PORTALLNEWS.ID (Tanggamus) – Tim dosen Program Studi (Prodi) Magister Manajemen Wilayah Pesisir dan Laut (MWPL) Pascasarjana Universitas Lampung (Unila) menggelar kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Pekon Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, Rabu, 8 Februari 2025.
Tim dosen MWPL bersama masyarakat melakukan penanaman mangrove di pinggir pantai, kemudian dilanjutkan dengan diskusi terkait strategi memajukan ekowisata Teluk Kiluan. Kegiatan melibatkan sekitar 50 peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, masyarakat, NGO Mitra Bentala, dan Ikatan Penyuluh Perikanan (IPKANI) Provinsi Lampung.
Hadir dalam kegiatan Camat Kelumbayan, Ketua Prodi MWPL, serta Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (MIL).
Ketua Program Studi MWPL, Dr. Nur Efendi, dalam sambutannya menyampaikan, Teluk Kiluan merupakan aset provinsi Lampung yang sangat terkenal dengan wisata lumba-lumba di laut lepas. Namun, saat ini destinasi Kilauan jarang terdengar, bahkan cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan dengan daerah lain.
“Bisa jadi ada persoalan atau kendala dalam pengelolaan objek wisata, sehingga destinasi Kiluan kurang menarik minat kunjungan wisatawan. Melalui diskusi ini kita akan bahas bersama apa strategi yang tepat untuk memajukan kembali wisata Teluk Kiluan ini,” kata Nur Efendi.
Dia menyatakan, perlu kerjasama antarpihak guna memperkuat Teluk Kiluan sebagai destinasi ekowisata yang diandalkan Provinsi Lampung. Publikasi di media sosial dapat menjadi salah satu strategi efektif mempromosikan objek ekowisata Kilauan.
Nur Efendi menegaskan, Unila memiliki Prodi Magister Manajemen Wilayah Pesisir dan Laut yang dapat membantu memajukan sektor pesisir dan laut Provinsi Lampung, terutama ekowisatanya.
“Dengan dukungan dosen Unila yang sebagian besar bergelar guru besar dari berbagai disiplin ilmu menjadi aset dan kekuatan bagi kemajuan wilayah pesisir dan laut di Provinsi Lampung,” tuturnya.
Dalam diskusi tersebut, Camat Kelumbayan Derius Putrawan memaparkan data penduduk dan potensi yang dimiliki Kelumbayan. Kecamatan Kelumbayan memiliki sekitar delapan desa/pekon yang letaknya di wilayah pesisir.
“Wilayah ini merupakan potensi wisata bahari, kita dapat melihat atraksi lumba-lumba, mandi di laguna, memancing dan bahkan keindahan pantainya cukup eksotik,” ujar Derius.
Dia berterimakasih atas kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang digelar Magister MWPL Unila, terutama kegiatan penanaman mangrove. “Ternyata, menarik bila dikembangkan wisata konservasi dengan menanam mangrove,” katanya.
Derius mengungkapkan, sebenarnya Unila dan Pemerintah Kabupaten Tanggamus sudah memiliki MoU, tinggal diperkuat dengan berbagai program dan kegiatan.
“Kami berharap kegiatan ini tidak berhenti disini tetapi ditindaklanjuti dengan kegiatan pendampingan kepada pemerintah Pekon dan masyarakat sehingga berdampak terhadap kemajuan Pekon Kiluan Negeri,” harapnya.
Pantai Teluk Kiluan merupakan wilayah yang memiliki ekosistem penting bagi kehidupan biota dan nelayan. Bahkan, wilayah ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Selain lumba-lumba, di Teluk Kiluan juga terdapat penyu yang masuk kategori satwa yang dilindungi.
Salah satu peserta diakusi, Dirhamsah menyampaikan sejumlah tantangan yang masih dihadapi, seperti masalah sampah. Oleh sebab itu, dia menyarankan, perlu dilakukan penguatan kelompok-kelompok masyarakat yang sudah ada, seperti kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas), melalui peningkatan kapasitas, termasuk dukungan sarana dan prasarana.
Hal yang sama disampaikan oleh Rashid selaku Ketua RT setempat. “Sampah juga menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh aparatur pekon, dan bahkan pengelolaannya belum dilakukan dengan baik. Kami berharap agar ada solusi dari para pihak untuk membantu penanganan sampah,” ujarnya.
Tingkatkan Peran Masyarakat
Dalam forum diskusi tersebut, Dosen Sosiologi Pedesaan Dr. Erna Rochana menyampaikan, penyelesaian masalah di Kelumbayan tidak dapat dilakukan oleh salah satu pihak saja, perlu adanya dukungan dari masyarakat. Peran serta masyarakat perlu ditingkatkan.
Menurutnya, kesadaran tentang “desa membangun” mesti dimaknai sebagai pembanguan sumber daya manusia, bukan hanya sekedar fisik.
“Mangrove yang kita tanam sejatinya juga harus kita pelihara agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Jauh-jauh kita tanam, jika kepedulian untuk menjaga dan memelihara tidak tumbuh, maka akan sia-sia,” tuturnya.
“Paradigma pola asuh dalam konteks hubungan sosial antara manusia dan tanaman perlu dibangun,” tambah Erna.
Sementara, Pakar Biologi Kelautan Unila Prof. Endang Linirin menyoroti tentang keberadaan terumbu karang yang ada di Teluk Kiluan, membuat alam bawah laut Kiluan cukup eksotis. Ditambah lagi dengan keberadaan karang yang menyerupai gua di kedalaman 10 meter dengan arus yang cukup kuat.
“Bagi penyelam (diver), ini merupakan wisata yang menarik dan memiliki sensasi tersendiri,” ujarnya.
Endang menekankan pentingnya membangun wilayah Kiluan sebagai Marine Eco Edu Tourism atau wisata laut sebagai tempat pembelajaran atau pendidikan.
Sementara itu, Hari Kaskoyo, ahli di bidang kehutanan menggarisbawahi pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam menjaga kawasan konservasi yang ada di Kiluan, baik pemerintah desa, pemerintah daerah, Unila, NGO, dan masyarakat.
Hal senada disampaikan oleh Dr. Abdullah Aman Damai, dosen ekowisata di Program Studi MWPL. “Kawasan konservasi hutan mangrove, penyu, dan terumbu karang yang dikelola dengan baik dapat menjadi objek wisata yang potensial di Kiluan,” katanya. (R-1)
Recent Comments