PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) UIN Raden Intan Lampung (RIL) menggelar “Diskusi Dosen FDIK” pada Jumat (21/2), di ruang arapat dekanat setempat. Diskusi ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dekan FDIK Abdul Syukur, dan dosen Anisa Mawarni.
Dalam paparannya, Abdul Syukur menegaskan bahwa dakwah harus mengikuti perkembangan zaman. Saat ini, berdakwah bukan hanya tugas umat Islam yang memiliki dasar pendidikan keagamaan, tetapi juga umat Islam yang menguasai bidang ilmu lain, seperti ahli teknologi, sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Dia mencontohkan, seorang pakar digital.dapat melakukan dakwah dengan mengemas dan menyiarkan konten keislaman melalui media digital. Oleh sebab itu, saat ini dibutuhkan dakwah komprehensif.
”Dakwah komprehensif adalah kajian dan kegiatan dakwah yang mencakup berbagai aspek pendekatan, seperti ilmu agama, sosial, ekonomi, politik, dan budaya, dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang ajaran Islam yang moderat dalam upaya mengembangkan masyarakat yang beriman, berilmu dan beramal shaleh,” kata Abdul Syukur.
Dalam kajian akademik, lanjutnya, dakwah perlu direkonstruksi ulang agar lebih dekat dan akrab dengan generasi Z dan Alpha. Dakwah memiliki konsep dan strategi berbeda di masing-masing program studi (Prodi), seperti Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Prodi Manajemen Dakwah (MD), dan Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI).
Dalam perspektif KPI, dakwah adalah penyampaian pesan Islam menggunakan media dan metode tertentu oleh da’i, baik mubaligh, mu’alim, jurnalis, presenter, ataupun host, kepada publik. Masyarakat pendengar/pembaca diharapkan memiliki perubahan pikiran, sikap, dan perilaku sesuai dengan ajaran Islam dengan tujuan peningkatan iman, amal saleh dan akhlak agar memiliki kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.
“Penyampaian pesan dakwah melalui penyiaran Islam dalam konteks milenial, dibutuhkan penyesuaian label, nama, dan brand. Misalnya, penyiaran Islam diganti dengan nama digital penyiaran atau komunikasi digital, sehingga lebih menarik dan diminati oleh generasi milenial,’’ kata Abdul Syukur.
Kemudian, dalam perspektif PMI, definsi dakwah adalah proses perubahan sosial menggunakan pendekatan dan strategi tertentu yang bersumber dari ajaran Islam secara tekstual dan kontekstual, untuk melakukan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Pendekatan yang dilakukan berbasis nilai-nilai Islam yang bersinergis dengan budaya lokal (local wisdom/al-‘urfu) untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
“Dalam konteks PMI, ajaran Islam sebagai sumber perubahan, sumber inspirasi, dan sumber aspirasi bagi masyarakat dalam melakukan pemberdayaan dan pengembangan kehidupan. Dalam perspektif milenial, Prodi PMI melakukan brandy dengan nama kesejahteraan sosial, pemberdayaan masyarakat, pengembangan sumber daya sosial, pemberdayaan ekonomi digital, dan lainnya agar generasi milenial memilih Prodi PMI,” jelasnya.
Selanjutnya, dalam perspektif MD, definisi dakwah adalah proses pengelolaan pesan dakwah menggunakan pendekatan manajerial dan strategi tertentu dengan melibatkan orang lain atau pihak tertentu untuk memberdayakan potensi dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi dakwah.
“Dalam konteks MD, pesan dakwah merupakan program kerja dakwah yang secara bertahap membutuhkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi untuk mencapai tujuan. Perlu mengelola program kerja dakwah secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sarana dan tujuan manajemen dakwah yaitu: man, money, machine, material, method, dan market (6 M). Dalam konteks melanial, dakwah MD perlu mempromosikan program kerja dakwah dengan kemasan brandy untuk menarik generasi milenial, seperti digital management, inovasi manajemen SDM, manajemen digital komunikasi, dan lainnya,” ungkapnya.
