Oleh: Sudjarwo,.Guru Besar Universitas Malahayati
PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Minggu ini kita semua dipertontonkan “Sinetron ala India”, yaitu lembaga tukang tangkap harus ditangkap. Seolah kita berdiri pada posisi antara percaya dengan tidak percaya; tetapi data dan fakta seolah terang-benerang. Kita semua menjadi bingung seolah kita harus mengepel lantai menggunakan kain kotor; berarti kita meratakan kotoran di semua permukaan lantai; akhirnya ada dialog sinetron India yang bisa kita pakai…”Lalu kita harus bagaimana?”….
Teknik yang paling halus sampai dengan yang paling kasar, bisa dipakai untuk menangkap cuan. Seolah-olah asumsi itu menemukan kebenarannya dalam kasus drama yang sedang berlangsung saat ini. Bagaimana mungkin suatu peristiwa bisa terjadi “Pencuri menangkap pencuri, dan pencurinya balik menangkap sang pencuri”. Sepertinya logika nyleneh ini nikmat untuk dinikmati; karena mereka sama-sama mempertaruhkan marwah masing-masing.
Tentu saja kita harus berfikir jernih biarkan hukum dan waktu yang akan menentukan semuanya; walaupun kita tidak bisa sepenuhnya percaya akan hukum, sebab selama ini kita juga melihat sering ada drama di sana. Akan tetapi soal waktu, tentu ini akan berbicara lain; karena di sana ada tangan transendental yang di luar jangkauan manusia.
Nun jauh di sana salah satu media Jawa Timur melaporkan tepatnya di Kabupaten Malang sayembara tangkap maling digelar di Desa Karangsuko, Pagelaran. Hadiah jutaan rupiah ditawarkan bagi warga yang berhasil menangkap pelaku beserta barang buktinya. Perlombaan tangkap maling itu diumumkan oleh Pemerintah Desa Karangsuko dengan memasang sejumlah baliho di sejumlah lokasi di desa itu. Sayembara itu khusus diperuntukkan bagi warga Desa Karangsuko yang mampu menangkap pencuri yang kerap beraksi di wilayah desa itu.
Salah seorang kepala dusunnya menjelaskan bahwa pemerintah desa telah menyiapkan hadiah berupa uang yang akan diberikan kepada masyarakat yang berhasil menangkap pencuri bersama barang buktinya dalam 2 kategori. “Hadiahnya mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Ada kategorinya. Hadiah Rp 1 juta apabila pemenang menangkap maling di siang hari. Hadiahnya jadi Rp 2 juta apabila pemenang menangkapnya saat malam hari”. Sampai tulisan ini di buat belum ada informasi apakah sudah ada yang mendapatkan hadiah karena berhasil menangkap maling.
Pertanyaan lanjut, pembelajaran apa yang dapat kita petik dari dua peristiwa yang sedang berlangsung ini?. Paling tidak ada beberapa hal yang dapat kita simak: Pertama, untuk peristiwa pertama bagaimana harga diri pribadi dipertaruhkan, sehingga apapun dilakukan demi pembersihan nama diri. Sementara pada peristiwa kedua bagaimana masyarakat sudah lelah dengan sikap aparat yang sudah kerepotan bertugas untuk menjaga keamanan negeri; akhirnya mereka mengambil insiatif kolektif agar dapat keluar dari persoalan yang membelenggu mereka selama ini. Kesadaran kolektif yang berakibat membangun pagar sosial kolektif, justru dihadirkan oleh orang desa yang mencoba menjaga marwah desa mereka dengan caranya.
Tampak sekali bahwa pusaran makin kencang manakala mendekati pergantian periodesasi kepemimpinan nasional, dan peristiwa sosial politik bisa terjadi kapan saja, tentu dengan segala macam cara dan tujuan. Seolah dari rakyat sampai pejabat harus tampak sibuk biar kelihatan keren, karena itu berarti mereka sedang memikirkan negeri. Sementara yang diam-diam saja mengamati, seolah mendapat label tidak peka akan negeri. Akan tetapi dapat dilihat issue yang dimainkan tidak pernah bernama kesejahteraan rakyat, apalagi meringankan rakyat.
Tampaknya politik “Wani piro entuk opo” sekarang sedang naik daun, karena yang membutuhkan akan pemenuhan kebutuhan juga semakin banyak. Tinggal rakyat jelata semakin sedih melihat negeri, semakin hari beras makanan pokok makin mahal, kemarau makin panjang, pekerjaan musiman makin tidak bermusim. Pejabat cukup berucap “Tidak perlu makan nasi karena karbohidratnya tinggi”. Sementara daya beli makin hari makin tergerus, entah kapan berhentinya. (R-2)
Recent Comments