Keriuhan Konferensi

OPINI

Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung

PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Akhir pekan lalu didaulat oleh unsur pimpinan organisasi profesi guru terbesar tertua di negeri ini yang sedang melaksanakan kenferensi daerah, untuk sedikit memberikan “tauziah” sebagai prapembukaan kegiatan. Tentu permintaan ini dikabulkan dengan memposisikan diri sebagai “Abang” menasehati adik-adiknya yang akan bertanding bola kaki. Tentu sebagai Abang harus berdiri adil dan cukup ditepi lapangan bahkan di atas Tribun, memberikan keleluasaan adik-adiknya untuk bermain dengan syarat jangan curang, ikuti aturan permainan yang sudah disepakati, karena toh itu lawannya adalah saudara kandungnya sendiri.

Tentu sebagai Abang melihat tingkah polah adik-adiknya banyak geli-nya, ada yang main sikut, main pangkah, main dorong, ada yang singut, dan ada yang tertawa terbahak-bahak karena tidak mampu menendang bola, ada juga yang marah-marah karena tidak pernah mendapatkan umpan bola sampai-sampai nafasnya habis karena lari sana lari sini, ada juga yang berdiri bengong karena tidak tahu harus berbuat apa, ada yang off-side tidak terima diperingatkan; dan masih banyak lagi. Namun semua yang penting dapat menjaga emosi karena mereka sudah dewasa, dan biarkan mengalir untuk menemukan jalan keluarnya sendiri tanpa harus didikte, apalagi dimarahi.

Untuk menjaga netralitas “permainan”; maka begitu selesai acara pembukaan konferensi oleh utusan pimpinan daerah, penulis menyelinap keluar gelanggang kemudian menepi dan pulang, tanpa harus menyalami siapapun agar terjaga netralitas organisasi. Saat berada di luar kota mendapat berita bahwa salah seorang diantara mereka yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan mendapat suara terbanyak. Tanpa buang waktu “Ucapan Selamat” dikirimkan kepada yang bersangkutan.

Tulisan ini akan sedikit menitipkan beberapa catatan kaki kepada unsur pimpinan nantinya agar dapat dijadikan pertimbangan kedepan dalam menyusun program kerja dan menjalankan roda organisasi.

Pertama, bangun kembali sinergitas antaranggota karena mereka itu adalah saudara kandung dalam satu profesi yang sama, dan selalu diingatkan bahwa organisasi ini adalah organisasi profesi bukan organisasi politik atau lainnya. Oleh sebab itu rangkul mereka sekalipun memiliki pandangan yang berbeda, karena perbedaan itu adalah sunatullah.

Kedua, lakukan inventarisasi kembali kekayaan organisasi berupa aset dan lain sebagainya guna untuk menata ulang dan menetapkan posisi dimana garis “mulai” yang akan dijadikan awal kegiatan. Sebab selama ini dibeberapa organisasi sektor ini sering kabur antara harta kekayaan organisasi dengan milik pribadi, tentu ini akan membahayakan kelangsungan organisasi ditinjau dari sudut modal dasar. Oleh karena itu organisasi besar seperti ini harus melakukan inventarisasi, tercatat sebagai dokumen, dan pada waktu serah terima kepemimpinan yang akan datang dievaluasi bertambah atau berkurang.

Ketiga, karena ketua terpilih juga kepala dinas yang membidangi pendidikan, maka diharapkan mengambil kebijakkan yang dapat menghidupkan kembali lembaga pendidikan milik organisasi yang sedang mati suri karena terimbas dari kebijakkan pemerintah pusat yang tidak memihak kepada lembaga pendidikan swasta. Bisa dibayangkan berapa banyak tenaga kependidikan lembaga pendidikan organisasi ini harus menjadi pengangguran karena lembaganya tidak mendapatkan siswa. Tentu ini memerlukan pemikiran dan langkah serius yang harus segera dilakukan; karena imbas yang terkena adalah lembaga lembaga pendidikan yang dimiliki organisasi ini.