Lalu, dalam perspektif BKI, definisi dakwah adalah proses pemeliharaan kesehatan jiwa, penyesuaian diri, dan terapi perilaku menyimpang (mental disorder) bagi manusia yang bersumber dari ajaran Islam untuk memperoleh ketenangan jiwa dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
“Dalam konteks BKI, pesan dakwah dikemas dalam bentuk kegiatan penyuluhan dan bimbingan Islam, terapi dan konseling Islam, seperti zikir, ruqiyah, aktivitas spiritual yaitu muhasabah, mujahadah, dan muqarrabah. Dalam konteks milenial, dakwah MD perlu mempromosikan program dakwah BKI dengan kemasan brandy , seperti digital bimbingan Islam, inovasi terapi, konseling digital, teknologi spiritual (doa),” ujarnya.
Konseling Virtual
Ditempat yang sama, Dosen BKI Anisa Mawarni menyampaikan hasil penelitian terkait “Desain Fundamental Inovasi Konseling Virtual Reality Menguntungkan untuk Masa Depan: Analisis Komparatif Daya Apung Akademik di kalangan Calon Pendidik”.
Ia mengawali diskusi dengan memberikan konsentrasi kepada tugas konselor pada aspek preventif. Bahwa seorang konselor memiliki fungsi sebagai alarm bagi seorang yang memiliki masalah manusia normal, bukan patologi, agar tidak menimbulkan masalah lebih dalam.
“Konselor itu tugasnya menghadapi manusia normal, bukan patologi. Jadi fokus pada upaya preventif, agar tidak terjadi lebih jauh. Misalnya meningkatkan kepercayaan diri, mengarahkan seseorang agar dapat memanajemen waktu dengan baik,” kata Anisa.
Berdasarkan hasil penelitianya, Anisa menuturkan bahwa generasi Z (Kelahiran 1997-2012) dan Alpha (2013) memiliki karakteristik yang unik. Rata-rata tidak memiliki kecenderungan untuk melakukan refleksi diri. Jika melakukan kesalahan, maka mereka memiliki kecenderungan untuk menyalahkan orang lain dan lingkungan dibandingkan melakukan koreksi diri.
Data lain yang diperoleh bahwa Gen Z dan Alpha dianggap kurang menguasai dalam pengelolaan/ manajemen risiko dan baru menyadari yang dilakukan adalah kesalahan jika sudah menjadi masalah yang besar.
“Gen Z umumnya dibanding mengoreksi diri, mereka lebih nyaman menyalahkan orang lain. Memiliki kelemahan di perencanaan belajar, belajar ketika akan menghadapi UTS dan UAS. Mereka tidak memiliki kekhawatiran yang kuat, kurang memperhatikan dan berpikir hal kecil untuk mempersiapkan sesuatu, baru sadar salah ketida sudah jadi masalah,” tutur Anisa.
Lalu bagaimana strategi menghadapinya gen Z dan Alpha? Menurut Anisa, dosen hari ini dituntut untuk sabar dan dapat mengasah critical thinking mahasiswa. Hal itu dapat dimulai dari membangun keyakinan, merencanakan hal spesifik yang dapat dilakukan mahasiswa, misalnya belajar setiap hari. Menyadarkan mahasiswa bahwa kebiasaan yang dilakukan sehari-hari menjadi hal penting untuk menghadapi tantangan ke depan.
Kegiatan diskusi dosen FDIK ini dihadiri oleh Wakil Dekan I Mubasit, Kaprodi dan Sekprodi Komunikasi dan Penytiaran Islam (KPI) Khairullah dan Ade Nur Istiana. Kemudian, Kaprodi dan Sekprodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Mansur Hidayat dan Zamhariri. Lalu Kaprodi dan Sekprodi Bimbingan Konseling Islam (BKI) Sri Ilham Nasution dan Umi Aisyah. Tampak hadir pula para dosen antara lain Sri Wahyuni, Nasrul Efendi, Fiqih Amalia dan David Saputra. UNI/R-1)
Recent Comments