PORTALLNEWS.ID (Lampung Selatan) – Rektor Institut Teknologi Sumatera (ITERA) Prof. I Nyoman Pugeg Aryantha mengatakan ITERA melakukan beberapa inovasi untuk Lampung, terutama inovasi di bidang ketahanan pangan dan kesehatan.
Tim pakar ITERA mengidentifikasi masalah terkait ketahanan pangan di Lampung. Mayoritas masyarakat Lampung bekerja sebagai petani, dengan potensi terbesar adalah singkong. Bahkan, Lampung dikenal sebagai salah satu provinsi penyokong ketahanan pangan nasional.
“Untuk hulunya, ITERA mengembangkan pupuk organik melalui Integrated Waste And Agro Center atau IWACI, dan hilirisasinya berupa inovasi mie singkong serta tempe green protein dari nangkadak,” kata I Nyoman dalam acara Ekspose Kinerja ITERA 2023 bersama awak media, di kampus setempat, Kamis (21/12/2023).
Kegiatan turut dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Dr. Rahayu Sulistyorini, Kepala Biro Umum dan Akademik ITERA drh. Sri Sulistiawati, Koordinator Kesekretariatan Humas dan HTL ITERA, Ramattullah Harianja. Dihadiri oleh sekitar 30 awak media.
I Nyoman memaparkan, ITERA bisa menghemat penggunaan pupuk anorganik hingga 50% karena 50%-nya sudah bisa dipenuhi oleh pupuk organik dan pupuk hayati IWACI.
“Pupuk organik IWACI ini sudah kami cobakan di berbagai lokasi dan hasilnya positif dan sangat dipercaya, serta siap dipraktekkan ke masyarakat lebih luas. Teknologinya utuh, mulai dari produknya, dosis, cara pakai hingga hasil tanaman dari pemakaian pupuk IWACI semuanya sudah diteliti dan teruji,” kata I Nyoman.
Pupuk ini ke depannya bisa disebarkan secara lebih luas kepada para petani Lampung melalui kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat serta kerja sama dengan pemerintah daerah.
Inovasi Mie Singkong
Inovasi ITERA untuk Lampung selanjutnya adalah mie singkong untuk membantu mengatasi masalah ketahanan pangan karbodirat.
Menurut I Nyoman, saat ini, sekitar 50% ketahanan pangan karbohidrat masyarakat justru disokong oleh mie instan. Sementara, bahan utama untuk membuat mie instan berupa terigu yang diimpor dari luar negeri.
“Kami melakukan inovasi yang bisa mengurangi komponen terigu hingga 70% dan kami menggunakan singkong tanpa harus mengolahnya dulu menjadi tepung (mocaf), tetapi melalui proses fermentasi,” urai I Nyoman.
Melalui inovasi ini, proses pembuatan mie singkong menjadi lebih efesien. Transfer inovasi pembuatan mie singkong ini telah dilakukan di Desa Labuhan Maringgai, Lampung Timur, dan mendapat respon positif dari kepala desa setempat yang akan menjadikan mie singkong sebagai Badan Usaha Desa (Bumdes).
“Cita-cita saya, Labuhan Maringgai akan kita jadikan titik 0 produsen mie singkong di Lampung,” ujarnya.
Hilirisasi komoditas singkong ini tidak hanya akan berdampak kepada pengurangan impor terigu, tetapi juga akan mengangkat derajat dan kesejahteraan para petani singkong.
Inovasi Tempe Green Protein
Inovasi selanjutnya adalah ketahanan pangan protein berbasis mikroba, seperti tempe. Namun, sayangnya, bahan utama tempe menggunakan kedelai yang hampir 100% juga dari impor. Oleh sebab itu, tim dosen ITERA mengembangkan tempe green protein, yaitu tempe berbasis daun singkong dan tempe berbasis nangkadak (persilangan nangka dan cempedak).
“Ini masih dalam pengembangan di tingkat internal, nanti akan segera kami publikasikan,” tuturnya.
Ketahanan Sehat Berbasis Mikrobioma
Inovasi ITERA untuk Lampung di bidang kesehatan adalah ketahanan sehat dengan membangun kesehatan preventif masyarakat melalui mikrobioma.
“Bagaimana mikrobioma dalam tubuh kita itu bagus, sekarang kita kenal dengan istilah probiotik. Kalau mikrobioma (tubuh) sudah bagus, maka kita tidak perlu lagi obat kimia dan vaksin,” kata I Nyoman.
Mikrobioma ini dapat dibangun dengan mengkonsumsi makanan dan minuman tradisional, seperti kombucha, bekasam, tempoyak, asinan, manisan, rujak, dan lainnya. Perlakuan garam tinggi dan gula tinggi pada proses fermentasi dapat menyaring bakhteri negatif dan menumbuhkan bakteri positif.
“Kita dorong UMKM untuk memproduksi dan menjual makanan minuman tradisional yang berbasis mikrobioma ini. Jika masyarakat Lampung sehat, maka Lampung bisa jaya,” tuturnya.
Wakil Rektor Rahayu Sulistyorini mengatakan, kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat membutuhkan dana yang besar, sementara dana penelitian dari pemerintah terbatas. Oleh sebab itu, ITERA bekerja sama dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) Maslahat telah meluncurkan Wakaf IPTEK ITERA untuk kemandirian pendanaan penelitian jangka panjang.
“ITERA sudah me-launching Wakaf IPTEK, kami berharap teman-teman media juga bisa membantu menyosialisasikan tentang ini kepada masyarakat, mungkin bisa dengan menampilkan barcode Wakaf IPTEK ITERA di media teman-teman sekalian sehingga masyarakat bisa langsung berwakaf walau hanya lima ribu atau sepuluh ribu rupiah,” pungkasnya. (RINDA/R-2)
Recent Comments