PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Lampung, Heffinur meresmikan patung Jaksa Agung RI, R Soeprapto berukuran 1,5 m x 1,3 m yang terpasang di tengah taman di Jalan Jaksa Agung RI, R Soeprapto, depan Kantor Gubernur, Rabu (27/03/2021).
Pembangunan taman tersebut dimaksudkan sebagai bentuk pembangunan tata kota dan penghargaan yang diberikan kepada R. Soeprapto yang telah berjasa sebagai pahlawan kebangsaan dalam penegakan hukum.
“Semoga dengan di resmikannya Monumen Tugu R Soeprapto kita semua bisa mengenang jasa R Soeprapto sebagai pahlawan kebangsaan. Tetaplah berkarya untuk bangsa serta menjadi pejuang keadilan di negeri ini,” ujar Heffinur saat menyampaikan sambutannya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Lampung, Fahrizal Darminto menyampaikan apresiasi dari Pemerintah Provinsi Lampung atas diresmikannya Taman dan Monumen R. Soerapto tersebut. Menurut dia, ini merupakan kebanggan bagi seluruh rakyat Lampung karena R. Soeprapto merupakan salah satu tokoh dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia.
“Keberadaan taman ini memberikan keindahan dan kenyaman bagi warga serta di harapkan keberadaan taman jaksa Agung R. Soeprapto ini juga menjadi ruang terbuka hijau bagi masyarakat. Dengan menikmati keindahan taman ini semoga dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat dan kejaksaan untuk terus menegakkan supremasi hukum dengan peraturan yang berlaku,” tutur Fahrizal.
Sementara itu, Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana mengaku siap menjaga dan merawat taman tersebut agar tetap cantik.
“Ini sudah cantik akan kita jaga dengan baik. Mudah-mudahan menjadi pandangan tercantik di Kota Bandar Lampung,” pungkasnya.
Mengenang Jaksa Agung R. Soeprapto
Jaksa Agung Soeprapto dikenal sebagai sosok yang memiliki kewibawaan besar dan gigih dalam mempertahankan hukum dan setiap undang-undang yang berlaku. Hal tersebut dicatat oleh sejarah melalui saksi-saksi hidup yang mengenal Soeprapto.
Dikutip dari kompas.com, Prof Seno Adjie, mantan Menteri Kehakiman era Soeharto yang pernah mendampingi Soeprapto mengisahkan bahwa Soeprapto tidak gentar mempertaruhkan nyawanya demi penegakkan hukum.
Suatu ketika, seorang jaksa menindak teman seorang Panglima atas dugaan kasus penyelundupan. Karena tak suka temannya ditindak, si Panglima tersebut mengeluarkan surat perintah untuk menahan si jaksa.
Mengetahui hal itu, Soeprapto menyambut Mayor yang ditugaskan melaksakan perintah tersebut. Soeprapto menaruh pistol di atas meja, dan mempersilakan sang Mayor untuk menahan si jaksa, dengan syarat harus melangkahi mayatnya terlebih dahulu.
Si Mayor pun merasa bingung dengan kenekatan Soeprapto. Ia pun terpaksa mundur teratur dan kembali pulang. Menurut Prof Seno Adjie, kejadian semacam itu terjadi berkali-kali.
Bahkan, ia sering bersitegang dengan pemerintah akibat kegigihannya dalam menentang dan memberantas semua penghambat terlaksananya ketertiban hukum dan undang-undang.
Dikutip dari historia.id, Prof. Dr. Andi Hamzah, mantan juniornya Soeprapto, juga memberikan kesaksian atas keteguhan sikap Soeprapto. Kesaksian ini, disampaikan Andi Hamzah dalam seminar Pengusulan Jaksa Agung R. Soeprapto sebagai Pahlawan Nasional pada 17 Maret 2021 lalu.
Menurutnya, Soeprapto pernah berdebat sengit dengan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo perihal kasus dugaan korupsi yang menyandung Menteri Luar Negeri Roeslan Abdulgani pada 1956.
Ali meminta Soeprapto mndeponir atau membatalkan kasus Roeslan. Ali berpendapat dakwaan terhadap Roeslan tidak bisa dilanjutkan meski Roeslan diberatkan oleh tiga orang saksi, tapi ada tiga saksi lain yang meringankan Roeslan. Jadi kasusnya seimbang.
Namun, Soeprapto menolak mentah-mentah argumen itu. Kasus hukum bukanlah pertandingan sepakbola yang bisa berakhir seimbang.
Ali terus mendesak Soeprapto. Dia mengatakan penuntutan terhadap seorang menteri dari partai besar bisa menyebabkan gejolak pemerintah.Soeprapto membalas, urusan gejolak dan pergolakan daerah adalah tanggungjawab pemerintah, tidak ada sangkutannya dengan kasus Roeslan.
Dalam pertemuan itu, tidak ada kesepakatan antara Ali dan Soeprapto. Karena bosan didesakan terus oleh Ali, Soeprapto akhirnya berkata kepada Ali. “Saya berada di bidang judicial service, bukan civil service,” tegas Soeprapto. Dia keluar ruangan sembari membanting pintu.
Soeprapto memegang teguh independensi lembaga dan profesinya sesuai undang-undang saat itu. Karena itu, dia menolak segala bentuk intervensi dari lembaga eksekutif. (MG-02).
Recent Comments