PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Isnina membuka tutup kotak yang menutupi sarang lebah jenis Tetrigona vidua, lebah-lebah kecil beterangan, ukurannya hampir mirip lalat buah.
“Ini lebah tetrigona, lebah tanpa sengat, sayap putih. Madu yang dihasilkan lebah tetrigona ini mahal karena ketersediaan lebah tetrigona ini di alam, sangat sedikit. Di Suhita tersedia madu ini, tapi nggak banyak, jadi kalau mau beli ngantri, harganya sekilo Rp1,5 juta,” ujar Isnina sambil membersihkan dan mengelupas ujung sarang berisi madu.
Setelah itu, dia menggunakan pipet tetes untuk menyedot madu, dan memberikan kepada pengunjung yang datang ke Suhita Bee Farm di Jalan Batin Mangku Negara, Batu Putuk, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung, Rabu (19/1/2022).
Hari ini ada belasan pengunjung dari BPOM Bandar Lampung yang berkunjung ke Suhita Bee Farm yang terletak di lembah dalam hutan Batu Putuk. Menurut Isnina, peternakan lebah di Batu Putuk ini dikhususkan untuk edukasi lebah. Ada sekitar 40 kotak koloni lebah di peternakan tersebut, hanya di panen untuk menerima kunjungan berbagai instansi, organisasi, sekolah, perguruan tinggi dan komunitas yang belajar tentang lebah ke Suhita Bee Farm.
Untuk bahan baku madu Suhita sendiri, ujar Isnina, diperoleh dari delapan lokasi Suhita Bee Farm yang sebagian besar berada di wilayah Way Kanan, Pesisir Barat, Muara Dua Sumatera Selatan, Kalianda Lampung Selatan, dan di Hutan Kampus Institut Teknologi Sumatera (ITERA).
“Untuk lebah jenis Trigona dalam satu bulan bisa panen 100-200 kilogram madu, jenis Apis mellifera bisa panen 2-3 ton madu setiap dua minggu sekali,” tuturnya.
Selain madu dari peternakan sendiri, kata Isnina, Suhita juga menampung madu dari petani lebah mitra yang telah mendapatkan edukasi tentang beternak lebah secara benar. Mulai dari memperhatikan ketersediaan vegetasi pakan lebah, proses panen madu, penurunan kadar air madu, hingga pengemasan madu yang bersih dan higyenis.
“Jadi kalau kita panen madu itu tidak ada yang diperas apalagi jenis lebah Apis mellifera, ini kan jenis lebah menyengat dan sarang-sarangnya hexagonal, kalau diperas, biasanya ada larva atau anakan lebah ikut terperas, diduga mengandung bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan serius botulisme,” urai ibu tiga anak ini.
Di Suhita Bee Farm, lanjut Isnina, panen madu lebah Apis dilakukan dengan cara ditiris, sedangkan Trigona disedot menggunakan alat vakum khusus dari bahan foodgrade yang terjamin higienitasnya.
“Jadi tidak ada yang terbawa selain madu, bersih, clean, setelah itu disaring dan diturunkan kadar airnya sesuai standar nasional,” jelasnya.
Untuk penurunan kadar air, Suhita Bee Farm tidak menggunakan proses pemanasan maupun pemasakan, tapi menggunakan metode dehumidifikasi yaitu dengan menghamparkan madu pada nampan foodgrade di ruangan tertutup serta kedap udara menggunakan suhu dibawah 35 derajat celcius.
“Diuapkan disana, cukup lama, kalau 500 kilogram madu bisa sampai 10 hari. Nanti molekul air yang menguap dari madu itu akan ditangkap olah alat namanya dehumidifier. Jadi, untuk madu Apis mellifera yang awal panen kadar airnya sekitar 23% diturunkan menjadi 18%, dan madu Trigona dari kadar air panen 28% diturunkan menjadi 20%, ini sudah sesuai standar SNI,” urai Isnina.
Proses penurunan kadar air dan pengemasan Madu Suhita dilakukan di Rumah Kemas Suhita di Jalan Purnawirawan I, Langkapura, Kemiling, Bandar Lampung. Kemasan produk Madu Suhita mulai dari 200 gram, 350 gram, 385 gram, hingga 850 gram. Produk sudah tersedia retail di mal-mal besar di Bandar Lampung, apotik apotik besar, juga banyak reseller di toko-toko baby shop, serta penjualan online di beberapa market place.

Rugi Puluhan Juta
Isnina bersama suaminya Suyadi merintis peternakan madu sejak 2016, berawal dari lahan di Batu Putuk yang sekarang menjadi Suhita Bee Farm. Tiga tahun pertama adalah masa-masa suram karena dua kali gagal beternak lebah. Pernah membeli 30 kotak koloni lebah dengan harga Rp30 juta, tapi tidak ada ratu lebah di setiap kotaknya, sehingga dalam dua bulan, lebah kabur dan tinggal kotak kosong.
Tidak putus asa. Isnina dan suami kembali membeli lebah Trigona leavicep beberapa ratus kotak, tapi kembali gagal karena lebah yang dibeli dari Pulau Jawa itu tidak cocok hidup di Lampung sehingga tidak menghasilkan madu. Rugi lagi sekitar Rp10 juta.
“Saya itu waktu dua kali gagal itu udah putus asa, saya bilang sama suami udah dulu lah ya, kamu jualan madu ambil dari orang aja, kata saya. Suami saya nggak mau, kalau nggak swasembada madu sendiri untuk keluarga saya nggak mau jual madu, kata suami saya. Akhirnya dia terpacu belajar lagi, cari tahu lagi, belajar lagi, cari tahu lagi,” ujar Isnina.