Keempat, perlu digalakkan lagi “kampanye” keorganisasian dengan sasaran Tenaga Pendidik Milenial yang sekarang sudah masuk gelanggang pendidikan; dari hasil wawancara sepintas kebanyakan mereka mengenal organisasi ini hanya dari baju, bukan sebagai simpatisan apalagi anggota. Jangan sampai mereka berserak begitu saja tanpa kepedulian organisasi untuk menjemputnya sebagai potensi. Langkah selanjutnya kemudian memberdayakan kemampuan teknologi yang mereka miliki difasilitasi organisasi, untuk dapat disebarluaskan kepada rekan sejawat sesama anggota organisasi. Tentu dana operasional dari hasil iuran anggota dapat dipakai untuk membiayai kegiatan ini.

Kelima, dengan posisi strategis yang dimiliki ketua, maka sudah waktunya memanfaatkan dana CSR dari perusahaan yang ada di provinsi ini untuk digunakan membangun “Gedung Guru” sekaligus sebagai pusat kegiatan organisasi, dengan imbalan nama dan lambang perusahaan pemberi bantuan ditabalkan pada gedung atau fasilitas yang dibangunkannya. Tentu pembangunan ini tidak cukup waktu satu atau dua tahun saja, bisa jadi berjangka panjang; namun dapat diatasi dengan menggunakan skala prioritas. Sebagai contoh CSR dari Perusahaan Gas Bumi, Pertamina, Batubara Bukit Asam, Semen Baturaja, Pabrik Gula dan masih banyak lagi.

Pola yang bisa diambil dengan Kerja Sama Operasi (KSO): artinya perusahaan yang membangun, bisa memanfaatkan satu lantai sebagai kantor mereka untuk jangka waktu 25 tahun, setelah itu semua kembali milik organisasi.

Keenam, dibangunnya sarana sumber kekayaan organisasi untuk menambah income generating. Sebagai contoh: dibangunnya Wisma yang dapat disewakan kepada publik, stasion bahan bakar, dan lain sebagainya yang menghasilkan, sehingga organisasi ini hidup tidak hanya bersumber dari iuran anggota saja; pada waktunya dapat mandiri secara materi karena telah memiliki pendapatan sendiri, dengan catatan tidak dikorupsi atau diakali atau dikadali menjadi milik pribadi.

Ketujuh, dari semua di atas, maka pada waktunya nanti organisasi ini memiliki dana abadi dengan sumber yang berkelanjutan yang pemanfaatannya dapat dijadikan sumber dana “beasiswa” bagi anak-anak anggota yang berprestasi nasional bahkan internasional. Oleh karena itu untuk mewujudkan semua di atas harus ditegakkan marwah organisasi dengan mendisiplinkan semua unsur, jika ada penyimpangan berupa korupsi atau moral; maka keanggotaan keorganisasian yang bersangkutan di berhentikan dengan tidak hormat. Tentu semua itu setelah ada keputusan yang secara hukum sudah kuat dan mengikat.

Sebagai penutup pesan dari seorang “Abang” kepada adik-adiknya ialah: Biarkan Abang berada di luar lapangan mengamati dan bila perlu cukup hanya menjadi hakim garis, bermainlah secara fair dan jaga kekompakan, selesaikan persoalan dengan musyawarah dan mufakat, tidak perlu mengedepankan emosi dalam semua lini karena ini organisasi bukan milik pribadi. Ingat pesan orang tua kita dulu “setiap orang punya waktunya, setiap waktu ada orangnya”. Perjalanan paling jauh yang ditempuh oleh manusia itu bukan dari satu tempat ke tempat lain, melainkan perjalanan dari pikiran ke hatinya sendiri. Perjalanan menurunkan Ego, merendahkan hati, menyediakan ruang ikhlas dan kelapangan hati untuk menerima kodrat dari Allahurobbi .

Ternyata tidak semua kita mampu melakukannya, oleh sebab itu kita harus belajar terus sepanjang hayat, itu pesan Ki.Hadjar Dewantara yang sering terlupakan, dan itu ada di dalam Disertasinya Ketua terpilih.
Salam Waras (R-1)