• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Monday, August 25, 2025
  • Login
Portallnews.id
Advertisement
  • Beranda
  • News
  • Hukum & Kriminal
  • E-Magazine
  • Politik
  • Lampung
    • Bandar Lampung
    • Lampung Barat
    • Lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
  • Pendidikan
  • Olahraga
    • Kesehatan
  • Ekonomi
No Result
View All Result
Portallnews.id
  • Beranda
  • News
  • Hukum & Kriminal
  • E-Magazine
  • Politik
  • Lampung
    • Bandar Lampung
    • Lampung Barat
    • Lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
  • Pendidikan
  • Olahraga
    • Kesehatan
  • Ekonomi
No Result
View All Result
Portallnews.id
No Result
View All Result
Home Headline

Penghasilanmu, Penghasilanku Juga

OPINI

by portall news
August 24, 2025
in Headline
Jalur Langit

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S.

107
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung

PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) -Selesai waktu ashar, ada pesan masuk. Ternyata kiriman tulisan dari seorang sahabat jurnalis senior di negeri ini, yang isinya menggugat ketimpangan pendapatan antara anggota parlemen dan pejabat negeri, dengan rakyat kebanyakan. Sementara, pendapatan mereka itu sebenarnya adalah hasil pajak yang diperoleh dari setiap denyut kehidupan rakyat. Tidak igin memperkeruh suasana, tulisan ini akan melihat persoalan yang sama, tetapi dari sudut pandang yang berbeda; yaitu dari filsafat kontemporer, dengan judul di atas.

John Rawls, dalam karyanya “A Theory of Justice”, memperkenalkan prinsip keadilan sebagai fairness. Ia membayangkan situasi ideal di mana semua individu menyusun aturan dasar masyarakat dari posisi yang disebutnya original position, di balik veil of ignorance atau tirai ketidaktahuan tentang posisi mereka di masyarakat. Dalam kondisi ini, tak seorang pun tahu apakah ia akan lahir kaya, miskin, pejabat, atau rakyat jelata. Dari situasi tersebut, Rawls berpendapat bahwa prinsip-prinsip keadilan yang dihasilkan akan menjamin kebebasan yang setara dan distribusi sumber daya yang adil.

Baca Juga

Pendongeng Jarwo Songha Hibur Anak-anak Perbatasan Indonesia-Malaysia

Kagama Lampung Nonton Bareng Film Lyora : Penantian Buah Hati

SMA Al Kautsar Dominasi Peroleh Medali OSN Tingkat Kota

Namun, dalam realitas hari ini, prinsip itu justru dilanggar secara sistemik. Para pejabat dan elit politik menetapkan kebijakan yang menguntungkan diri mereka sendiri, karena mereka tidak berada di balik tirai ketidaktahuan, tetapi sepenuhnya sadar akan posisi mereka dalam piramida kekuasaan. Mereka menyusun aturan main untuk mempertahankan hak istimewa, bukan demi keadilan bagi yang paling miskin. Maka dari itu, jika dinilai dari prinsip Rawls, struktur sosial ekonomi kita saat ini gagal memenuhi keadilan sebagai fairness.

Michel Foucault, melalui konsep biopolitik, mengajukan gagasan bahwa kekuasaan modern tidak lagi bekerja hanya melalui represi atau kekerasan fisik, melainkan melalui kontrol atas kehidupan itu sendiri. Dan termasuk didalamnya pengelolaan populasi, kebijakan kesehatan, ekonomi, dan pajak. Dalam konteks di mana pajak yang diambil dari hampir setiap aktivitas ekonomi rakyat dapat dibaca sebagai bentuk kontrol biopolitik. Negara tidak sekadar mengatur, tetapi menyerap kehidupan warganya untuk menopang kelangsungan elite yang mengatur.

Foucault juga mengkritik bagaimana wacana kerap digunakan untuk melegitimasi ketimpangan. Ketika pemerintah berbicara soal “tunjangan untuk kinerja pejabat” atau “kenaikan gaji sebagai bentuk apresiasi”, itu bukan sekadar argumen teknis, melainkan bagian dari konstruksi wacana kekuasaan. Wacana ini menutupi fakta bahwa sebagian besar pejabat justru tidak menunjukkan produktivitas yang sebanding dengan fasilitas yang mereka nikmati.

Slavoj Žižek, filsuf kontemporer yang dikenal dengan pendekatan psikoanalitik-Marxis, menunjukkan bahwa ideologi bukan hanya sistem keyakinan palsu, melainkan cara bagaimana masyarakat tetap terjebak dalam sistem ketidakadilan sambil tetap percaya bahwa mereka bebas. Dalam konteks ini, rakyat terus-menerus diminta untuk patuh membayar pajak, bekerja keras, dan menerima hidup sederhana, sementara pejabat diberi legitimasi untuk menikmati kekayaan atas nama jabatan.

Menurut Žižek, masyarakat modern hidup dalam apa yang disebutnya sebagai cynical reason; yaitu mereka tahu sistem ini tidak adil, tetapi tetap ikut serta karena merasa tidak ada alternatif. Rakyat tahu bahwa pajak mereka lebih banyak digunakan untuk membiayai gaya hidup elite daripada untuk kesejahteraan publik, tetapi karena merasa tak berdaya, mereka melanjutkan kehidupan seperti biasa. Inilah bentuk tertinggi dari ideologi: ketika pengetahuan tentang ketidakadilan justru tidak mengarah pada perlawanan, tetapi pada normalisasi, atau sesuatu yang dianggap biasa-biasa saja.

