PORTALLNEWS.ID – Ini hari terakhir Rafifah Karimah mengajar di Sanggar Bimbingan Sentul, Malaysia. Belasan anak migran di Negeri Jiran yang selama tiga hari belajar dengannya serentak memeluk dirinya.
“Akak jangan pergi, Akak udah kayak Cikgu, Akak aja yang ngajar kami, kami mau bisa baca,” ujar mereka terbata-bata sambil menahan isak tangis.
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila) itu mengelus kepala anak-anak didiknya satu persatu. “Akak janji, Insyaallah kalau suatu saat Akak main ke Kuala Lumpur, Akak akan ke sini,” ujar Rafifah dengan suara serak. Rinai mengambang di pelupuk matanya.
Tidak hanya anak-anak didik yang diajar secara langsung merasa kehilangan sosok “Cikgu” dari kegiatan Culture Education Program Youth Changemaker Volunteering Chapter Malaysia Batch VI ini, tetapi siswa lain yang tidak diajar langsung oleh Rafifah pun memberikan surat “cinta” untuk guru kesayangan mereka.
Dinda, salah satu siswa Sanggar Sentul dengan malu-malu menyodorkan selembar kertas buku yang berisi ungkapan hatinya.
“Saya sayang Kak Fifah, soalnya cantik. Semoga kakak ingat sama saya lagi, dan sehat-sehat ya. Kakak harus simpan nomor telpon saya. Saya sayang kakak. Kakak jangan lupain saya. Kakak, saya janji saya nggak nakal. Sayang Kak Fifah. Dari Dinda,” begitu isi surat yang ditulis Dinda untuk Rafifah.
Dengan penuh haru, dan rasa bungah yang tak terkira, Rafifah langsung memeluk siswa tersebut. “Insyaallah kalau Kakak main ke Kuala Lumpur, Akak main ke sini ya jumpa Dinda,” tutur Rafifah yang serasa kehilangan kata-kata mengungkapkan keharuannya. Hanya janji yang bisa dia ucapkan sebagai bentuk harapan akan pertemuan di masa depan.
Changemaker Indonesia
Rafifah Karimah merupakan salah satu peserta Changemaker Indonesia yang diselenggarakan Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Malaysia. Ada 18 peserta dari berbagai latar belakang mulai dari dosen, aktivis, dan mahasiswa yang lolos pada kegiatan Changemaker Indonesia tahun 2023 ini. Mereka melakukan berbagai kegiatan selama empat hari di Sentul, Kuala Lumpur, Malaysia, mulai 30 Mei hingga 2 Juni 2023.
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan adalah mengajar di Sanggar Bimbingan Sentul, melatih siswa membuat eko enzim, pemerikaaan kesehatan dan pelatihan keterampilan wirausaha kepada warga negara Indonesia yang tinggal di Sentul.
Menurut Rafifah, warga negara Indonesia yang dilayani di Sentul merupakan warga migran yang nondokumen karena tidak memiliki dokumen yang sah seperti Kartu Keluarga (KK), akte kelahiran, paspor, dan surat perizinan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan warga migran di Sentul minim akan akses pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
“Saya sebagai mahasiswa pengguna beasiswa, saya merasa bahwa anak-anak migran itu juga berhak untuk mendapatkan beasiswa, mendapatkan pendidikan yang baik dan layak seperti kita di Indonesia,” ujar Rafifah saat diwawancara Jumat (9/6/2023), di kampus Unila.
Mahasiswa penerima Bintang Beasiswa Glow and Lovely Unilever ini menceritakan pengalaman dan kesan-kesannya selama mengikuti kegiatan Changemaker Indonesia di Malaysia.
Menurut Rafifah, kegiatan pertama peserta Changemaker di negeri jiran tersebut adalah interculture, yaitu mengenal budaya Malaysia dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada warga Malaysia, salah satunya dengan mengunjungi MalaysiaTourism Centre. Setelah itu, peserta yang didampingi tim KBRI mengunjungi Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) untuk melihat langsung praktik dan metode pembelajaran di sekolah tersebut.
