PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Lampung menggelar diskusi dan bedah buku “Inovasi Pengawasan Pemilu 2024” karya Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty yang akrab disapa Teh Lolly. Bedah buku dan diskusi yang berlangsung di D’jaya House Cafe, Kedaton, Bandar Lampung, Rabu, 12 Januari 2025 ikut menyoroti tentang pengawasan pemilu dan pilkada di Lampung, termasuk kinerja Bawaslu Lampung.
Pengurus FJPI Lampung yang juga jurnalis politik dari media online RMOLLampung, Faiza Ukhti Annisa menjadi salah satu narasumber bedah buku. Panitia juga mengundang Ketua Bawaslu Lampung Iskardo P. Panggar, dan Aktivis Perempuan Ana Yunita Pratiwi sebagai narasumber.
Kegiatan bedah buku dengan tema “Inovasi Pengawasan Pemilu 2024 dan Refleksi Pilkada Lampung” ini dimoderatori Santika Yuni Safitri. Acara dihadiri oleh komunitas, jurnalis, dan mahasiswa di Lampung.
Faiza Ukhti Annisa yang sudah “melahap” buku inovasi pengawasan pemilu itu mengatakan, banyak hal menarik yang ditulis Teh Lolly dalam buku tersebut. Buku menyajikan data pengawasan pemilu 2024 secara komprehensif, mulai dari peraturan-peraturan yang ada di Bawaslu, program-program Bawaslu, hingga evaluasi.
“Buku ini kaya data, karena penulisnya orang dalam (Bawaslu), memberi insight baru buat kita, bahwa ternyata banyak sekali proses pencegahan yang telah dilakukan Bawaslu, tetapi tidak kita ketahui,” kata Faiza.
“Buku ini sangat cocok untuk menjadi pembelajaran bagi pengawasan pemilu ke depan. Isi buku ini memberikan pengetahuan dan pengalaman sekaligus,” tambah Faiza.
Beberapa hal menarik yang disajikan dalam buku, lanjutnya, pertama tentang pengawasan partisipatif masyarakat. Ada pernyataan menarik yang ditekankan oleh Teh Lolly, bahwa pembuktian dari laporan pelanggaran pemilu itu adalah tugas pengawas pemilu dan aparat hukum. Artinya, warga tidak perlu khawatir dan takut untuk melapor ke Bawaslu jika menemukan indikasi pelanggaran pemilu.
“Ini poin menarik, tapi ada sedikit catatan dari saya, secara peraturan memang sudah ideal, tetapi di lapangan sulit untuk membuktikan terjadinya pelanggaran tersebut,” kata Faiza.
Dia mencontohkan laporan pelanggaran pemilu di Kabupaten Pesawaran ketika warga memergoki di dalam mobil seorang camat terdapat ratusan alat peraga kampanye salah satu pasangan calon kepala daerah. Namun, setelah diperiksa dinyatakan tidak cukup bukti.
Faiza juga menyoroti kasus politik uang dan ketidaknetralan ASN dalam pilkada di Tulangbawang yang tidak sampai menyeret pasangan calon, padahal ditemukan indikasi ke arah tersebut.
“Nah, kenapa di lapangan kasus-kasus pelanggaran pemilu ini sulit dibuktikan, ini nanti bisa kita diskusikan dengan Bang Iskardo,” tuturnya.
Menurut Faiza, buku Teh Lolly juga banyak membahas tentang pemilu Lampung terkait peringkat kerawanan pemilu Lampung, kerawanan politik uang, serta masalah netralitas ASN, TNI, dan Polri di Lampung.
Selain itu, buku tersebut juga menyajikan pentingnya pengawasan partisipatif komunitas digital, serta pengalaman Teh Lolly sebagai seorang pengawas perempuan.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Lampung Iskardo menjelaskan dilema-dilema yang dihadapi tim Bawaslu di lapangan saat melakukan penyidikan laporan pelanggaran pemilu dan pilkada.
Menurut Iskardo, dari ratusan laporan pelanggaran pemilu dan pilkada di Lampung, hanya tiga yang sampai ke tahap vonis. Sebab, dalam peradilan pemilu, alat bukt harus lengkap, sementara waktu penyidikan sangat terbatas. Belum lagi kendala-kendala yang dihadapi di lapangan saat mengumpulkan alat bukti.
Dia mencontohkan, ada pihak yang melaporkan tentang pelanggaran pemilu, begitu besoknya dipanggil untuk dimintai data dan keterangan, pelapor tidak datang.
“Kadang, kami ada temuan, begitu kami datangi ke rumah, orangnya nggak ada,” tutur Iskardo.
Contoh riil kasus camat di Pesawaran yang viral hingga ke media nasional, begitu dikonfirmasi ke polisi dan jaksa, camatnya mengaku tidak tahu menahu tentang alat peraga kampanye yang ada di dalam mobilnya.
“Kata camatnya, kunci mobil saya taruh di sini terus hilang, nah nggak ada saksi juga yang melihat itu, akhirnya tidak cukup bukti,” jelasnya.
Dalam konteks ASN, Bawaslu tidak memilki kewenangan apa-apa, rekomendasi sanksi untuk ASN merupakan kewenangan Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan sekarang diserahkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Sanksinya itu paling teguran ringan, teguran etik, teguran sedang,” tambahnya.
Aktivis Perempuan Lampung, Ana Yunita Pratiwi, menyoroti pentingnya peran perempuan dalam pengawasan pemilu. Namun sayangnya keterwakilan perempuan di Bawaslu sangat minim.
“Di tengah berbagai peran yang kita jalani, kita harus tetap menyempatkan membaca, bahkan luar biasa jika bisa menciptakan inovasi seperti buku ini. Buku ini juga menggambarkan dinamika dan tantangan pengawas perempuan, yang perlu kita refleksikan di Lampung, mengingat jumlah pengawas perempuan masih kurang,” katanya.
Ketua FJPI Provinsi Lampung Vina Oktavia mengatakan, kegiatan diskusi ini berawal dari inisiatif bersama untuk menghidupkan ruang-ruang diskusi.
“Acara ini bentuk apresiasi terhadap lahirnya sebuah buku yang ditulis oleh seorang perempuan yang menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu RI. Buku ini menjadi bukti bahwa perempuan dapat berkiprah dan berkarya jika diberikan ruang dan kesempatan yang luas,” kata Vina.
Dalam sesi diskusi, Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty yang hadir melalui Zoom, menyampaikan apresiasi atas partisipasi dalam bedah buku tersebut.
“Buku ini merupakan refleksi perjalanan pengawasan pemilu 2024. Saya berharap buku ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan diskusi yang konstruktif,” kata Lolly. (RINDA/R-2)
Recent Comments