Sampai akhirnya pada 2019, mereka bertemu dengan peternak lebah dari organisasi Inspirator Lebah Madu Indonesia (ILMI) yang mengajarkan tentang budidaya lebah yang benar. Mereka diedukasi bahwa sebelum budidaya lebah, harus paham dulu itu sumber pakan lebahnya. Kemudian mereka melakukan gerakan tanam pakan lebah (Gertakan). Setelah sekitar 10 bulan, vegetasi pakan lebah jadi, baru mulai beternak lebah.
“Kalau di Lampung, Sumatera yang paling bagus itu tanaman Acacia mangium, disini banyak banget, keluar madunya bukan dari bunga melainkan dari pangkal daun. Di setiap pangkal daun tanaman Akasia itu keluar titikan seperti titikan embun yang rasanya manis,” jelas Isnina.
Keunggulan lainnya, Acacia mangium tidak mengenal musim, bisa menghasilkan nektar sepanjang waktu. Vegetasi ini diperuntukkan bagi lebah Hetero trigona itama yang sangat banyak di Lampung. Sedangkan, untuk lebah Tetrigona vidua menggunakan resin pohon damar untuk membuat sarangnya sehingga lebah jenis ini hanya bisa dibudidaya di daerah Pesisir Barat dan Lampung Barat yang memiliki vegetasi pohon damar.
Menuju Pasar Ekspor
Sekitar tiga tahun learning by doing, jatuh bangun merintis peternakan lebah, akhirnya pada 2019, Suhita Bee Farm memanen madu perdananya. Isnina langsung mengurus semua perizinan mulai dari izin edar di BPOM, sertifikat halal, hingga sertifikat nomor kontrol veteriner (NKV) dari Kementrian Pertanian.
“NKV ini semacam sertifikat menjamin mutu produk asal hewan, jadi produk-produk madu yang asalnya bukan dari hewan, dari sirup gula atau sejenisnya atau campuran antara madu dengan sirup glukosa, itu tidak akan mendapatkan sertifikat NKV,” kata Sarjana Farmasi alumnus Universitas Tulang Bawang ini.
Saat ini, lanjutnya, Madu Suhita dalam proses audit dan verifikasi untuk mendapatkan sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP menjadi jaminan keamanan pangan melalui sistem yang dirancang sistematis dan terintegrasi sehingga produk Madu Suhita dapat bersaing di pasar internasional.
“Hari Kamis ini (20/1/2022), kami diaudit untuk mendapatkan sertifikat HACCP. HACCP ini biasanya peruntukkannya untuk ekspor. Target kami tahun ini Madu Suhita sudah bisa masuk ke pasar ekspor, yang udah minta itu Malaysia dan Korea,” tutur Isnina.
Untuk pasar lokal sendiri, lanjutnya, Madu Suhita sudah memiliki pelanggan di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, tapi paling banyak di Provinsi Lampung. Penjualan yang awalnya hanya sekitar Rp1-3 juta per bulan, saat ini sudah mencapai Rp30 juta perbulan.
“Saat pandemi kemarin, omset kami naik sampai 100%, penjualan tembus Rp70 juta sebulan,” ujarnya.
Binaan Bank Indonesia
Menurut Isnina, Bank Indonesia (BI) sudah membantu UKM Madu Suhita sejak panen perdana pada 2019 dengan membuatkan sertifikat halal untuk Madu Suhita.
“Saat menyerahkan sertifikat halal itu, saya ditawari, Ibu mau nggak jadi binaan BI, mau kata saya, sejak itu, pemasaran Madu Suhita dibantu oleh BI dengan diikuti ke berbagai pameran hingga ke Jakarta,” kata Isnina, dan UKM Madu Suhita telah menjadi anggota Industri Kreatif Syariah Indonesia (IKRA) Bank Indonesia sejak 2021.
Dia mengaku, bantuan promosi dan pemasaran dari Bank Indonesia sangat mendongkrak omset Madu Suhita. Selesai kegiatan pameran BI, banyak konsumen yang melakukan repeat order ke Madu Suhita.
“Jadi mereka nggak hanya beli pas acara saja, selesai kegiatan, mereka searching lagi cari tahu tentang Madu Suhita, kan kami sudah ada di market place, sudah ada di online, web, jadi mereka pesan lagi lah,” tuturnya.
Untuk meng-goal-kan target menembus pasar ekspor pada tahun ini, Isnina mencoba mengajukan proposal bantuan kepada Bank Indonesia meminta mesin penurun kadar air madu serta sarana prasana di Suhita Bee Farm Batu Putuk.
“Syarat ekspor produk madu itu kadar airnya harus 18%, makanya mesin penurun kadar air madu sangat kami butuhkan, semoga nanti proposal kami disetujui BI,” harapnya sambil tersenyum kecil.
Sementara, bantuan sarana prasarana di Suhita Edu Farm Batu Putu karena dia didorong oleh Kementrian Pertanian untuk menjadi Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) sehingga ke depan Suhita Edu Farm dapat mengeluarkan sertifikat budidaya madu yang diketahui oleh Kementrian Pertanian.
“Dari pihak Kementrian Pertanian sudah visitasi kesini, dan kita sudah tahap verifikasi berkas, semoga nanti kita bisa mengedukasi masyarakat tentang ternak madu yang benar,” tandasnya. (R-1)
Recent Comments