Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung
PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Beberapa waktu lalu mendapat kabar ada sahabat yang menderita sakit cukup parah, terpaksa harus dirawat di rumah sakit. Sayang berita itu terlambat mengetahuinya, sehingga waktu konfirmasi melalui media sosial, ternyata beliau sudah sembuh dan sudah berada di rumah kembali. Saat diminta konfirmasi tentang penyakitnya yang bersangkutan di seberang sana tertawa terbahak-bahak. Hal ini menjadikan tanda tanya, ada apa gerangan sahabat ini yang selama ini tidak pernah menunjukkan perilaku aneh seperti ini. Ternyata beliau mengatakan bahwa karena sesuatu hal ada bagian tubuhnya yang terluka cukup serius, setelah melalui pengobatan intensif luka itu sembuh, tetapi rasa sakitnya masih terasa. Orang awam menyebutnya luka dalam, dan beliau waktu ditanya mengapa tertawa, ternyata beliau tertawa karena ingat waktu dikhitan. Ikut meledak lah tertawa bagi yang paham akan maksud dan tujuan kalimat itu.
Pada kesempatan lain ada teman, sudah lama tidak pernah jumpa karena tugas di daerah yang jauh. Saat ditanya bagaimana kabar keluarga; yang bersangkutan nyengir kuda sambil berkata “Luka dalam sobat…” . Karena menjaga perasaan teman, pertanyaan tadi tidak dilanjutkan untuk konfirmasi, walau meninggalkan sejuta tanya.
Tidak jauh dari sana, ada teman akrab mencalonkan diri maju sebagai anggota legeslatif; saat ditanya kenapa tampak bermuram durja? Tidak ceria seperti biasa. Beliau menjawab dengan lemah lunglai “Saya sedang luka dalam, bagaimana tidak, anggota tim sukses ada yang berkhianat, dia merangkap tim sukses kelompok lain”. Wajar saja beliau “singut” karena merasa dikerjain oleh anggotanya sendiri, sampai sampai beliau berujar “Saya ditikam dari samping”, lukanya tidak terlihat sakitnya sampai sekarang.
Ternyata pasien luka dalam ini pada tahun depan akan banyak menghiasi laman media sosial, termasuk laman yang sedang kita baca. Dan, kebanyakan mereka adalah korban harapan palsu yang ditebar tim suksesnya sendiri. Mereka terpukau dengan janji manis yang ternyata pahit, mereka juga menelan pil pahit mendapat berita bahwa ketua tim suksesnya bermotor baru dari calon lain, dan ber-handphone baru dari calon lainnya lagi. Sementara pengisi bensinnya-pun calon yang berbeda bahkan rival dirinya.
Belajar dari semua ini adalah ternyata pepatah lama yang mengatakan ”Tidak ada makan siang yang gratis” ; itu betul adanya. Bahkan untuk saat ini ditambah lagi dengan ungkapan “Mau menang harus berani jadi pecundang”. pembenaran-pembenaran seperti ini tampaknya sekarang semakin mengemuka. Anehnya sekalipun sudah diingatkan dengan cara apapun, masih banyak juga mereka yang masuk jebakan laba-laba.
Pesta demokrasi harus berlangsung, dan korban demokrasi tampaknya tidak bisa dihindari; sebab kelemahan demokrasi itu-lah yang membenarkan bahwa demokrasi itu ada. Oleh sebab itu jika kita meminjam teori Gunnar Myrdal dalam Piramida Kurban Manusia, menunjukkan, bahwa masing-masing kehidupan ini tersusun bagai piramid; yang paling atas menekan ke bawah dan seterusnya sampai dasar. Untuk diketahui bahwa kokohnya bangunan itu manakala memiliki sudut kaki piramid yang lebar; berarti ini membenarkan teori sosial lainnya yang mengatakan bahwa secara instingtif manusia itu jika berada pada lapisan piramid terbawah, maka akan berusaha naik ke atas agar dia tetap survive. Sebab makin berada pada lapisan bawah, maka tekanan pun makin besar.
Melalui tulisan ini sekali lagi diingatkan kepada para para calon, apapun jabatan yang anda incar, itu akan memakan korban, sebab jabatan yang tersedia sedikit jumlahnya, sementara peminatnya cukup banyak. Sistem seleksi akan dilakukan dengan pola tertentu, termasuk sistem pemilihannya. Jika anda pada posisi tidak baik, agar tetap baik-baik saja, seharusnya memupusnya dengan satu kalimat “Bukan takdirku”. (R-1)
Recent Comments