PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Festival Wisata Hutan Tahun 2023 yang digelar Dinas Kehutanan Provinsi Lampung mempromosikan hasil hutan dan paket wisata hutan kepada masyarakat. Pameran hasil hutan digelar di Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman, Kemiling, Bandar Lampung, selama tujuh hari, 3-9 Juni 2023, diantaranya adalah alpukat unggulan Siger Ratu Puan yang merupakan genetik asli dari hutan Gunung Balak, Lampung Timur.
Perwakilan beberapa kelompok tani hutan yang berada dibawah binaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Gunung Balak bergantian menjaga stand selama kegiatan Festival Wisata Hutan berlangsung. Di stand tersebut dijual Alpukat Siger, bibit Alpukat Siger dalam pot, buah naga, serta beberapa produk lain berupa udang crispy, beras tiwul, dan madu hutan.
Diwawancara di depan stand KPH Gunung Balak, Senin (3/7/2023), Kepala Balai Pengelolaan Daerh Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih-Way Sekampung, Idi Bantara menjelaskan sejarah penemuan Alpukat Siger yang memiliki nama lokal Alpukat Siger Sibatu itu.
Menurut Idi, penemuan alpukat unggul tersebut diluar desain dan program dinas kehutanan maupun BPDAS. Pada awal 2019, Idi melakukan pendekatan kepada petani hutan di Desa Girimulyo, Register 38, KPH Gunung Balak, karena terjadi ketegangan antara masyarakat dengan dinas kehutanan.
Ketika itu, masyarakat menolak mentah-mentah semua program kehutanan, seperti tidak mau menanam kayu, bahkan tanaman kayu yang sudah ditanam pihak kehutanan dicabut kembali oleh masyarakat. Ketegangan ini berawal dari keinginan masyarakat yang sudah puluhan tahun mendiami kawasan untuk mendapatkan legalitas tanah di dalam hutan kawasan tersebut.
“Jadi kalau ada yang datang dari dinas kehutanan, semua ditolak, menanam kayu nggak mau, apapun yang kami tanam, dicabutin, karena warga takut tanah mereka diambil oleh pihak kehutanan. Nah, ini berarti masyarakat antipati, maka yang harus dilakukan adalah menarik simpati masyarakat,” kata Idi.
Oleh sebab itu, Idi yang memang menyukai tanaman bersilaturahmi dengan para petani hutan sebagai individu, bukan sebagai kepala balai. Idi sering berkumpul dengan para petani membahas tentang tanaman, atau sekedar ngopi bareng sambil berbicara tentang masa depan.
Alpukat Dengan 1 Ton Buah
Hingga suatu hari, Idi diundang untuk datang melihat pohon alpukat milik salah satu petani bernama Anto Abdul Mutholib, yang tumbuh di depan rumahnya, di dalam kawasan Register 38.
“Mas ditunggu teman-teman di sana, hobinya sama, tanaman. Oke, saya ke sana. Sebelum ke sana, supaya saling percaya, saya ajak petani ke Bandar Lampung ngopi ke rumah saya,” cerita Idi.
Pohon alpukat di depan rumah Anto itu tinggi besar, berusia sekitar 40 tahun. Alpukat itu pernah menghasilkan 1 ton buah dalam setahun. Idi langsung memegang pohon alpukat genetik asli Lampung yang hanya satu-satunya tumbuh di hutan itu.
“Saya bilang ke Pak Anto, sampean punya anugerah yang luar biasa, karena alpukat anda ini memiliki karakter fisik berbeda, rasa berbeda dan jumlah buah per pohonnya juga berbeda,” kisah Idi.
Menurut Idi, sebenarnya Pak Anto sudah berusaha melakukan pembibitan alpukat tersebut dan membagikan secara gratis kepada masyarakat dengan tujuan agar desanya maju. Namun, petani hutan banyak yang menolak dan hanya sedikit yang mau menanam bibit alpukat itu.
“Terus saya sampaikan, bagaimana kalau alpukat ini dikembangkan di register 38? Pak Anto tertarik, dia nanya gimana caranya? Ya, saya sampaikan, kalau Anda mau, cari orang, buat kelompok tani. Akhirnya dapatlah 9 orang yang mau nanam Alpukat Siger ini di luas lahan sekitar 15 hektar dengan model spot-spot, tidak gabung,” jelas Idi.
Semua biaya pengembangan Alpukat Siger tersebut ditanggung dari anggaran BPDAS Way Seputih – Way Sekampung. Ada 6.000 bibit alpukat yang ditanam di lahan seluas 15 hektar tersebut dengan jumlah bibit per hektar 400 batang. Karena keterbatasan dana pemerintah waktu itu, 200 bibit ditanam unggul menggunakan metode sambung pucuk, dan 200 ditanam biji.
