PORTALLNEWS.ID – Muslim Homeschooler (MHS) Lampung merupakan komunitas kumpulan keluarga yang menjalankan praktek homeschooling secara mandiri atau tunggal. MHD bermula dari kegelisahan orangtua yang menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan dengan beban mata pelajaran yang padat sesuai target kurikulum sekolah.
Ketua Komunitas MHS Lampung Rifkah Dewi, menjelaskan, ada dua konsep dasar yang harus dipahami orang tua dalam menerapkan metode pendidikan homeschooling pada anak.
Pertama, konsep home yaitu konsep pola pengasuhan yang menjadi tanggung jawab orang tua kepada anaknya dan dan paling mengerti buah hatinya.
“Instrumen pengasuhan dengan penuh cinta hanya bisa diberikan oleh orangtua kepada anak-anaknya dan kami ingin pola pengasuhan itu dikembalikan kepada Orang tua dan dihidupkan oleh orangtuanya” kata Rifkah Dewi, Jumat (19/1/2024).
Pola pengasuhan inilah, nantinya akan membentuk konsep diri anak, terbentuknya akhlak mulia, kemandirian anak dan karekter anak lebih kuat melekat pada diri anak.
Kedua, konsep school, yaitu sekolah yang artinya pendidikan dengan target menambah keilmuan, artinya keilmuan sang anak semakin bertambah seiring dengan pertambahan usia.
Konsep sekolah ini bisa diambil dari lembaga-lembaga pendidikan lainnya selain sekolah formal sesuai dengan kebutuhan anak.
Menurutnya, homeschooling tidak menuntut orangtua untuk membuat kurikulum yang harus dicapai. Melainkan menekankan kepada orangtua untuk membuat perencanaan pengasuhan dan pendidikan kepada anak-anaknya
Dengan demikian, akan mudah bagi orangtua untuk mengetahui minat dan bakat anaknya. Sehingga ke depannya, anak-anak tidak mengalami kebingungan dalam menentukan masa depan.
Sejarah Homeschooling
Homeschooling mengadopsi dari Barat (Amerika dan Eropa) karena awalnya tidak ada sekolah formal yang diwajibkan oleh pemerintah. Kemudian pada era Revolusi Industri sekitar abad 17-19 Masehi, sekolah mulai diwajibkan oleh pemerintah untuk mendukung kebutuhan industri.
Sekitar tahun 1960, kebijakan mandatory school (wajib sekolah) yang diterapkan pemerintah ini mendapat pertentangan dari masyarakat. Terjadi demonstrasi besar-besaran menolak wajib sekolah, masyarakat menuntut hak pengasuhan dan pendidikan dikembalikan kepada orang tua.
“Berdasarkan respons sosial yang terjadi, akhirnya pemerintah di Barat mengeluarkan peraturan bahwa diperbolehkan pengasuhan dan pendidikan diselenggarakan kembali oleh keluarga masing-masing,” tutur Rifkah.
Indonesia yang dahulunya negara jajahan Barat mengadopsi wajib belajar oleh pemerintah ini. Sementara, konsep homeschooling di Indonesia belum menjadi sebuah gerakan yang masif, masih sedikit masyarakat Indonesia yang tertarik dengan praktik homeschooling.
Berangkat dari persoalan tersebut, Rifkah dan beberapa orangtua lainnya, membentuk komunitas Muslim Homeschooler dan kini sudah beranggotakan lebih dari 50 orang.
“Ya kegiatan kami seputar sharing tentang metode belajar homeschooling yang dijalankan, kegiatan anak-anak di rumah bersama orangtua, sharing pola pengasuhan dan sharing semangat ” ujarnya.
Beberapa kegiatan anak di komunitas MHS adalah berkisah melalui pengenalan bahasa Arab, memanah dan berkuda, berenang, mengasah kemampuan berbahasa asing dan keterampilan hidup lainnya.
Pelaksanaan praktik homeschooling tergantung dengan rencana pencapaian yang ingin dibangun dari sebuah keluarga tersebut. Praktisi homeschooling bekerjasama dengan lembaga pendidikan nonformal yaitu PKBM untuk mendapatkan ijazah sehingga anak-anak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Informasi lengkap dan update tentang komunitas Muslim Homeschooler dapat dilihat di Instagram @muslim.homeschooler.lampung. (Eni Muslihah/R-1)
Recent Comments