Peneliti Kembangkan Obat Rabies Simtomatik

Virus rabies berbentuk seperti peluru dengan kandungan hanya lima protein. Foto Pixabay.

PORTALLNEWS.ID – Para peneliti di bidang kesehatan terus berupaya mengembangkan obat rabies simptomatik, dengan harapan pasien yang sudah bergejala bisa disembuhkan.

Seperti yang kita ketahui, saat ini, pengobatan rabies melalui vaksin rabies dan imunoglobulin rabies (RIG) atau antibodi monoklonal hanya efektif ketika virus belum menyerang otak atau sebelum munculnya gejala rabies, seperti hiperaktif, hidrofobia (takut air), aerofobio (takut angin dan udara segar), dan halusinasi. Jika virus sudah sampai di otak, hampir 100% berakhir pada kematian.

Ahli Biologi Molekuler yang juga Pemimpin Prosetta Biosciences Amerika Serikat, Vishwanath Lingappa menemukan molekul kecil PAV-866 yang dapat mengganggu kompleks multiprotein sel inang yang akan digunakan virus untuk bereplikasi dan berkumpul, sehingga perakitan virus rabies terhambat.

Uji coba pada tikus menunjukkan kemanjuran pada tikus yang terinfeksi rabies bahkan sampai ketika hewan tersebut memiliki rabies di otaknya.

Sama seperti semua virus, virus rabies juga membajak protein inang/sel inang untuk bereplikasi. Dalam penelitiannya, Lingappa tidak menargetkan virus, melainkan membuat antivirus untuk mengambil alih kembali protein inang yang dibajak.

Dalam penelitian sebelumnya, rekan Lingappa menemukan bahwa protein inang membentuk kompleks multiprotein sementara untuk menyusun kapsid virus. Dari hasil penelitian inilah, Lingappa dan rekan-rekannya berpikir untuk menemukan molekul kecil yang dapat menganggu komplek multi protein inang tersebut untuk menggagalkan perakitan virus.

Untuk menemukan molekul kecil yang dapat mengikat dan merusak protein inang yang membantu perakitan virus rabies, Lingappa memanfaatkan keahliannya dalam penerjemahan bebas sel.

Dengan menggunakan pustaka molekul kecil di Prosetta Bioscience, Lingappa dan tim menyaring molekul yang dapat menganggu pembentukan kapsid virus rabies menggunakan uji translasi bebas sel.

Mereka menemukan bahwa sebuah molekul yang disebut PAV-866 menargetkan sebagian pasokan protein ABCE1 sel inang dan memblokir perakitan virus rabies secara in vitro.

“Dari semua ABCE1 di dalam sel, hanya sekitar beberapa persen yang berada di kompleks multiprotein yang dibutuhkan rabies, 95% plus lainnya melakukan hal-hal lain,” kata Lingappa, dilansir dari Drug Discovery News, 7 Maret 2023.

Menurut Lingappa, pendekatan seperti CRISPR atau siRNA knockdown tidak akan menyelesaikan masalah karena hanya menghambat subpopulasi protein yang dibutuhkan virus.

Dalam pekerjaan mereka baru-baru ini, Lingappa dan tim menemukan bahwa untuk mengkooptasi mesin inang, virus berikatan dengan alosetrik pada protein target untuk membantunya membentuk kapsid. Dalam hal ini, molekul kecil bekerja dengan cara yang sama dengan virus, yaitu mengikat alosetrik protein, dengan begitu proses perakitan virus akan terhambat. Kandidat molekul kecil yang paling maju berdasarkan mekanisme ini adalah antivirus molekul kecil SARS-CoV-2.

Sejak kesuksesan in vitro mereka dengan PAV-866 dan molekul kecil lainnya yang menghambat perakitan virus rabies, Lingappa dan tim mendorong kandidat ini untuk dilakukan penelitian lebih jauh.

“Kami mengirim mereka ke CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat). Mereka berkata Ya ampun, ini berhasil,” kata Lingappa.

Temuan tersebut adalah identifikasi pertama pertama atas molekul kecil yang manjur dalam kultur sel.

Lingappa kemudian mengembangkannya dengan uji coba pada tikus. Dia memiliki molekul kecil yang menunjukkan kemanjuran pada tikus yang terinfeksi rabies bahkan sampai ketika hewan tersebut memiliki rabies di otaknya.

“Itu bukan kemanjuran yang lengkap, tapi itu pasti awal yang bagus,” katanya.

Lingappa berencana untuk memulai studi terapi rabies ini ke uji klinis manusia, tetapi seperti banyak peneliti yang bekerja pada rabies, dia berharap pertama-tama menemukan dana untuk menjalankan studi tersebut. (R-1)

Sumber berita : Drug Discovery News