PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Pemerintah Kota Bandar Lampung berkomitmen untuk menjadikan seluruh kelurahan di Bandar Lampung menjadi Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kota Bandar Lampung, Sri Asiyah mengatakan, Bandar Lampung memiliki 20 kecamatan dan 126 kelurahan. Saat ini Kota Bandar Lampung memiliki 252 kader atau aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar di 126 kelurahan. Para aktivis ini menjadi ujung tombak dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat.
Namun, dengan terbitnya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan sesuai arahan Kementrian PPPA, Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana berkomitmen untuk menjadikan seluruh kelurahan di Bandar Lampung menjadi Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA).
“Ibu Walikota sudah berkomitmen dengan Ibu Menteri, Insyaallah Bandar Lampung siap secara bertahap untuk menjadikan seluruh kelurahan di Bandar Lampung Ramah Perempuan dan Peduli Anak,” katanya, Rabu (22/6/2022).
Menurutnya, pada awal Juli 2022 nanti akan digelar pelatihan bagi 20 Fasilitator Daerah yang diambil dari 20 kecamatan yang ada di Bandar Lampung. Para fasilitator ini akan mendapat pembekalan dari Kementrian PPPA tentang persiapan dan hal-hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan KRPPA di Bandar Lampung.
“Fasilitator daerah ini dilatih, setelah itu mereka turun ke setiap kelurahan, nanti di kelurahan mencari 10 relawan yang akan membantu tugas di lapangan, namanya Relawan Perempuan dan Anak,” ujarnya.
Dia memaparkan, ada 10 indikator keberhasilan KRPPA, yakni adanya pengorganisasian perempuan dan anak di kelurahan, tersedia data pilah tentang anak dan perempuan, ada kebijakan kelurahan tentang KRPPA, tersedia pembiayaan dan pendayagunaan aset kelurahan untuk mewujudkan KRPPA. Lalu, terpenuhinya persentase keterwakilan perempuan di pemerintah kelurahan dan dewan kelurahan, persentase perempuan wirausaha di kelurahan, semua anak mendapatkan pengasuhan berbasis hak anak.
“Indikator kuncinya adalah tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak, tidak ada korban pendagangan orang, tidak ada pekerja anak, dan tidak ada perkawinan anak,” urai Sri Asiyah.
Pada 2022 ini, terhitung Januari hingga Juni 2022, Dinas PPPA mendampingi 13 korban anak dengan kasus sodomi, pencabulan, pelecehan, pemerkosaan, dan penganiayaan. Mirisnya pelaku adalah orang-orang dekat, seperti orangtua kandung, kakek, dan tetangga. Menurut Sri Asiyah, banyak faktor pencetus terjadinya tindakan kekerasan pada anak dan perempuan, terutama dipicu oleh faktor ekonomi. Apalagi, di masa pendemi kemarin, terjadi peningkatan kasus tindak kekerasan karena banyak suami yang di PHK dan menganggur.
“Kami dari Dinas PPPA fokusnya kepada pendampingan korban agar tidak trauma, jadi kami bekerjasama dengan psikolog, lembaga-lembaga pemerhati anak, ada LaDa Damar, ada Puspa, LPA, dan lainnya. Kami saling bahu-membahu memberikan penyuluhan dan pendampingan,” ujarnya.
Dinas PPPA, lanjut Sri Asiyah, juga bekerjasama dengan instansi lain dalam memberdayakan perempuan, memberikan keterampilan hidup dan wirausaha sehingga perempuan bisa mendapatkan penghasilan dan menjadi mandiri.
“Dengan perempuan berwirausaha, bisa membantu perekonomian keluarga tanpa mengesampingkan pengasuhan terhadap anaknya,” tuturnya.
Rumah Jadi Pos Curhat
Aktivis PATBM Segala Mider, Tanjungkarang Pusat, Iin Nasoka merelakan rumahnya menjadi “Pos Curhat” bagi perempuan di Segala Mider. Hal ini dilakukan karena tidak tersedia ruangan khusus di Kantor Kelurahan Segala Mider karena bangunan kelurahan berukuran kecil.
