PORTALLNEWS.ID (Pesawaran) – Para siswa PKBM Pesona Pulau Tegal berdiri di depan panggung Perpisahan dan Pelepasan Siswa Paket A/setara SD, Paket B/setara SMP, dan Paket C/setara SMA, Senin (12/6/2023).
Usai menerima rapor dan kalung medali kelulusan, mereka berfoto bersama Ketua PKBM Pesona Pulau Tegal Uniroh dan para guru relawan.
Panggung kecil dari susunan papan yang mereka pijak menjadi pengungkit yang akan melambungkan asa mereka hingga ke langit.
Selama puluhan tahun mendiami Pulau Tegal secara turun temurun, hari ini, untuk pertamakalinya, masyarakat Pulau Tegal melihat sinar harapan di mata anak-anak mereka.
Istimewanya, kegiatan perpisahan siswa PKBM Pulau Tegal ikut disaksikan oleh Plt Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung Ratna Dewi, Perwakilan PT Bukit Asam (PTBA) Pelabuhan Tarahan dari Departemen Sustainability Aziz Purnomo, perwakilan Dinas Pendidikan Pesawaran, Babinsa Desa Gebang, Koramil Padang Cermin, kepala puskemas Desa Gebang, perwakilan aparat desa, komunitas Mengejar Mimpi dan para relawan lainnya.
Ketua PKBM Pesona Pulau Tegal, Uniroh mengatakan saat ini, dia tengah mengupayakan akses program beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi negeri atau pun perguruan tinggi swasta bagi tiga anak Pulau Tegal yang telah lulus SMA dan Paket C.
Ketiga anak tersebut yaitu Deni, lulusan SMA IT Rabbani Tanjung Enim melalui beasiswa dari PTBA, serta Suhadi dan Nirmala lulusan Paket C.
“Kami guru relawan akan mengupayakan untuk anak-anak pulau bisa lanjut kuliah. Mohon doa Bapak dan Ibu semua agar anak-anak kita ini bisa melanjutkan kuliah,” kata Uniroh.
Selain itu, lanjut Uniroh, tahun ini program beasiswa Sekolah Ring 1 PTBA kembali diterima oleh dua siswi PKBM Pesona Pulau Tegal, yaitu Suheti dan Rania. Keduanya mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke SMP terbaik di Tanjung Enim.
“Dua anak kecil ini, Rania dan Suheti sudah bisa memutuskan masa depannya, jadi tidak hanya literasi bacaan yang diajarkan guru di sini, tetapi juga literasi kejiwaan sehingga anak-anak bisa memilih yang terbaik untuk masa depan mereka,” ujarnya.
Anak-anak ini adalah Laskar Pulau Tegal yang bertekad mengubah nasib, mengejar cita-cita.
Mendobrak Stigma Terbelakang
Keberhasilan anak-anak Pulau Tegal menekuni pendidikan hingga kini, telah mendobrak stigma anak pulau terbelakang. Stigma yang melekat bertahun-tahun karena tidak adanya akses pendidikan. Sebelum PKBM Pesona Pulau Tegal hadir sekitar enam tahun lalu, anak-anak usia SD dan SMP di Pulau Tegal mengakhiri masa remaja menjadi seorang Ibu atau Ayah karena menikah di usia muda.
Kini, anak-anak pulau berani dengan lantang mengungkapkan cita-cita yang ingin diraih.
Deni yang dulu sehari-harinya membantu bapaknya melaut mencari ikan, kini memiliki keinginan untuk menjadi seorang guru olahraga.
“Saya mau kuliah di Pendidikan Jasmani karena mau jadi guru olahraga,” ujarnya. Salah satu yang membuatnya optimis menjadi guru olahraga adalah prestasinya di bidang olahraga pencak silat.
Begitu juga dengan Suhadi, remaja yang sangat piawai membuat kapal nelayan ini bercita-cita menjadi guru olahraga. Dia menegaskan akan menyelesaikan kuliahnya nanti hingga tuntas agar dapat mewujudkan cita-citanya.
“Saya sudah mulai mengumpulkan berkas ijazah, surat keterangan tidak mampu dari desa, dan sertifikat-sertifikat pelatihan yang pernah saya ikuti,” katanya.
Suhadi menyatakan, jika nanti diterima kuliah salah satu perguruan tinggi di Kota Bandar Lampung, dia akan fokus belajar dengan indekos di dekat kampus.
