Kumat

OPINI

Prof. Sudjarwo

Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung

PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Hari-hari setelah kesehatan pernah terganggu menjelang akhir tahun lalu dan sempat dirawat disalah satu rumah sakit, kini sering datang tanpa diundang, dengan penanda suhu badan mulai naik, nafsu makan berkurang, dan badan serasa lemah. Namun,.karena semangat untuk tetap hidup yang mendorong, semua itu terabaikan dengan cara berolah raga ringan, minum obat dan istirahat. Peristiwa seperti ini banyak kalangan menyebutnya kumat, tetapi ada juga yang menyebutnya kambuh.

Bersamaan saat itu membuka piranti media sosial, dikejutkan dengan munculnya wawancara eksklusif dari korban penculikan yang dilakukan oleh rezim masa lalu di negeri ini. Menjadi terbayang bagaimana sadisnya teman seperjuangan waktu mahasiswa dahulu harus merengang nyawa di negeri tetangga karena diburu oleh team khusus saat itu. Ternyata setelah puluhan tahun berlalu, peristiwa itu diungkap oleh para korban karena ada waktu dan situasi yang tepat. Peristiwa itu dijadikan “bahan bakar” manakala calon orang nomor satu untuk negeri ini muncul tampil sebagai kandidat. Sekalipun sudah dua kali tampil dan gagal. Peristiwa ini juga banyak kalangan menyebutnya “kumat”: karena dijadikan semacam amunisi untuk menembak sasaran jika kelihatan akan muncul kepermukaan.

Tampaknya peristiwa limatahunan di negeri ini membuat banyak penyakit lama menjadi kumat. Dari memasang gambar diri, biner, spanduk dan banyak lagi media yang digunakan untuk “memperkenalkan” diri agar dikenal, sehingga terkenal untuk dapat dipilih. Hal itu dilakukan dari cara-cara yang terhormat, sampai dengan cara-cara pecundang. Cara yang disebut terakhir tadi dilakukan dengan posisi seolah menjadi pihak yang dizalimi, padahal aslinya pecundang. Isi SARA-pun dijadikan barang dagangan agar dirinya naik elektabilitasnya, minimal di dunia maya menjadi terkenal. Sayangnya isu murahan seperti ini untuk saat sekarang mudah terbaca, akibatnya yang bersangkutan alih-alih mendapat simpati; malah jadi bulan-bulanan nitizen di dunia maya, bahkan tidak jarang dengan cara-cara kejam dalam berkomentar.

Beda lagi kumatnya “team sukses”; makin mendekati garis finish mereka makin berhitung sudah dapat berapa dan apa saja; persoalan orang mau memilih atau tidak memilih, jadi atau tidak; mereka tidak peduli. Kumat limatahunan ini bagi mereka adalah kesempatan untuk menjadi broker bagi siapapun calonnya. Apalagi mereka yang memegang lebih dari dua calon dengan partai yang berbeda. Mereka harus memiliki strategi bagaimana semua calon menghasilkan cuan, baik dengan cara halus atau sedikit kasar. Perkara mereka mau menang atau kalah, itu bukan urusannya; sebab yang ada di kepala mereka hanya dapat apa dan berapa dari masing-masing calon. Bisa dibayangkan kelakuan orang yang sedang kumat limatahunan ini persis orang mabuk; sikat sana, sikat sini, tidak peduli orang menderita yang penting dia bahagia.

Belum lagi calon yang pernah merasakan empuknya kursi yang diraihnya selama ini; maka dengan cara apapun dan metode apapun; harus dilakukan. Bila perlu semua daftar acara di semua gedung pertemuan yang ada di kota ini harus punya, bahkan acara tingkat kampung-pun bila perlu ada; dan tidak perlu malu untuk menghadiri acara apapun di sana, sekalipun tidak diundang; karena hal ini adalah salah satu upaya untuk menaikkan keterkenalan diri pada pemilih. Pada akhirnya menggunakan teori peluang, tidaklah mungkin dari sepuluh kemungkinan yang ada, tidak satupun didapat; terlepas bagaimana cara mendapatkannya, itu soal lain.

Lalu yang tinggal kita; mari ambil jarak untuk tidak ikut kumat, karena hanya orang-orang yang waras cara berfikirnya-lah yang tidak terjangkiti kumat. Bisa dibayangkan bagaimana akhir cerita semua ini manakala permainan berakhir. Tentu saja banyak orang terserang panas dingin karena harus membayar semua pinjaman yang selama ini dibayar dengan janji. Sudah selayaknya kita semua mawas diri untuk tidak terjebak dalam permainan dunia, karena yakinilah bahwa semua apapun yang ada di dunia ini akan ada akhirnya. Tinggal akhirnya itu menyenangkan atau menyengsarakan, disini pergumulan antara usaha dan doa itu terjadi; sementara kodratlah yang menjadi penutupnya.

Mari kita menarik hikmah dari ini semua, karena proses pembelajaran itu dimana saja berada; sekalipun kemampuan untuk berhikmah terhadap peristiwa; adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena membutuhkan kesabaran dan kebeningan hati dalam melihat segala sesuatu yang ada di dunia ini. Pesan K.H.Ali Masyhuri dalam satu perjumpaan akbar mengatakan: orang yang dikepalanya terlalu banyak daftar keinginan, maka sebenarnya kepalanya penuh dengan sampah kehidupan. Mari kita bersihkan isi kepala kita dengan mengisinya dengan daftar kebutuhan bukan daftar keinginan.
Salam Waras. (R-1)