PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Laila Al Khusna berdiri di ruang galeri Batik Siger miliknya. Pandangannya menerawang jauh menembus jejeran kain batik tulis yang tersusun rapi di dalam galeri. Saat menarik nafas panjang, lamunannya terputus oleh suaranya sendiri.
Wanita kelahiran Solo ini mulai menghitung-hitung modal usaha yang tersisa. Even terakhir yang dia ikuti sebelum Pandemi Covid-19 adalah Lampung Craft, pada 14-15 Maret 2020. Setelah itu pemerintah Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Sejak itu hingga Agustus 2020, tidak ada satu potong kainpun yang terjual. Sementara, dia juga sudah mendaftar untuk ikut fashion show di New York, Amerika Serikat. Namun, Pandemi Covid-19 sedang menggila, hampir semua negara melakukan lockdown, dan pemerintah Indonesia melarang warganya bepergian ke luar negeri maupun antar provinsi.
Ujian yang cukup berat, penjualan sepi, even batal. Laila Al Khusna menenangkan diri, duduk di bangku gelari. Wajahnya mulai tenang. Hatinya sudah mantap untuk membuat keputusan. Puluhan lebar uang dolar yang telah dia siapkan untuk mengikuti even fashion show di New York akan dia tukar dengan uang rupiah untuk menggaji 30 karyawannya. Usaha Batik Siger harus survive. Akan ada terang setelah gelap, akan ada kemudahan dibalik kesulitan.
“Mulai Maret sampai Agustus 2020 itu, sama sekali tidak ada penjualan satu potong kainpun, jadi uang yang seharusnya saya pakai untuk ke New York, dolarnya saya jual untuk membayar gaji karyawan supaya bisa tetap bekerja dan memproduksi batik,” ujar Bu Una, sapaan akrab Laila Al Khusna, Selasa (18/1/2022), diwawancara di Galeri Batik Siger, Kemiling, Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
Ibu tiga anak ini mengisahkan dahsyatnya dampak pandemi Covid-19 yang membuat banyak UKM terpuruk. Setelah Agustus 2020, kata Laila, Batik Siger mulai ada penjualan. Secara perlahan, seiring terkendalinya pandemi Covid-19, ekonomi masyarakat merangkak pulih. Kini, penjualan Batik Siger sudah mencapai 75% normal.
Apalagi, lanjutnya, pada Juli 2021, Batik Siger lolos sebagai salah satu UKM anggota Industri Kreatif Syariah Indonesia (IKRA) yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI) dan Yayasan Vivi Zubedi Indonesia. Bergabung menjadi anggota IKRA dengan puluhan UKM dari berbagai wilayah Indonesia, Bu Una mengaku Batik Siger sangat terbantu dalam ilmu baru bidang desain, penguatan branding, dan penguatan pemasaran.
“BI itu memberi kesempatan dan ilmu untuk UKM-UKM yang masuk di dalam kemitraannya, jadi pada Juli 2021, Batik Siger dikurasi dan lolos masuk anggota IKRA. Kebetulan dari Lampung itu yang masuk saya dan Pak Raswan Tapis, lalu kita diikutkan bootcamp online selama 1,5 bulan, dilatih oleh beberapa narasumber yang g luarbiasa,” tutur pencetus batik tulis motif Lampung peraih penghargaan Upakarti ini.
Dia memaparkan, pada kegiatan itu, dia mendapat ilmu baru tentang perekonomian syariah. Bahwa dalam ekonomi syariah tidak boleh monopoli. Jadi, para pelaku UKM harus berkerjasama dan saling menguatkan.
“Nanti kita membeli produk dasar batik ini bisa dari UKM lain, jadi jangan dari hulu-hilir kita semua, itu tidak boleh. Bagi saya ini ilmu yang luarbiasa, itu bermanfaat banget untuk kami,” kata nenek 6 cucu ini yang telah merintis bisnis kain batik sejak 2009.
Usai pelatihan, lanjutnya, peserta mendapat tugas mempraktekkan ilmu desain yang telah diperoleh saat bootcamp dengan membuat 5 potong outfit untuk ditampilkan pada fashion show ajang Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2021.
Pemasaran Sangat Terbantu
Menurut Bu Una, pihak BI terus membantu promosi Batik Siger di berbagai even. Selain pada ajang ISEF, BI juga menampilkan outfit Batik Siger pada fashion show Wastra Nusantara yang disaksikan oleh Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.
“Waktu Lampung Craft kemarin, produk kami juga diambil BI untuk dipamerkan di stand mereka, ini sangat membantu pemasaran kami,” tuturnya.
Dia mengatakan, saat ini, Batik Siger memiliki 30 karyawan yang hampir semuanya merupakan anak didiknya, yaitu lulusan LKP Batik Siger. Sebagian besar karyawan adalah perempuan yang awalnya adalah para ibu rumah tangga, remaja putus sekolah, ada juga penyadang tuna rungu tuna daksa.
“Saya sudah meluluskan sekitar 300 orang, ada yang membuka usaha sendiri, ada yang bekerja di usaha batik lain, dan ada yang ikut bekerja dengan saya,” tandasnya.
Batik Siger juga telah lama merambah pasar luar negeri dengan mengikuti exhibition ke berbagai negara, diantaranya di Amerika Serikat, Kairo, Iran, Turki, Abu Dhabi, Moscow, Kairo, Turki, Pretoria, Cap Town, dan Jerman. Pengalaman melakukan promosi dan pemasaran di luar negeri memberi banyak pengetahuan bagi Laila, ternyata masyarakat manca negara menghargai sangat tinggi karya seni, termasuk kain nusantara.
“Di luar negeri itu hampir semuanya suka yang warna alam, yang ramah lingkungan, jadi kalau ke luar negeri itu yang banyak kami bawa syal karena bisa langsung dipakai. Kalau jual bahan, orang tidak begitu tertarik, kecuali kolektor, karena njahit baju mahal sekali, jadi disana harus outfit,” jelasnya. (R-1)
Recent Comments