang begini tidak peduli apakah itu bekas saingannya, anak buah yang tidak suka dengan dirinya, tetap saja pelayanan diberikan maksimal dengan berserah pada Tuhan akan semua ketentuannya. Melayani tidak harus dengan menipu, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain, sebab konsep hakiki melayani adalah ibadah, dan ganjarannya hanya Tuhan yang Maha Tahu.
Ternyata ditipu oleh penipu jika kita runut kebelakang sebenarnya dimulai dari zaman nenek moyang manusia yaitu Adam, yang karena ulah tipu musllihat syaitan pada akhirnya harus diturunkan dari surga. Bukan Adam saja yang beranakpinak di muka bumi ini, tetapi juga penipunya-pun berkembang biak, sehingga hanya berlindung kepada Tuhan untuk mohon keselamatan dunia dan akhirat adalah laku yang paling bijak. (R-1)
Recent Comments