Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung
PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Dunia pendidikan Provinsi Lampung dihebohkan dengan adanya Penyelenggara Pendidikan Tinggi membuka program sarjana hanya satu tahun. Komentar menohok diberikan oleh Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Provinsi Lampung, yang intinya program itu tidak sesuai aturan dan melanggar aturan. Tulisan ini mencoba melihat dari sisi lain dengan mengedepankan analisis komprehensif berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan sarjana.
Penyelenggaraan program regular dalam arti mereka yang calon mahasiswanya berasal dari tamatan SLTA murni belum bekerja sebagai profesi tertentu sesuai program studinya; harus menempuh minimal rata-rata 144 SKS dengan durasi 8 -10 semester atau 4 – 5 tahun (Permendikbud No 49 Tahun 2014). Begitu juga sekolah keagamaan yang diatur oleh Kementerian Agama, aturannnya relatif sama, bahkan beberapa acuan hanya sebatas duplikasi saling menguatkan.
Sementara itu pemerintah melalui Permenristekdikti No 26 Tahun 2016 memberikan pengakuan kepada mereka yang sudah bekerja minimal 2 tahun dan atau pernah kuliah ingin menyelesaikan studinya dapat melalui program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Mahasiswa dapat mengajukan apa saja yang pernah diperoleh pengalaman belajar selama ini dengan menunjukkan bukti-bukti yang sah dan diakui kebenarannya. Pemerintah melalui pedoman RPL pada tahun 2021 telah menunjuk 63 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta dengan 453 Program Studi, untuk lebih jelasnya tata aturan dapat mengakses pada rpla.kemdikbud.go.id.
Setelah kita dalami ternyata Universitas Terbuka adalah Perguruan Tinggi Negeri yang memiliki aturan lengkap tatacara RPL untuk mahasiswanya; dan ini menjadi rujukan bagi perguruan tinggi yang ditunjuk lainnya. Lebih lanjut ternyata tidak ditemukan mahasiswa sekalipun melalui program RPL yang menyelesaikan program sarjana hanya satu tahun; mengingat persyaratan yang selalu mengacu pada mutu dan kepatutan.
Jika ada perguruan tinggi, termasuk yang ada di Lampung, manakala melakukan pembelajaran untuk tingkat sarjana hanya dilakukan selama satu tahun ada sejumlah hal yang perlu dijadikan tolok periksa:
Pertama, apakah perguruan tinggi tersebut masuk pada daftar 63 perguruan tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah. Jika termasuk yang ditunjuk, maka perguruan tinggi pembina wajib memberikan pembinaan sesuai dengan arahan Dirjen Dikti. Jika tidak termasuk perguruan tinggi yang ditunjuk, maka masyarakat wajib melaporkan kepada yang berwajib ini merupakan penipuan publik.
Kedua, apakah perguruan tinggi tersebut memiliki aturan dalam Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) secara terbuka dan atau diunggah pada laman resminya. Jika ada maka perlu dicermati apakah memiliki kisi-kisi sesuai tuntutan Permenristekdikti No 26 Tahun 2016. Jika tidak maka lembaga ini harus memberikan penjelasan terbuka. Sebaliknya, jika tidak memiliki kisi-kisi sesuai ketentuan, maka perguruan tinggi tersebut diduga melakukan pelanggaran administratif kademik yang mengarah pada penipuan.
Ketiga, lakukan pengecekan apakah perguruan tinggi tersebut ada namanya pada laman Pangkalan Data Perguruan Tinggi Republik Indonesia. Jika ada tinggal menelusuri status akreditasinya, terutama program studi yang boleh menyelenggarakan RPL; ketentuan yang ada ialah program studi harus berakreditasi Unggul. Jika tidak ada pada laman Pangkalan Data Dikti, maka sudah dapat diindikasi perguruan tinggi itu statusnya dipertanyakan keabsahannya.
Demikian sebagai pedoman ringkas melengkapi apa yang telah dikemukakan oleh Ketua ISPI Lampung dalam penjelasannya di media massa beberapa waktu lalu. Untuk masyarakat jangan tergiur untuk membeli ijazah, karena sekarang ijazah apapun yang kita miliki, dari perguruan tinggi manapun asalnya di negeri ini, semua datanya sudah terekam pada Pangkalan Data Perguruan Tinggi. Untuk insan pendidikan, mari kita kawal republik ini dari para pencundang pendidikan, karena mereka hanya akan merusak citra negeri ini demi meraup cuan dengan mudah. (R-2)
Recent Comments