PORTALLNEWS.ID (Jakarta) – Ahli Gizi Masyarakat dr. Tan Shot Yen menyatakan minuman dan makanan dengan klaim low sugar atau zero sugar justru menjadi lebih berbahaya, sebab, makanan dan minuman tersebut mengandung pemanis buatan, seperti aspartam, sorbitol, silitol, maltitol. Ini juga memberikan dampak psikologi pada seseorang bahwa merasa aman ketika mengkonsumsi minuman dan makanan tersebut dalam jumlah banyak.
“Sekarang saya mau nanya, kalau tulisannya low sugar atau no sugar, itu rasa manisnya dimana? Betul, dari pemanis buatan, ada aspartam, sorbitol, maltitol, dan silitol. Pemanis buatan itu justru lebih berbahaya daripada gula. Dampak psikologisnya, karena kalau Anda mengkonsumsi gula Anda masih mikir-mikir, tapi kalau makan zero sugar Anda menjadi semau-maunya karena merasa aman sehingga gulanya menjadi berlebih dari banyaknya makanan yang dimakan,” jelas dr. Tan Shot Yen dalam siaran live Instagram resmi Kementerian Kesehatan, Rabu, 7 Februari 2024 pada bincang kesehatan berjudul “Yang Manis Anaknya, Bukan Makanan dan Minumannya”.
“Bahkan, aspartam dari studi terakhir menunjukan risiko kanker, apalagi untuk anak-anak, harus hati-hati,” imbuh dr Tan.
Pemanis buatan ini banyak terdapat dalam berbagai camilan yang digemari oleh anak-anak, baik susu, coklat, biskuit, es krim, lollipop, permen dan lainnya.
Sementara, untuk kebutuhan gula pasir, dianjurkan maksimal 5 sendok satu hari, lebih sedikit lebih baik. Dalam kesehatan, gula itu disebut dengan kalori kosong karena tidak mempunyai nilai nutrisi. Dr Tan menegaskan, yang dibutuhkan oleh manusia dalah karbo, bukan gula.
“Gula itu tidak penting. Dalam panduan UNICEF, biasakan anak-anak itu dengan tidak ada gula tambahan sampai lepas MPASI, wortel itu manis, udang itu manis, jeruk peres itu manis, buah naga itu manis, dikasih pepaya manis sehingga tidak butuh gula tambahan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, gula pasir adalah gula rafinasi, apalagi sekarang ada gula jagung yang disebut juga high fructose corn syrup, ini banyak terdapat pada makanan kemasan biskuit dan coklat. Penggunaan gula jagung ini dihujat para ahli gizi dan pemerhati gizi di luar negeri karena sangat berbahaya bagi kesehatan.
“Hentikan gula rafinasi dan gula industri (gula jagung) tersebut. Ibu-ibu sebagai orangtua harus sadar yang kita berikan kepada keluarga dan anak itu betul-betul yang dibutuhkan tubuh. Jangan lu makan karena lu doyan, tapi badah lu butuh kagak,” tuturnya.

Menurutnya, gula juga tidak ada kaitannya dengan kecerdasan otak anak, tetapi otak membutuhkan kadar gula darah yang stabil. Oleh sebab itu, WHO sangat tegas bagaimana orang tua sadar untuk mengarahkan rasa manis itu ke buah-buahan, karena berbeda dengan rasa manis artifisial atau makanan dengan tambahan gula pasir. Antioksidan juga lebih banyak terdapat di dalam buah.
Dia juga menyarankan, orangtua membiasakan anak-anak mengkonsumsi buah-buahan asli, tanpa campuran, seperti yogurt, mayonaise, atau lainnya sehingga ini menjadi kebiasaan anak-anak hingga dewasa nanti.
“Tujuan kita memberikan makan anak itu kan tidak semata-mata hanya karena anak itu bisa makan, punya nutrisi, tetapi juga anak ini mempunyai cetak biru. Artinya, dia akan menentukan referensi dan preferensi makannya yang dia bawa hingga dewasa,” ujar dr. Tan.
Orang tua juga harus membiasakan untuk tidak memberi reward anak-anak dengan makanan yang manis, tetapi bisa dialihkan ke kata-kata pujian, atau mainan yang bisa mengasah motorik dan sensorik anak.
“Jangan distimulasi rasa gula, yang malah membuat anak ingin makan lebih banyak,” tegasnya.
Dr. Tan menyebut ada 5K dampak kelebihan gula pada tubuh. Pertama kegemukan dari gula dan dari makanan yang dikonsumsi. Menurutnya kegemukan itu tidak sehat. Kedua kolesterol, gula berlebih akan menyebabkan kalori berlebih, dan jika kalori ini tidak dipakai oleh tubuh, maka akan menjadii trigliserida dan akan menyebabkan kolesterol.
Ketiga kanker, orang-orang gemuk dan obesitas mempunyai kecendrungan risiko kanker lebih besar. Keempat keropos tulang, seperti ibu-ibu yang suka mengeluhkan sakit lutut, osteoponia dan ostoeprorosis. Kelima adalah ketagihan, seseorang yang suka mengonsumsi gula,.tanpa sadar akan meningkatkan asupan gulanya dari waktu ke waktu. Rasa manis bisa memicu hormon dopamin dan serotonin yang memberi efek rasa senang dan bahagia, ini menyebabkan ketagihan.
“Dan akhirnya setiap kali makan harus manis, ini seram banget,” katanya. (RIN/R-2)
Recent Comments