“Kami mengamati cara belajar di sana untuk nanti diterapkan di Sanggar Bimbingan Sentul,” tuturnya.
Di Sanggar Bimbingan Sentul, Rafifah bersama empat peserta lainnya yang masuk dalam Divisi Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan program pembelajaran bagi 15 siswa usia SD. Pada kegiatan ini, Rafifah mengaplikasikan gagasannya yang telah dipresentasikan saat proses seleksi para April 2023 lalu, yaitu pembelajaran interaktif padanan kata Malaysia ke Indonesia menggunakan permainan puzzle.
Rafifah mengatakan, semua siswa di Sanggar Sentul menggunakan bahasa Malaysia dan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-harinya. Bahkan, hampir sebagian besar anak tidak bisa berbahasa Indonesia. Oleh sebab itu, dia tergerak untuk melatih anak-anak berbahasa Indonesia dimulai dari hal yang sederhana dalam kebiasaan sehari-hari di sekolah.
“Misalnya rautan pensil itu mereka menyebutnya korek pensil, penggaris mereka bilangnya pembaris, penghapus itu pemadam, dan tas mereka menyebutnya bag. Jadi, benar-benar saya mengajarkan padanan kata yang simple yang digunakan sehari-hari,” urai Rafifah.
Hal yang membuatnya bangga, ternyata metode game puzzle berhasil membuat siswa interaktif dan aktif dalam pembelajatan. Setelah berhasil menyusun gambar puzzle, dengan antusias siswa menyebutkan nama gambar tersebut menggunakan bahasa Indonesia.
“Akak ini penggaris, benarkan Akak? Jadi anak-anak aktif banget bertanya,” ujar Rafifah.
Selain mengajarkan padanan kata Malaysia ke Indonesia, tim mereka juga mengajarkan lima sila Pancasila melalui lagu, menanamkan rasa nasionalisme melalui pelajaran sejarah dan silsilah geografis Indonesia, serta mengajarkan etika dan pendidikan karakter melalui story telling.
“Pembelajaran interaktif bagi anak-anak di usia dini itu sangat berpengaruh. Biasanya kalau dari cerita guru di sana, setiap hari ini ada saja kejadian nakal, berantem, mecahin kaca, Alhamdulillah selama kami mengajar di sana tidak ada kejadian seperti itu karena mereka terlibat aktif dalam belajar,” tuturnya.
Ingin Dirikan Sekolah di Malaysia
Rafifah mengaku sudah tertarik dengan dunia pendidikan sejak kecil. Bahkan saat masih duduk di bangku SD di dusun Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan, dia sudah mulai mengajarkan teman-temannya membaca. Ketika di jenjang SMP, Rafifah membuka lembaga bimbingan belajar sendiri dan diamanahi puluhan anak-anak untuk diajari membaca, menulis, da menghitung. Namun, ketika masuk ke SMA Internasional Palembang, kegiatannya tersebut terhenti karena harus tinggal di asrama dan fokus belajar.
“Ya akhir saat kuliah ketemu program Changemaker Indonesia ini, saya langsung tertarik untuk ikut,” ungkapnya.
Program Changemaker Indonesia membangkitkan kembali jiwa pendidikan yang sudah tertanam sejak kecil dalam dirinya. Apalagi saat melihat kondisi anak-anak migran di Negeri Jiran yang masih belum mendapatkan pendidikan layak dan berkualitas.
“Saya pengen buat sekolah di Malaysia, setidaknya melalui kerja sama dengan pemerintah dan NGO, saya juga ingin menjadi pengusaha sukses,” ujar mahasiswa Prodi Agribisnis ini saat ditanya tentang cita-citanya.
Untuk meraih impiannya itu, Rafifah menargetkan lolos beasiswa LPDP untuk melanjutkan pendidikan S-2 ke luar negeri.
“Kalau sudah lulus S-1 ini mau nyari beasiswa LPDP, kuliah ke luar negeri,” tuturnya. (RINDA MULYANI/R-1)
Recent Comments