PORTALLANEWS.ID (Lampung Selatan) – Kebijakan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan cara mencicil menyebabkan tunggakan UKT mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (ITERA) tahun 2022 mencapai Rp16, 276 Miliar atau 12,05% dari target PNBP ITERA, Rp135, 062 Miliar.
Rektor ITERA, Prof. I Nyoman Pugeg Aryantha mengatakan, kebijakan pembayaran UKT dengan cara mencicil tersebut diterapkan sejak masa pandemi Covid-19 tahun 2020, untuk meringankan beban para orang tua mahasiswa di masa pandemi. Namun, kebijakan cicilan UKT berdampak kepada kondisi neraca keuangan ITERA dengan catatan piutang yang terus membengkak.
“Ini menjadi temuan BPK, setelah keuangan ITERA di audit, ternyata ITERA memiliki piutang yang cukup besar sehingga neraca keuangan ITERA dinilai kurang baik. Piutang itu harus ditarik karena itu harus disetorkan ke negara,” kata I Nyoman kepada awak media, Senin (9/1/2023), didampingi Kabag Umum dan Keuangan ITERA, Pujiono, serta tim humas ITERA.
Penjelasan ini disampaikan Rektor ITERA menanggapi pertanyaan awak media tentang keluhan para orang tua mahasiswa terkait surat edaran pembayaran UKT yang tidak lagi mengakomodir pembayaran secara mencicil, serta potongan UKT hanya diberikan kepada mahasiswa semester 10, sedangkan mahasiswa semester 11,12,13 dan 14 diharuskan membayar penuh.
Surat Edaran Nomor B/192/IT9.A/TM.01.03/2022 tentang Pelaksanaan Pembayaran Uang Kuliah Tunggal Semester Gasal Tahap II dan Semester Genap Tahun Akademik 2022/2023 tersebut di posting di Instagram @keuangan_itera sejak 26 Desember 2022. Beberapa mahasiswa dan orang tua mahasiswa menyampaikan keberatan atas penghapusan cicilan UKT melalui kolom komentar.
Lebih lanjut I Nyoman menjelaskan, besarnya tunggakan UKT mahasiswa menyebabkan tersendatnya pelaksanaan program-program tri dharma perguruan tinggi di ITERA. Status ITERA yang saat ini masih sebagai PTN Satker mengharuskan ITERA menyetor semua pemasukan kampus atau PNBP ke kas negara, setelah itu baru bisa dicairkan sesuai kebutuhan dan program-program yang akan dilaksanakan oleh ITERA.
“Jika piutang menumpuk dan baru dibayarkan di akhir tahun, itu semua harus masuk ke kas negara, tidak bisa digunakan lagi oleh ITERA, dan tidak bisa juga digunakan untuk tahun berikutnya,” jelas I Nyoman.
Menurutnya, kondisi ini sangat mengganggu, karena ITERA tidak bisa melaksana kegiatan-kegiatan tri dharma secara maksimal. Beberapa kegiatan yang diusulkan oleh prodi-prodi di ITERA terpaksa ditiadakan untuk mengirit anggaran karena utang yang harus dibayarkan ke negara.
“Kalau meleset dari target PNBP, tidak sesuai dengan target kita memberikan pemasukan ke negara, itu kita dianggap utang berikutnya, harus kita penuhi. Bagaimana memenuhinya? Ya anggaran ITERA dikurangi (oleh negara), misalnya semestinya tahun berikutnya kita dapat 100, dikurangi dengan cara mengirit sebagian kegiatan yang sudah diusulkan,” ujar I Nyoman.
Dia menyatakan, kondisi ini lah yang mendasari penghapusan kebijakan cicilan UKT. “Kita ingin PNBP ITERA kembali normal masuknya dari awal, sebab kalau diberi kesempatan menyicil, ada kecendrungan mahasiswa itu memilih menyicil. Bahkan ada beberapa kasus mahasiswa yang sudah diberikan uang (UKT) oleh orang tuanya, tapi malah digunakan untuk yang lain,” tuturnya.
Selain itu, kondisi pandemi Covid-19 yang sudah mereda juga menjadi alasan tidak dilanjutkannya kebijakan cicilan UKT tersebut.
Sementara, penghapusan potongan UKT bagi mahasiswa semester 11,12,13, dan 14 didasari oleh semangat untuk mendorong mahasiswa lulus tepat waktu, karena normalnya kuliah itu hanya sampai 8 semester.
Terapkan Diskresi
I Nyoman mengakui, kebijakan penghapusan cicilan UKT ini berdampak langsung kepada mahasiswa dan orang tua mahasiswa. Saat surat edaran tersebut mendapat respon dari Keluarga Mahasiswa (KM) ITERA, I Nyoman langsung menerima presiden KM ITERA beserta jajaran dan melakukan diskusi.
“Untuk itu pihak ITERA menerapkan diskresi bagi para orangtua mahasiwa yang kurang mampu melalui pengusulan keringanan dan cicilan UKT lewat prodi yang disetujui pimpinan. Jadi sudah diakomodasi semuanya sebenarnya,” kata I Nyoman.
Hal ini dipertegas oleh Surat Edaran Rektor No. 2/IT.9/TM.00.00/I/2023 tentang Kebijakan UKT dan TOEFL. Dalam surat edaran tersebut rektor meminta agar Kaprodi dapat melayani usulan keringanan dan cicilan UKT sampai batas tanggal 12 Januari 2023.
Kabag Umum dan Keuangan ITERA, Pujiono menambahkan, penghapusan kebijakan cicilan pembayaran UKT juga merupakan salah satu rekomendasi dari hasil audit BPK. Menurut dia, BPK menilai, besarnya piutang ITERA berasal dari tunggakan cicilan UKT yang setiap tahun semakin membengkak.
“Penerapan cicilan UKT itu sejak 2020, saat itu sudah ada tunggakan juga, berlanjut di tahun 2021, tunggakan semakin besar, dan di tahun 2022 ini tunggakan menumpuk dan mencapai Rp16 miliar lebih,” kata Pujiono. (RINDA/R-1)