PORTALLNEWS.ID (Lampung Selatan) – Institut Teknologi Sumatera (ITERA) bekerja sama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dalam mendukung pelestarian keaneragaman hayati atau biodiversitas Bukit Barisan melalui Perkebunrayaan.
AIPI yang menjadi pusatnya para ilmuwan diharapkan dapat membimbing para dosen dan peneliti muda ITERA dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi, terutama di bidang pelestarian keanekaragaman hayati Sumatera.
ITERA sendiri telah memiliki Kebun Raya ITERA sebagai wadah konservasi Pamah Sumatera yang mengemban lima fungsi, yaitu konservasi, pendidikan, penelitian, edukasi, dan wisata.
Rektor ITERA, Prof. I Nyoman Pugeg Aryantha mengatakan, ITERA komitmen dalam mendukung proses konservasi flora khas Sumatera, terutama flora di Taman Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Tim ITERA telah melakukan eksplorasi di TNBBS dalam rangka mengoleksi spesies-spesies khas yang ada di hutan tersebut.
“(Berbagai jenis tanaman) dibawa ke Kebun Raya ITERA, dipelihara. Kita punya zona-zona pembudidayaan flora Pamah Sumatera. Saya pastikan kegiatan konservasi ini lebih intensif dengan dibantu AIPI untuk mencari pendanaan supporting, dan di AIPI semuanya adalah ahli-ahli. Belum tentu yang diambil di hutan TNBBS sudah teridentifikasi, bisa jadi yang kita temui spesies baru,” kata Rektor ITERA, Prof. I Nyoman Pugeg Aryantha, di sela kegiatan seminar berjudul “Pengendalian Kemerosotan Biodiversitas Bukit Barisan Melalui Perkebunrayaan”, Selasa (26/9/2023) di Gedung Kuliah Umum ITERA. Kegiatan seminar digelar secara hybrid, diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai instansi dan perguruan tinggi.
I Nyoman mengatakan, setiap tahun, ITERA menganggarkan sekitar Rp 1,2 miliar untuk operasional Kebun Raya ITERA, baik pemeliharaan, pembudidayaan, dan kegiatan lainnya.
“Tahun ini saya komit dengan anggaran yang ada, dan akan terus kita tingkatkan untuk pemeliharaan dan pembudidayaan tanaman yang ada. Memastikan keberhasilan kita mengelola kebun raya,” katanya.
Ketua AIPI, Prof. Dr. Daniel Murdiyarso mengatakan AIPI memiliki lima komisi, salah satunya Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar yang bisa berinteraksi dengan berbagai bidang ilmu di Perguruan Tinggu maupun instansi pemerintah.
“Bersama ITERA, kami mengangkat topik tentang keanekaragaman hayati. Tidak banyak negara, dan wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati seperti yang dimiliki oleh Provinsi Lampung,” ujarnya.
Oleh sebab itu, menjadi urgent untuk mengatasi kemerosotan biodiversitas melalui koleksi tanaman di kebun raya, berikut kajian-kajian ilmiahnya.
“Diskusi hari ini juga mendorong kepedulian ilmuwan-ilmuwan muda untuk berpikir ke depan. Dua hal ini menjadi konsen AIPI,” tuturnya.
Daniel menyatakan, konservasi flora dan fauna yang hampir punah menjadi tanggung jawab banyak pihak, baik pemerintah pusat, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan masyarakat.
TNBBS Terancam Masuk Danger List
Sementara, Kepala Bappeda Provinsi Lampung Mulyadi Irsan menjelaskan, pelestarian keanekaragaman hayati tidak lepas dari visi dan misi Gubernur Lampung terkait pembangunan berkelanjutan. Provinsi Lampung memiliki kawasan hutan hujan daratan rendah terluas di Sumatera, yaitu TNBBS yang juga salah satu warisan dunia. TNBBS menjadi habitat tanaman langka dan endemik, serta tanaman bernilai ekonomi.
Teridentifikasi 514 jenis pohon dan tumbuhan bawah, 128 jenis anggrek, 26 jenis rotan, 25 jenis bambu, 137 jenis tumbuhan ibat dan bunga langka.
“Ada bunga langka rafflesia arnoldi, bunga bangkai, rhizantes sp, dan lainnya” tutur Mulyadi.
Juga terdapat fauna langka dan endemik Sumatera, yaitu 122 jenis mamalia, 8 jenis primata, 450 jenis burung termasuk 9 jenis rangkong, 123 jenis herpetofauna, dan 53 jenis ikan.
“Namun, saat ini kawasan TNBBS terancam masuk danger list. Ini diakibatkan oleh deforestasi, perambahan, pembangunan jalan di dalam kawasan untuk pemanfataan panas bumi Sekincau-Suoh, serta pembalak liar,” urainya.
Pemerintah Lampung telah melakukan berbagai upaya pelestarian melalui kerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan NGO, serta melakukan patroli rutin dan penegakkan hukum bagi pelanggar di hutan kawasan.
“Saya berharap kegiatan seminar ini dapat menjadi substansi dalam penyusunan RPJP tahun 2025-2045,” pungkasnya. (RINDA/R-1)
Recent Comments