Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung
PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Beberapa waktu lalu saat turun dari kegiatan ritual subuh di mushala, berbincang dengan sesama jamaah dengan topik “ikhlas”. Tentu saja karena beragam pengetahuan dan kedalaman masing-masing pemahaman yang berbeda; maka pendefinisian tentang ikhlas ini beragam. Saat sampai di rumah, lanjut untuk menelusuri makna ikhlas yang sesungguhnya itu seperti apa. Hasil penelusuran digital ditemukan uraian yang sangat menarik jika dilihat dari konsep filsafat.
Imam Al-Ghazali merumuskan tentang ikhlas dengan suatu simbol — “seperti orang yang membakar suratnya sendiri setelah mengirimkannya, agar tak ada yang tahu selain Sang Maha Mengetahui dan tujuan surat itu dilayangkan” — adalah simbolis dan penuh makna batin. Bisa dibayangkan seseorang menulis surat untuk seseorang yang dicintainya. Setelah dikirimkan, kemudian salinan surat itu dibakar, agar tak ada yang tahu isi surat itu — hanya si pengirim dan si penerima.
Jika konteks ini disimbolkan kepada kita saat berdo’a maka, surat itu adalah amal perbuatan atau do’a, dan si penerima adalah Tuhan. Maka, membakar surat sama dengan menghapus jejak niat untuk dipuji, diingat, atau dihargai oleh siapa pun, selain Tuhan. Jika kita maknai secara filosofis, berarti kita sedang menutup ruang ego. Maknanya, jika kita menyimpan salinan surat (amal), bisa jadi kita ingin membanggakannya di masa depan — entah pada orang lain, atau pada diri sendiri. Oleh karena itu Imam Ghazali mengajarkan: “lepaskan semua itu. Jangan mengklaim kebaikanmu”.
Hal ini juga menunjukkan bahwa kita dapat melampaui kesadaran sosial; maksudnya dunia sosial penuh dengan pujian, validasi, suka/tidak suka — tapi ikhlas itu berlaku di ruang batin, sunyi dari keramaian. Dengan kata lain saat kita “membakar surat”, berarti kita menutup pintu dari keinginan dinilai oleh siapa pun kecuali “Dia”.
Hal ini juga menunjukkan totalitas ketulusan; maksudnya Ikhlas itu bukan setengah-setengah. Membakar surat berarti juga kita tidak menyisakan bukti, tidak ingin diakui — bahkan oleh diri kita sendiri. Oleh sebab itu pada posisi ini kita harus hati hati, bisa jadi dimana kita beranggapan bahkan berucap bahwa “aku telah ikhlas”; itupun bisa jadi jebakan ego, sekaligus sesungguhnya menunjukkan ketidakihlasan.
Lebih jauh para sufi mengatakan bahwa ikhlas itu makna spiritualnya: mengandung laku fana (lenyapnya aku) — bahwa dalam amal sejati, “aku tak penting, yang penting adalah Dia”. Oleh karena itu ada ungkapan sufi yang terkenal mengatakan :”Ya Allah, aku berbuat bukan karena aku mulia, tapi karena Engkau pantas menerima segalanya.”
Oleh sebab itu jika kita refleksikan dengan sejumlah pertanyaan: apakah kita benar-benar rela berbuat baik tanpa disadari siapa pun termasuk diri kita?. Bisakah kita tetap berbuat baik walau tak pernah ada yang tahu, mengingat, atau membalas?. Tentu jawabannya sangat subyektif dan sangat personal.
Salah satu nukilan tentang ini adalah satu pernyataan sufi dari Abu Yazid al-Bistami yang mengatakan “orang yang masih melihat dirinya ikhlas, sejatinya belum ikhlas.” Yang maknanya: selama masih merasa bahwa “akulah yang ikhlas”, itu berarti masih ada aku di sana. Ikhlas sejati adalah saat kau beramal dan bahkan lupa bahwa dirinya telah beramal. Dengan kata lain amal yang ikhlas adalah amal yang tak diketahui siapa pun, bahkan oleh diri sendiri.
Oleh karenanya, dalam jalan sufi, seseorang tidak mengejar ikhlas, karena jika kita mengejarnya, berarti kita masih mengejar sesuatu. Sementara yang kita kejar adalah mahabbah (cinta) kepada Allah. Dari cinta yang tulus, muncullah amal yang ikhlas — tanpa dipaksa, tanpa dibuat-buat. Oleh karenanya Rābiʿah al-ʿAdawiyyah berkata “Aku menyembah-Mu bukan karena takut neraka, dan bukan juga karena ingin surga, tapi karena aku mencintai-Mu.”
Ikhlas adalah keadaan batin yang hanya bisa diraih lewat cinta, kehancuran ego, dan kesadaran bahwa tiada daya selain dari-Nya. Oleh karena itu “amalmu bukan milikmu. Bila kau anggap itu milikmu, maka kau telah mengotorinya.”
Salam Waras (R-2)
Recent Comments