PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Sebanyak 128 kepala laboratorium dan laboran Universitas Lampung (Unila) mengikuti lokakarya “Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Universitas Lampung” yang digelar di Ballroom Hotel Radisson, Senin-Selasa, 9-10 September 2024.
Kegiatan dihadiri oleh Rektor Unila Prof Lusmeilia Afriani bersama para wakil rektor. Panitia menghadirkan narasumber dari Unit Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor (IPB University) Dr. Mohammad Khotib, S.Si.,M.Si., dan Mohammad Zaky, STP, M.K3.
Wakil Rektor Bidang Akademik Dr. Eng, Suripto Dwi Yuwono yang juga penanggung jawab PRPTN 2024 mengatakan, kegiatan lokakarya hari ini merupakan rangkaian dari Program Revitalisasi Perguruan Tinggi Negeri (PRPTN) Tahun Anggaran 2024.
Menurut Eng Suripto, PRPTN terbagi atas kegiatan insfrastruktur berupa rehabilitasi laboratorium, pengadaan peralatan laboratorium sesuai kebutuhan yang telah diajukan oleh program studi, serta pengembangan SDM melalui pelatihan dan sertifikasi kompetensi.
“Pada hari ini kegiatan diikut oleh seluruh kepala laboratorium yang ada di Unila. Beberapa laboratorium basah menghasilkan limbah berbahaya B3, seperti Fakultas Kedokteran, Fakultas Pertanian, Fakultas MIPA, itu menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Hari ini kita dengarkan sharing narasumber dari Unit Laboratorium Terpadu IPB bagaimana sistem pengelolaan limbah B3 yang baik,” ujarnya.
Eng Suripto mengingatkan, pihak laboratorium di semua program studi untuk tidak membuang limbah B3 ke lingkungan. Limbah B3 dikumpulkan dan dikemas sesuai SOP, lalu dikirimkan ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Unila. Selanjutnya, TPST akan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengelolaan dan pemusnahan limbah B3.
Eng Suripto juga melaporkan, untuk kegiatan pelatihan sertifikasi kompetensi telah selesai dilakukan di tingkat fakultas-fakultas. Ada sekitar 14 kompetensi yang telah dimiliki oleh laboratorium Unila. Berdasarkan hasil visitasi Badan Nasional Seritifikasi Profesi (BNSP), ada delapan skema sertifikasi kompetensi yang telah disetujui BNSP, diantaranya yaitu skema sertifikasi Juru Las, Inspektor Organik Tanaman, Teknisi Survei Terestris, Budidaya Ikan, Supervisor K3, Rekayasa Radio Frekuensi, dan Manajer Produksi.
Dia juga menargetkan 46 skema sertifikasi kompetensi yang diajukan prodi akan divisitasi oleh BNSP pada pertengahan tahun ini. “Kami mendorong setiap prodi mengajukan minimal satu skema sertifikasi kompetensi,” tuturnya.
“Semoga kegiatan PRPTN ini dirasakan dampaknya oleh semua, ini merupakan usaha Unila agar green university bisa tercapai,” pungkasnya.

Targetkan Tempat Pengelola Limbah B3 Skala Besar
Rektor Unila Prof Lusmeilia Afriani mengapresiasi rangkaian kegiatan PRPTN yang merupakan aksi nyata dalam meningkatkan kualitas dan reputasi Unila. Dengan adanya PRPTN, Unila terus bergerak menyamakan kedudukan dengan PTN-PTN lain yang ada di urutan teratas nasional.
Melalui PRPTN, ujar Lusmeilia, Unila dituntut untuk mengembangkan akademik dan nonakademik serta sumber-sumber ekonomi yang meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Salah satu target Unila ke depan adalah memiliki tempat pengelolaan limbah B3 skala besar di lahan Kota Baru, Jati Agung, Lampung Selatan, sebab di Sumatera belum ada tempat pengelolaan limbah B3. Semua limbah B3 dikirim ke Pulau Jawa untuk dikelola dan dimusnahkan.
“Lahan di Kota Baru, 150 hektar itu kan luas, salah satu program kita, di sana itu dibuat pengelolaan limbah B3 skala besar. Kalau bisa terlaksana nanti, bisa mengakomodir seluruh pulau Sumatera karena saat ini pengelolaan limbah B3 masih ke Pulau Jawa,” tutur Lusmeilia.
Meski di tahap awal nanti, belum bisa menampung semua limbah B3 yang ada di Sumatera, tetapi ke depannya akan terus dikembangkan secara bertahap, minimal bisa menampung seluruh limbah B3 di Provinsi Lampung.
“Ini sebagai salah satu core bisnisnya Unila juga. Itu rencana program kita ke depan,” kata Lusmeilia.
Sebelumnya Unila pernah mendapat bantuan fasilitas pengelolaan limbah B3 dari Kementrian LHK untuk skala lab, seperti di Fakultas MIPA, Fakultas Fakultas Pertanian, dan Fakultas Kedokteran yang menghasilkan limbah B3.
Narasumber dari IPB, Dr. Mohammad Khotib menjelaskan tentang Sistem Pengelolaan Limbah B3 yang diterapkan di Unit Laboratorium Terpadu IPB, mulai dari peraturan pengelolaan limbah B3, ruang lingkup pengelolaan limbah B3, daftar atau jenis-jenis limbah B3, hingga proses penyimpanan, pengemasan, pengumpulan hingga pemanfaatan limbah B3.
“Masa penyimpanan limbah B3 maksimal 90 hari, oleh karena itu harus diperhatikan kapasitas penyimpanan dan volume limbah B3-nya,” kata M Khotib.
Sebab, lanjutnya, beberapa limbah B3 rentan meledak atau menyebabkan cemaran udara dan iritasi pada kulit berupa gatal-gatal.
Untuk penyimpanan sementara limbah B3 di laboratorium, dia menyarankan agar diberi wadah berbeda warna untuk setiap jenis limbah B3 serta diberi label waktu, sehingga limbah tidak sampai melewati batas waktu penyimpanan.
“Dan, untuk petugas limbah B3 di laboratorium prodi harus punya kompetensi, kalau di IPB ada dua petugas khusus yang telah disertifikasi atau memiliki lisensi dalam mengelola limbah B3,” tuturnya. (RIN/R-1)
Recent Comments