“Nanti seminggu sekali bisa pulang membantu Bapak membuat kapal,” tuturnya.
Melepas Anak Ke Luar Pulau
Pada acara perpisahan di pinggir pantai Pulau Tegal itu, Suheti menampilkan berbagai kemampuannya. Tubuhnya yang semampai meliuk lincah saat menari sigeh pengunten, mengundang decak kagum para orang tua dan tamu undangan. Suheti juga dengan lancar membaca hapalan Surah An-Naba di depan panggung.
Saat menyampaikan kesan dan pesan mewakili siswa Pulau Tegal, ketulusan dan harapan Suheti menggetarkan batin banyak orang.
“Doakan saya bisa menjadi orang sukses, pulang ke pulau membawa ilmu dan berkah. Saya harap teman-teman saya bisa ikut melanjutkan sekolah ke Tajung Enim bersama saya. Untuk Emak sama Bapak, terimakasih sudah mengizinkan Heti, mensupport Heti dan merawat Heti hingga sebesar ini. Heti tidak bisa berkata apa-apa lagi, Heti ucapkan terimakasih, mungkin itu saja yang saya sampaikan, wassalamualaikum warahmatullahi wabatakatuh,” ucap Heti dengan suara terbata dan serak menahan isak tangis.
Memilih untuk ke luar pulau, menyeberang hingga ke luar provinsi, Tanjung Enim Sumatera Selatan, bukan perkara mudah bagi Suheti yang masih berusia 14 tahun. Namun, siapa sangka keinginan kuat untuk sekolah justru lahir dari dalam diri Suheti sendiri. Bahkan, orang tua yang belum rela melepas anaknya pergi jauh menuntut ilmu, sempat menahan Suheti untuk cukup sekolah di dalam pulau.
Hal ini diungkapkan Siti Aminah, Ibunda Suheti. Siti Aminah tidak kuasa menahan tangis saat menceritakan tekad anaknya yang ingin melanjutkan sekolah ke Tanjung Enim.
“Itu kemauan dia sendiri, kalau kami orangtua masih belum rela melepas karena dia perempuan dan masih kecil. Heti ngomong ke saya Mak boleh nggak saya ke Tanjung Enim pengen seperti Aa Fahri sama Aa Deni, menggapai cita-cita menjadi guru,” ujar Siti Aminah menceritakan percakapannya dengan anaknya.
Menurut Siti Aminah, dia sempat berupaya keras menahan anaknya tetap di pulau, tetapi akhirnya Siti Aminah bersama suaminya Sunarya luluh dengan kesungguhan Suheti.
“Ya sudah, akhirnya saya mendukung saja supaya anak semangat menggapai cita-citanya,” kata Siti Aminah.
Berbeda dengan Siti Aminah, orang tua Rania, yaitu Saptani dan Sarmenah justru lebih ikhlas dan percaya melepas anak gadisnya untuk sekolah ke Tanjung Enim. Sebab anak sulung mereka, Herlangga sudah duluan melanjutkan sekolah di sana.
“Anak sulung kami, Angga sudah duluan sekolah di sana, jadi nanti Rania ada yang jaga di sana,” kata Saptani yang sehari-hari bekerja sebagai kebersihan pantai di lokasi wisata Pulau Tegal Mas.
Menurut Saptani, berdasarkan cerita Angga, di Tanjung Enim dia tinggal di asrama pondok pesantren binaan PTBA. Para santri mendapat jaminan makanan bergizi, pergaulan positif, pembinaan yang baik, serta ketersediaan buku-buku pelajaran yang lebih lengkap. Semuanya diberikan secara gratis oleh PTBA, termasuk semua biaya sekolah ditanggung oleh pihak PTBA.
“Anak-anak saya justru lebih baik di sana, lebih bahagia, makannya enak-enak, pergaulan bagus, dan punya banyak teman,” tutur Saptani.
Saptani sangat mendukung anak-anaknya berpendidikan tinggi. Dia tidak memberatkan perpisahan sementara dengan anak-anaknya.
“Pisah sementara nggak apa-apa lah, kami lepas kan, ikhlas, harapannya supaya pintar, sukses nyari ilmu di sana dan bisa meraih cita-cita mereka,” ujarnya.
Perjuangan Laskar Pulau Tegal masih panjang, tetapi doa dan harapan orangtua mereka menjadi jembatan yang akan mengantarkan mereka kepada kasuksesan. (RINDA MULYANI/R-1)