Dia menjelaskan, dengan teknik sambung puncuk maka bibit yang dikembangkan akan sama persis dengan jenis induknya, termasuk kecepatan buah, banyak buah per pohon, hingga kualitas buahnya.
Keunggulan Alpukat Siger
Menurut Idi, alpukat milik Pak Anto tersebut memiliki kecepatan berbuah lebih cepat dibanding alpukat biasanya. Pada umur 2 tahun, sudah belajar berbuah walau hanya 2-3 buah, di tahun ketiga sudah bisa mencapai 10 kg per batang. Pada tahun ke-5 bisa mencapai 100-200 kg per batang. Daging buahnya berwarna kuning, rasanya legit, lumer, dan tidak memilik garis-garis hitam pada daging buah.
Hingga masa dua tahun usia tanaman, petani hutan yang lain masih menolak untuk menanam alpukat, tetapi Idi tetap konsisten membina 9 petani hutan yang mau mengembangkan Alpukat Siger. Semua dana hibah 100% diserahkan kepada kelompok tani agar petani belajar mengelola keuangan dan membangun kejujuran dan kepercayaan antarpetani.
“Alhamdulillah, sekarang sudah clear. Program pengembangan Alpukat Siger ini jalan, 100%, dan meledaklah, banyak petani hutan yang akhirnya mau belajar membuat bibit Alpukat Siger dan mananam Alpukat Siger,” kata Idi.
Sekarang di register 38 sudah sekitar 1.250 hektar yang ditanami Alpukat Siger, dengan setiap hektar ditanami 200 bibit alpukat. Petani hutan menerapkan sistem agroforestri, mengombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman bukan kayu (tanaman pertanian), seperti cabe, pepaya, jagung, buah naga, dan lainnya.
“Saat ini petani alpukat sudah ada yang panen dan sudah mendapatkan keuntungan. Petani sudah surplus, ini untuk panen pertama di usia 3 tahun, tapi nanti panen ke tiga, 100 kg per pohon saya jamin,”ujarnya.
Diplomasi Alpukat Petani
Idi bersyukur, pohon alpukat anugerah dari hutan lindung Gunung Balak itu akhirnya membantu pihak kehutanan dalam mendorong masyarakat untuk menanam jenis tanaman kayu yang bisa dipetik buahnya. Tanaman alpukat tidak hanya membantu ekonomi masyarakat, tetapi juga bisa menjaga ekologi dan fungsi hutan lindung dengan baik.
“Nah, sekarang alpukat siger ini menjadi alat komunikasi penyelesaian konflik di Lampung, namanya Diplomasi Alpukat Petani, jadi muncullah statement dari petani ‘yang penting menikmati’. Dulu perjuangan petani itu ingin melepas kawasan menjadi sertifikat, sekarang sudah berubah, yang penting menikmati walaupun tidak memiliki,” ujar Idi.
Kehadiran Alpukat Siger mampu mengubah paradigma masyarakat untuk menerima izin perhutanan sosial dan menjadi binaan KPH. Secara ekologi, tanaman alpukat di usia 3 tahun menambah tutupan hutan dan menjaga suhu mikro. Jika di foto dari atas akan tergambar tutupan hutan yang sudah hijau.
Izin Berlaku 55 Tahun
Sementara itu, Kepala KPH Gunung Balak, Gunaidi mengatakan, total luas lahan yang ditanami Alpukat Siger saat ini sudah mencapai 3.000 hektar. Sekitar 1.250 hektar di register 38 Gunung Balak, selebihnya tersebar di kawasan lain, dengan total jumlah petani hutan sebanyak 1.200 kepala keluarga.
“Yang sudah berizin ada 4 gapoktan. Tahun ini ada satu gapoktan dan dua pendampingan keompok tani hutan (KTH) yang sedang diproses izinnya. Untuk berizin ini berproses, perlu pendekatan khusus kepada teman-teman di kawasan agar mau ikut program perhutanan sosial,” kata Gunaidi.
Dia menjelaskan, dulu izin penggarapan hutan lindung berupa Izin Usaha Perkebunan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm), sekarang namanya Persetujuan Pemanfaatan Hutan. Program izin pemanfataan hutan dari kementrian baru dimulai pada 2019.
“Izin usaha pemanfaatan hasil hutan ini berlaku 55 tahun dan bisa diperpanjang kembali, tapi 5 tahun sekali dievaluasi,” tuturnya.
Setelah keberhasilan penanaman Alpukat Siger, kata Gunaidi, banyak petani yang tertarik dan mau ikut penanaman Alpukat Siger. Pihaknya menggalakkan penanam Alpukat Siger di lahan kawasan karena selain pohonnya bisa untuk fungsi ekologi dan hidrologi, hasil buahnya bisa untuk fungsi ekonomi sehingga fungsi hutan terjaga dan secara ekonomi masyarakat sejahtera. (RINDA/R-1)
Recent Comments