PORTALLNEWS.ID (Lampung Barat) – Sekitar 250 ton ikan di Danau Lumbok Seminung, Lampung Barat mati dan mengapung ke permukaan. Nelayan keramba ikan mengalami kerugian hingga Rp5 Miliar.
Fenomena ini diakibatkan meluapnya panas pada Gunung Seminung dan mengeluarkan gas belerang selama seminggu lebih pada Januari ini. Masyarakat setempat menyebutnya kejadian Bintelehan.
Rohi Putrawan, selaku Petani Keramba Jarinf Apung (KJA) di Lumbok Seminung mengatakan, kematian ikan-ikan kali ini, merupakan kejadian terbesar dari siklus sebelumnya. Ikan-ikan yang mati, rata-rata usia siap panen.
“Dulu pernah terjadi di tahun 2007, 2012 dan sekarang di tahun 2022 adalah kejadian yang luar biasa,” kata Rohi, Sabtu (21/1/2023).
Fenomena Bintelehan ditandai dengan keluarnya lumpur belerang yang berwarna hitam pekat disertai aroma yang menyengat. Saat ini para petambak belum berani menebar bibit kembali. Mereka menunggu kondisi alam benar-benar tenang untuk melakukan budidaya kembali.
Rohi dan ratusan petambak lainnya, menyadari bahwa fenomena alam tidak bisa dipungkiri dan masyarakat sendiri sudah mengetahui siklus tersebut akan terjadi sewaktu-waktu. Namun dia menyayangkan, peringatan dini dan mitigasi tidak disampaikan dari pihak pemerintah.
“Pemerintah kan punya perangkat alat deteksi dini kejadian alam, agar kami lebih dapat mengantisipasi tebaran ikan kami agar kerugian tidak terlalu besar,’ katanya.
Sejauh ini, memang pemerintah telah turun ke lapangan untuk mengambil sampel. Tetapi, harapan petambak, berupa bantuan bibit dan lainnya masih belum terealisasi.
“Sejauh ini, bersyukurnya, pada musim panen kali ini, kami mendapat penangguhan pembayaran cicilan utang kepada pihak bank,” katanya lagi.
Dinas Data Kerugian Petambak
Sementara itu Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Religius Helman mengatakan, petambak perlahan mulai melakukan budidaya kembali.
“Ikan-ikan sudah mulai merespon jika diberi makanan,” kata dia.
Sampai saat ini, pihaknya masih terus melakukan pendataan terhadap petambak yang mengalami kerugian.
“Kami masih melakukan koordinasi kepada pihak terkait atas kondisi yang tidak kita harapkan ini,” ujarnya.
Menurutnya, Bintelehan adalah fenomena siklus periodik. Dahulu, tidak ada masyarakat yang dirugikan.
“Sekarang ini kan, sudah banyak masyarakat yang membuka keramba dan ketika terjadi fenomena tersebut, ya akhirnya ada dong warga yang dirugikan,” ujarnya.
Terkait dengan ikan-ikan yang rusak, ada kelompok yang menampung kegagalan panen para petambak.
“Ikan-ikan busuk itu dikumpulkan dan dibayar sekitar Rp5 ribu sampai Rp15 Ribu untuk dijadikan pupuk,” tambahnya.
Gunung Seminung terletak pada perbatasan Lampung Barat dengan OKU, Sumatera Selatan.
Dalam sebuah abtraks tugas akhir beberapa mahasiswa Sriwijaya, sama seperti gunung api, Kaki Gunungapi Seminung seringkali memperlihatkan aktivitasnya yaitu menyemburkan gas belerang yang diindikasikan dengan matinya biota yang ada di danau Ranau.
Hal ini menandakan masih adanya aktifitas magmatisme di sekitar Gunung Seminung. Peningkatan semburan gas dan kegempaan lokal dapat dijadikan dasar untuk memprediksi kemungkinan terjadi letusan gunungapi sehingga upaya antisipasi memperkecil dampak bencana akibat erupsi gunung api dapat dilakukan. (R-1)
Penulis : Eni Muslihah
Recent Comments