Srikandi Konservasi Soroti Darurat Sampah yang Harus Diatasi Secara Holistik

Empat narasumber berbagi pengalaman tentang gerakan konservasi lingkungan pada Talkshow Srikandi Konservasi di acara Green Press Community (GPC) SIEJ, Sabtu, 23 November 2024.

PORTALLNEWS.ID (Jakarta) – Talkshow Srikandi Konservasi pada gelaran Green Press Community (GPC) Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ), Sabtu, 23 November 2024, di Jakarta, menghadirkan empat narasumber inspiratif.

Keempat narasumber tersebut adalah Herlina Hartanto dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Noviar Andayani dari Wildlife Conservation Society (WCS), Sri Bebassari Institut Sampah dan Wilayah Asia (InsWA), serta Rubama dari Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA).

Para narasumber berbagi kisah tentang motivasi, gerakan, hingga tantangan yang mereka hadapi dalam upaya konservasi lingkungan dan keanekaragaman hayati di Indonesia.

Kisah-kisah mereka membuktikan bahwa perempuan tidak hanya menjadi objek dampak lingkungan, tetapi juga bisa menjadi subjek yang aktif dalam mencari solusi dan memimpin gerakan lingkungan.

Sri Bebassari selaku Ketua Umum InSWA menceritakan bagaimana gerakan panjang dan masif yang dilakukan guna mendorong adanya produk hukum yang mengatur mengenai sampah, seperti Undang-Undang Sampah. Produk hukum ini diharapkan akan menjadi ‘alat’ dalam mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat.

“Negara Indonesia lambat dalam memproduksi payung hukum mengatur bagaimana tata kelola sampah yang seharusnya dilakukan oleh semua sektor. Kita bisa mencontoh negara Jepang yang memiliki undang-undang sampah dengan melibatkan hampir 18 kementerian. Ini mengartikan jika sampah atau permasalahan lingkungan ialah masalah bersama yang harus melibatkan banyak sektor,” kata Sri Bebassari.

Dia menjelaskan, InSWA sendiri memulai gerakan konservasi lingkungan, termasuk penanggulangan sampah, dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan pengembangan jaringan.

“Ada lima hal yang kami dorong, selain butuh payung hukum, juga butuh kelembagaan yang kuat, teknologi, dana/anggaran, serta penciptaan sosial dan budaya,” paparnya.

Empat narasumber yang tergabung dalam Srikandi Konservasi ini menegaskan volume sampah yang semakin berkembang menjadi isu lingkungan mendesak yang harus diatasi bersama-sama.

Beberapa upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Mereka menyoroti statistik yang mengkhawatirkan, bahwa hanya 1% populasi menerima pendidikan formal tentang pengelolaan sampah, sementara 100% populasi menghasilkan sampah.

Salah satu tantangan utama di Indonesia adalah kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah yang komprehensif. Meskipun ada kemajuan terkini dalam undang-undang pengelolaan sampah, implementasinya tetap menghadapi rintangan yang signifikan.

Srikandi Konservasi menekankan perlunya pendekatan holistik yang tidak hanya melibatkan solusi teknologi, tetapi juga perubahan perilaku dan kerangka kelembagaan yang kuat.

Kelompok ini telah secara aktif terlibat dengan masyarakat, khususnya kaum muda, untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab lingkungan. Dengan mendidik generasi berikutnya, mereka berharap dapat menginspirasi gelombang baru penjaga lingkungan. (ENI MUSLIHAH/R-2)