Oleh: Sudjarwo, Guru Besar Universitas Malahayati Lampung
PORTALLNEWS ID (Bandar Lampung) – Kesempatan menghadiri undangan istimewa dari Maha Guru Sejarah Prof. Muklis Paeni pada satu acara ilmiah bergengsi di ibu kota daerah ini; dengan kekhasan dari dahulu yang tidak berubah dalam membuat “guyon ilmiah”. Bagi mereka yang tidak paham memang sering tertawanya besok setelah acara usia. Sementara bagi mereka yang paham akan ontologi cerita sejarah yang diberi “bumbu” humor, maka urat gelinya akan menjadi-jadi saat mendengar paparan beliau.
Lengkap kisahnya demikian: Saat Prof. Muklis, begitu kami muridnya memanggil, mendengar ada tokoh masyarakat yang dipercaya oleh orang sekitar memiliki peninggalan pusaka dari nenek moyangnya di suatu daerah, maka naluri peneliti sejarahnya terusik untuk menemukenali pusaka itu. Dengan negosiasi yang sangat alot dan memakan waktu lama, serta syarat yang hampir tidak masuk akal, maka beliau diperkenankan mengambil pusaka itu dari atas loteng dengan perjanjian jika ada apa-apa akibat membuka pusaka itu mereka tidak tanggung jawab. Sebab menurut cerita dari mulut kemulut nenek moyang mereka sampai berperang melawan Belanda demi mempertahankan pusaka itu.
Setelah melalui ritual yang dipersyaratkan, Prof. Muklis membuka naskah itu, betapa terkejutnya beliau karena pembungkusnya berlapis-lapis. Terakhir beliau menemukan gulungan kertas kusam produk masa lalu; dan setelah dibaca ternyata yang dipercayai sebagai pusaka tadi adalah Surat Tagihan Pajak (“belasting”) dari VOC kepada nenek moyang mereka. Dengan sigap untuk tidak mempermalukan keluarga besar si empunya “pusaka”; beliau menggulung dan merapikan kembali seraya berkata berupa pesan dengan wanti-wanti untuk jangan ada yang boleh membuka pusaka itu lagi.
Nukilan di atas menggiring pemikiran semua kita, dengan meminjam kerangka berfikir Prof. Muklis, untuk segera menemukenali kembali produk budaya kita, baik yang berupa benda maupun tak benda guna dijadikan referensi generasi mendatang. Salah satu upayanya adalah mengubah “Pusaka menjadi Pustaka”. dengan kata lain suatu upaya untuk mendokumentasikan, merekam, atau menuliskan warisan budaya (pusaka) agar menjadi bagian dari literatur atau sumber ilmu pengetahuan (pustaka).
Tujuan dari proses ini agar: (1) Melestarikan budaya agar tidak hilang ditelan zaman. (2) Mewariskan pengetahuan secara lebih luas melalui tulisan, buku, arsip digital, dan media lainnya. (3) Mengedukasi generasi berikutnya mengenai identitas dan nilai-nilai lokal.
Upaya seperti ini bisa dilakukan dengan meneruskembangkan jargo-jargon seperti “Pusaka Dilestarikan, Pustaka Diciptakan”, “Menulis Budaya, Menjaga Warisan.”, “Dari Tradisi ke Tulisan – Mengubah Pusaka Menjadi Pustaka.”dan, “Pusaka Bercerita, Pustaka Berkisah.” Masih banyk lagi jargon yang dapat kita ciptakan untuk menumbuhlestarikan budaya bangsa ini agar tidak punah.
Apa yang telah diinisiasi beliau, kemudian menggandeng dinas terkait, untuk terus melakukan pelestarian produk budaya negeri ini perlu mendapatkan acungan jempol dan dukungan. Pada usia yang tidak muda lagi seorang sejarawan selalu ingin meninggalkan tapak sejarah pada masanya. Demikian halnya dengan daerah ini yang dalam inventarisasi beliau menunjukkan banyak memiliki produk budaya yang mendesak untuk di “pustakakan” dalam bentuk digital agar dapat terhindar dari kepunahan, dan juga untuk diteruslestarikan kepada generasi mendatang.
Seperti halnya masyarakat dimanapun di bumi ini yang pernah wilayahnya mengalami kolonialisme bangsa lain, selalu ditanamkan bibit pemecahbelah dalam segala bentuknya. Hal yang sama juga terjadi di walayah ini; oleh sebab itu diperlukan kearifan bagi penggiat budaya untuk saling menjaga maruwah dengan tidak merendahkan satu pihak dengan meninggikan pihak yang lain. Biarkan semua berjalan dengan keperbedaan, karena akan tampak mozaik indah yang akan menyejarah. Apalagi jika perselisihan hanya sekedar untuk menemukan pembenaran, maka generasi penerus akan enggan menjelang, sebab mereka lebih terbiasa dengan keharusan untuk beda.
Selamat berjuang kepada para penggiat sejarah dan budaya dimana saja berada karena untuk melestarikan yang dimiliki negeri ini pada masa yang akan, sangat ditentukan oleh kinerja para Tuan dan Puan pada hari ini. Biarkan musim berganti karena itu berarti roda sejarah sedang meniti; semoga negeri ini akan menjadi lebih baik dikelak kemudian hari.
Salam Waras (R-1)
Recent Comments