PORTALLNEWS (Bandar Lampung) – Nurhasanah (54 tahun) duduk dipinggir jalan ZA Pagar Alam, Rabuhan Ratu, Kedaton, Bandar Lampung, tidak jauh dari meja dagangannya.
Selembar kain panjang dia ikat sedemikian rupa hingga menjadi atap yang menaunginya dari sengatan panas matahari.
Matanya awas memandangi pengendara yang lalu lalang di jalan. Tak jarang, dia bersiap berdiri ketika melihat kendaraan yang melambat, tapi seketika harapannya pupus saat kendaraanya itu kembali melaju.
Di atas meja, masih ada sebelas bungkusan kerupuk singkong mentah yang belum terjual. Nurhasanah menata dagangannya dengan menumpuk dua bungkus-dua bungkus kerupuk singkong agar tampak penuh dan menarik perhatian pembeli.
Nurhasanah mengatakan, di masa Pandemi Covid-19, dagangannya jarang habis terjual. Sehari hanya laku 2-3 bungkus. Jika lagi beruntung, paling banyak terjual 10 bungkus.
Setiap hari, dia mengambil 15 bungkus kerupuk singkong mentah dari orang lain, dan menjajakannya di pinggir Jalan ZA Pagar Alam. Dia duduk di pinggir jalan ini sejak pagi hingga sore hari.
“Kerupuk ini bukan punya saya, saya ambil dari bos saya. Sebulan saya setor ke bos Rp700 ribu ,” tuturnya, Senin (20/9/2021).
Menurut Nurhasanah, sebelumnya, dia bekerja sebagai karyawan di usaha catering orang lain, tapi sejak pandemi Covid-19, bisnis catering tersebut sepi pelanggan sehingga dia ikut kehilangan mata pencarian.
“Suami saya yang bekerja sebagai kuli bangunan juga sepi job, akhirnya saya jualan kerupuk singkong ini buat bantu-bantu suami,” ujar Nurhasanah.
Apalagi, lanjutnya, dua anaknya yang saat ini duduk di bangku SMP dan SMA harus memiliki kuota setiap bulannya agar bisa belajar daring.
“Satu anak saya SMA, yang satunya masih SMP, setiap bulannya harus membelikan kuota karena sekarang kan sekolahnya online,” tuturnya.
Nurhasanah menyeka peluhnya menggunakan ujung jilbab yang dia pakai. Selembar kain panjang tak bisa menahan panas matahari yang menyegat siang itu.
Menurut wanita paruh baya ini, dia tidak bisa berdiam diri dan hanya berpangku tangan di rumah. Sejak berhenti membantu bisnis katering bosnya yang lama, Nurhasanah mencari bos baru, yaitu bos kerupuk singkong di daerah Kampung Baru, dekat tempat tinggalnya.
Himpitan ekonomi yang semakin berat sejak pandemi melanda Indonesia menambah beban dia dan suaminya. Penghasilan tak menentu, sementara biaya makan dan kebutuhan sekolah anak terus berjalan.
“Keluarga kami juga nggak pernah menerima bantuan dari pemerintah, bahkan bantuan KIP anak saya pun belum keluar keluar di sekolahnya,” kata Nurhasanah memelas.
Walau berat, dia tidak mau hanya mengeluh dan menyerah dengan keadaan, Nurhasanah dengan sabar melakoni usaha jualan kerupuk singkong untuk mengais rezeki di masa pandemi. (MG-1)
Recent Comments