Jacques Rancière berpendapat bahwa politik sejati adalah tentang demos, yaitu suara mereka yang tidak diakui. Ia membedakan antara politik dan polisi. Politik sejati terjadi ketika ada gangguan terhadap tatanan yang mapan dan suara kaum tertindas dimunculkan. Sementara itu, polisi adalah sistem yang menjaga ketertiban sosial yang ada, termasuk melalui pengaturan siapa yang boleh berbicara dan siapa yang harus diam.

Dalam sistem politik dewasa ini, yang terjadi lebih banyak adalah police order ketimbang politik sejati. Rakyat dipaksa diam dengan dalih “pemerintah sudah bekerja keras” atau “APBN sudah disusun sesuai prosedur hukum”. Padahal, suara protes rakyat; misalnya terhadap kenaikan pajak, tarif listrik, atau harga BBM, hal itu dianggap mengganggu stabilitas. Suara mereka diredam, dan distribusi ekonomi tetap dikuasai oleh segelintir orang yang menyusun “aturan main”. Rancière menyebut ini sebagai “partage du sensible”, yaitu pembagian realitas sosial yang membuat suara sebagian orang menjadi tidak terdengar.

Jika dalam teori klasik pajak adalah kontribusi warga negara untuk pembiayaan negara, maka dalam praktik kontemporer, pajak sering kali menjadi alat untuk mempertahankan ketimpangan. Dalam sistem yang timpang, pajak bersifat regresif; artinya, beban relatifnya lebih berat bagi yang miskin daripada yang kaya. Pajak PPN misalnya, yang dikenakan pada semua barang konsumsi, menekan penghasilan kelas bawah lebih besar dibanding kelas atas. Bahkan ketika pemerintah memberikan insentif atau tax holiday kepada investor besar, rakyat kecil tidak mendapat keringanan serupa. Inilah bentuk eksploitasi struktural yang dikritik para pemikir kontemporer, sebab sistem ini secara legal sah, tetapi secara moral cacat.

Jean Baudrillard mengembangkan konsep simulakra, yaitu ketika realitas digantikan oleh representasi yang pura-pura nyata. Dalam konteks sistem pemerintahan dan ekonomi kita, tunjangan pejabat dan kebijakan fiskal sering dibungkus dengan jargon “kesejahteraan rakyat”, “penguatan institusi”, atau “efisiensi birokrasi”. Namun semua itu hanyalah representasi kosong, dan itulah simulakra; yang tidak merepresentasikan realitas sebenarnya.

Misalnya, ketika pejabat menerima tunjangan perumahan ratusan juta rupiah, narasi yang dibangun adalah “agar mereka fokus bekerja tanpa memikirkan kebutuhan dasar”. Namun kenyataannya, banyak dari mereka tetap korup dan tidak efisien. Kesejahteraan rakyat hanya menjadi citra, bukan tujuan yang sungguh-sungguh diperjuangkan.
Di balik retorika pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kondisi bangsa ini sedang tidak baik-baik saja.

Jurang antara kaya dan miskin terus melebar. Laporan ketimpangan terbaru menunjukkan bahwa 1% kelompok terkaya di negeri ini menguasai lebih dari separuh kekayaan nasional, sementara jutaan rakyat hidup dalam kondisi rentan: tanpa jaminan sosial, tanpa pekerjaan tetap, dan tanpa akses memadai terhadap pendidikan atau layanan kesehatan.

Sementara itu, sistem representasi politik semakin dikendalikan oleh oligarki. Partai-partai politik dikuasai oleh elite yang sama, yang saling bertukar kursi kekuasaan, memonopoli sumber daya, dan menumpuk tunjangan dengan alasan “tugas negara”. Rakyat, yang seharusnya menjadi subjek utama dalam demokrasi, justru terpinggirkan menjadi objek kebijakan, bahkan objek pungutan.

Dari perspektif filsafat kontemporer, ketimpangan antara pejabat dan rakyat bukan sekadar soal ekonomi, tetapi soal etika, kekuasaan, ideologi, dan pengakuan. Negara yang dibangun dari jerih payah rakyat tidak boleh menjadi alat eksploitasi bagi segelintir elite. Keadilan sejati hanya akan hadir ketika struktur penghasilan, distribusi pajak, dan pengelolaan negara didesain untuk melayani yang paling lemah, bukan yang paling kuat. Penghasilanmu, penghasilanku juga bukan lagi sekadar sindiran, tetapi deklarasi untuk mengembalikan makna keadilan sosial dari tangan birokrasi yang telah kehilangan empatinya.
Salam Waras (R-2)

Previous Post

Pendongeng Jarwo Songha Hibur Anak-anak Perbatasan Indonesia-Malaysia

No Result
View All Result

Recent Posts

  • Penghasilanmu, Penghasilanku Juga
  • Pendongeng Jarwo Songha Hibur Anak-anak Perbatasan Indonesia-Malaysia
  • Kagama Lampung Nonton Bareng Film Lyora : Penantian Buah Hati
  • SMA Al Kautsar Dominasi Peroleh Medali OSN Tingkat Kota
  • Menggugat Ontologi Era Digitalisasi

Recent Comments

  • portall news on British Propolis Dapat Mengobati Berbagai Penyakit Ini
  • Icha on British Propolis Dapat Mengobati Berbagai Penyakit Ini
Portallnews.id

© 2020 Portallnews.id

PORTALLNEWS.ID hadir ke tengah masyarakat memberikan sajian berita yang berkualitas dan berimbang.

  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
  • Hukum & Kriminal
  • E-Magazine
  • Politik
  • Lampung
    • Bandar Lampung
    • Lampung Barat
    • Lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
  • Pendidikan
  • Olahraga
    • Kesehatan
  • Ekonomi

© 2020 Portallnews.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist