PORTALLNEWS.ID – Generasi Z atau Gen Z kerap dinilai sebagai generasi pemalas dan bermental lemah. Bahkan, stigma generasi stroberi dilekatkan pada mereka.
Awalnya, istilah generasi stroberi muncul di Taiwan untuk menandakan generasi yang lahir setelah tahun 1981. Namun, istilah tersebut mengalami pergeseran makna karena generasi dibawah millenial dianggap kreatif dan memiliki banyak ide cemerlang, tetapi memiliki mental lemah, mudah hancur seperti stoberi.
Apakah benar generasi Gen Z identik dengan pemalas atau mager (malas gerak)? Berikut penjelasan Psikolog Universitas Indonesia, Dr. Bagus Takwin dilansir dari chanel youtube Prakarsa.ID.
Dr. Bagus mengaku, sebagai dosen, dia sering menilai paper mahasiswa. Dia sempat men-judment bahwa paper mahasiswa sekarang jauh lebih jelek dibanding masa dia mahasiswa dulu.
“Bahasa Indonesia nggak beres, logikanya kacau, dan referensinya kurang, pokoknga jelek banget deh,” ujar Bagus.
Namun, ketika berbincang dengan temannya, Bagus merasa ada yang bias dalam dirinya saat menilai paper mahasiswanya. Akhirnya, dia membuka kembali papernya di zaman mahasiswa dulu yang filenya masih dia simpan tersimpan di komputer.
“Saya baca-baca lagi paper saya zaman mahasiswa, ternyata jelek juga! Saya membandingkan paper anak (mahasiswa) itu dengan paper saya yang sekarang, ya jelas jauh banget. Saya sudah berapa tahun sekolah, belajar menulis, mungkin wawasan (saya) lebih banyak dibanding anak baru lulus SMA dan baru masuk kuliah,” tuturnya.
Menurut dia, hal yang sama, bisa saja terjadi para orang tua – orang tua zaman sekarang ketika menilai generasi Z. Ada penilaian yang bias dari para orang tua yang membandingkan prilaku anaknya dengan dirinya yang sekarang. Orangtua kerap mengeluhkan anak-anak mereka yang tidak punya semangat juang, tidak bisa ini, tidak bisa itu. Padahal, untuk di usia remaja, itu masih dalam kondisi wajar. Hanya saja ditambah dengan ekspresi dan gaya generasi Z yang berbeda semakin memperlebar kesenjangan antargenerasi.
Bagus menjelaskan, ada tiga perbedaan yang cukup signifikan antara Gen Z dan beberapa Gen Y yang lahir belakangan, dengan generasi-generasi sebelumnya.
Pertama, Gen Z memiliki kebutuhan yang cukup tinggi dalam menampilkan diri, mengekspresikan pikiran dan perasaan ke publik yang difasilitasi oleh media sosial, serta beberapa godaan dari selebritas yang membuat iri ingin terkenal.
“Kedua, mereka menonjol pada kebutuhan untuk punya kelompok kecil yang mendukung mereka, mensupport mereka, walau hanya sekedar untuk curhat atau berbagi hal yang mereka sukai. Mereka selalu butuh ada sandaran,” kata Dekan Fakultas Psikologi UI ini.
Ketiga, lanjutnya, Gen Z cenderung untuk lebih otonom dan butuh diakui, diberi penghargaan, pengakuan, atau diberi pujian atau konfirmasi atas apa yang mereka lakukan apakah baik atau tidak.
“Jadi mereka butuh feedback dari orang lain,” tutur Bagus.
Dengan melihat karakter para Gen Z ini, maka akan memudahkan generasi sebelumnya untuk memahami mereka, terutama para orang tua untuk memahami anak-anak mereka sehingga bisa memilih gaya berkomunikasi yang tepat dalam mengembangkan potensi generasi Z. (R-1)
Sumber :Chanel Youtube Prakarsa.ID
Recent Comments