“Pengen sih ada tempat untuk Pos Curhat sehingga kami bisa melayani masyarakat yang butuh curhat, bisa bebas untuk curhat, kalau dibutuhkan penanganan lebih lanjut, melaporkan atau apa, bisa langsung kami dampingi,” tutur Iin di sela kegiatannya mengikuti Sosialisasi Kebijakan Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan Lingkung Kabupaten/Kota di Dinas PPA Kota Bandar Lampung.
Menurut Iin, sebelum menjadi aktivis PATBM, dia sudah sering terjun di masyarakat dan sudah sering bertemu warga karena aktivitasnya sebagai guru mengaji.
“Saya juga guru ngaji Alhamdulillah, jadi di rumah itu udah kayak Pos Curhat gitu. Kalau mereka itu ada masalah, curhat sama saya,” ujar Iin.
Untuk kegiatan sosialisasi dan edukasi pencegahan tindakan kekerasan perempuan dan anak, Iin yang juga kader PKK dan KB ini, mengaku lebih mobile dengan mendatangi kelompok dasa wisma, kelompok pengajian, kegiatan PKK, penyuluhan KB dan posyandu. Iin sangat bersyukur menjadi aktivis PATBM karena bisa lebih luwes mengedukasi masyarakat tentang pencegahan tindakan kekerasan perempuan dan anak.
“Awalnya saya sosialisasi ke murid-murid ngaji saya dulu, ada anak-anak, ibu-ibu, dan lansia. Saya sampaikan jika mengalami kekerasan atau melihat tindakan kekerasan, kita lebih peduli dan empati, kita bukan kepo ya, tapi lebih ke peduli,” kata Iin.
“Misalnya ada keluarga kita atau tetangga kita yang mengalami kekerasan, kita lapor lah, jangan sampai mereka merasa sendiri menghadapi masalah itu,” lanjutnya.
Menurut Iin, banyak perempuan yang curhat mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga, baik berupa kekerasan psikis, maupun fisik. Namun, bagi tindakan kekerasan ringan, Iin mengatasinya dengan memberikan edukasi kepada pasangan suami-istri dengan mendatangi rumah mereka.
“Alhamdulillah, saya diterima dengan baik, suaminya tidak marah, malah akhirnya konsultasi bagaimana cara menghadapi sikap-sikap istrinya, karena kan dalam rumah tangga itu tidak ada yang sempurna ya,” urai Iin. Edukasi ini memberi pemahaman kepada pasangan untuk saling mengerti dan berubah menjadi lebih baik sehingga kasus kekerasan tidak lagi terjadi dalam rumah tangga.
Menurut Iin, dia juga pernah mendampingi kasus kekerasan antar perempuan terkait kasus tindakan penganiayaan. Dalam hal ini, Iin melibatkan aparat setempat untuk menyelesaikan kasus bersama-sama, mulai dari Ketua RT, Lingkungan, Kelurahan, Babinsa, dan Babinkamtibmas.
“Karena kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polsek, jadi saya langsung menghubungi pendamping kasus di Dinas PPA, Alhamdulillah langsung direspon dan korban didampingi hingga kasus tuntas,” jelas Iin.
Hal ini diamini oleh Sri Yuwiati, selaku Pendamping Kasus dari Dinas PPPA Kota Bandar Lampung. Menurut Sri Yuwiati, dia akan segera turun ke lapangan saat mendapat laporan kasus dari kader atau aktivis di lapangan.
”Kami turun ke lapangan, sekalian kami ajak kadernya juga agar punya pengalaman jika kasus itu butuh layananan lanjutan, naik ke Polsek dan Polres. Selanjutnya, kami akan melayani kasus dan mendampingi korban dari awal sampai pengakhiran harus tuntas,” jelasnya.
Sri Yuwiati mengatakan, orang yang dipilih menjadi aktivis PATBM adalah orang-orang yang memiliki empati, dan punya pemahaman tentang hak-hak anak dan kesetaraan gender.
“Ini penting ya, karena banyak kasus yang terjadi pada anak dan perempuan. Dua tugas utama aktivis adalah pencegahan dan penanganan kasus tindakan kekerasan yang dialami perempuan dan anak,” ujarnya. (RINDA/R-1)
Recent Comments