Yang di Atas Menari, Yang di Bawah Setengah Mati

OPINI

Prof. Sudjarwo

Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung

PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Saat menjelang makan pagi dawai gaget berdenting penanda ada pesan yang masuk; ternyata dari seorang sahabat karib Guru Besar mantan pimpinan Perguruan Tinggi Agama ternama di daerah ini, terkenal karena trobosan-trobosan programnya. Pagi itu beliau mengirimkan vedio yang berisi sejumlah calon orang nomor satu di negeri ini, sedang menari-nari kegirangan di atas panggung karena sukses mendaftarkan diri ke lembaga penyelenggara; sementara di bawah pagung para “penderek”-nya yang kurus cungkring menari tanpa ekspresi. Sang Profesor menuliskan pesan keprihatinan “Yang di atas panggung menari, yang di bawah panggung setengah mati”.

Pesan itu dijadikan judul tulisan ini karena bentuk keprihatinan mendalam dari sejumlah orang pada negeri ini, salah satu diantaranya adalah Sang Profesor tadi. Oleh sebab itu tidak salah jika beliau mengungkapkan perasaannya dengan mewakilkan pada diksi yang dikirim. Pertanyaannya sekarang, apakah benar kondisi itu terjadi seperti ungkapan tadi. Tentu jawabannya tidak sesederhana itu, sebab mau dari sisi mana kita memandang. Jika sisi optimis dan berada pada garis atau barisan yang sedang berkuasa, maka jawabannya pasti tidak betul. Dengan sejumlah argumentasi dan sanggahan akan dibuat sedemikian rupa guna mematahkan logika tadi.

Jka kita berada pada sisi lain dengan jarak sosial tertentu, maka pandangan kita tidak sama dengan mereka yang ada pada posisi pertama. Tanpa pretensi negative, apalagi prejudice; maka akan terlihat bopeng-bopeng sosial cukup mengganggu penglihatan mata hati. Memang ada adagium tidak akan ada yang sempurna di muka bumi ini; namun dengan ketidaksempurnaan itulah kita hendaknya belajar untuk menyempurnakannya.

Kalau kita mau sedikit jujur melihat kenyataan sosial di lapisan bawah, cukup dengan menangkap pesan-pesan itu dari media sosial; bagaimana banyak kalangan masyarakat bawah yang tidak peduli akan siapa menjadi pemimpin kelak negeri ini. Mereka sekarang sedang sibuk mengais rejeki guna makan sehari-hari. dampak kekeringan dari kemarau yang panjang telah meluluhlantakkan perekonomian mereka.

Negeri ini seolah-olah tidak berpihak kepada mereka, banyak diantaranya berfikir bahwa; “saat mau mereka datang, saat menang mereka menghilang”. Oleh sebab itu tidak salah manakala mereka berfikir praktis “kasih berapa, dapat apa”; karena tuntutan perut dan mulut tidak bisa ditunda sedikitpun manakala waktu untuk mengisinya telah tiba. Banyak slogan yang mengatakan anti politik uang, itu sebenarnya hanya ada dipermukaan, sementara jauh di bawah sana, gejolak rupiah sebagai alat serangan fajar, jauh lebih berkuasa dari sipenguasa.

Justru saat sekarang banyak berkeliaran “blantik politik” yang menjual dagangannya sekalipun dengan cara membual; karena bualannyalah mereka mencari makan. Akan tetapi rakyat diam-diam mereka cerdas dalam bersikap; semua undangan dihadiri dengan senang hati, semua pemberian diterima dengan sepenuh hati; soal siapa yang akan dipilih, saat ditanya mereka akan menjawab… “kagek bae, engkek heula, kele kudai, mengko wae, aso pay, sabanta lai”…dan seterusnya. Siapapun yang masuk perangkap ini akan di “rujak” oleh mereka tanpa ampun.

Semoga negeri ini yang memimpin dan yang dipimpin sama-sama waras; sehingga menjadikan negara ini menjadi waras; karena tampaknya kita semua nyaris menjadi korban politik dari para penyelenggara negara yang “lampu sign nya ke kiri, beloknya ke kanan” (meminjam istilah penulis handal Hendri Std). Setiap saat kita dibuat bingung karena kebingungan itu terkadang membuat kita menjadi tidak waras; dan anehnya ketidakwarasan itu-lah saat ini dianggap sebagai kewarasan.
Salam Waras.