PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Direktur Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS), Febrilia Ekawati mengatakan dampak perubahan iklim kini dirasakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dan Provinsi Lampung. Di Lampung, suhu tertinggi mencapai 38 derajat celcius. Suhu panas yang berlangsung hingga kini menyebabkan kekeringan lahan semakin tinggi.
Hal ini tidak hanya mempengaruhi kebutuhan air untuk pertanian, rumah tangga, dan aktivitas perekonomian lainnya, tetapi juga mempengaruhi produktifitas tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan. Di laut, suhu panas mengakibatkan gelombang tinggi yang berdampak kepada turunnya aktivitas nelayan dalam menangkap ikan, dan hasil tangkapan yang semakin sedikit.
Pada sektor kesehatan, suhu panas berdampak pada meningkatnya penyakit berbasis lingkungan, seperti DBD, malaria, dan diare. Bahkan, secara ekonomi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merilis, perubahan iklim berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi Indonesia hingga Rp544 Triliun sepanjang 2020 – 2024.
“Jika tidak ada intervensi terhadap perubahan iklim, maka Indonesia akan menghadapi angka kemiskinan yang semakin tinggi dan kualitas hidup masyarakat yang semakin menurun,” ujar Febrilia Ekawati saat menyampaikan sambutan pada Diskusi Publik Kebijakan Rencana Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim (PRKBI) dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan Menuju Lampung 2045, Selasa (24/10/2023), di Swiss-Belhotel Lampung.
Kegiatan yang digagas oleh YKWS, Pattiro dan Bappeda Provinsi Lampung melalui Program VICRA (Voice of Inclusiveness Climate Resilience Actions) tersebut dihadiri oleh Climate Specialist Program VICRA Dr. Moh Taqi, perwakilan Bappenas, BPDAS Way Seputih-Way Sekampung, Bappeda Lampung, Pokja PRKBI Provinsi Lampung, lembaga nonpemerintah, akademisi, dunia usaha, dan unsur media.
Menurut Febrilia Ekawati, Bappenas telah merumuskan enam strategi transformasi ekonomi Indonesia yang dikenal sebagai “game-changers”. Ekonomi Hijau sebagai salah satu strategi yang dimaksud, didukung oleh kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan dan telah diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Pada hari ini kita berkolabrosi, ada Bappenas, Bappeda Lampung dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam VICRA untuk mencari solusi dan berkontribusi dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Pada kegiatan ini tentu kita ingin mendapatkan gagasan-gagasan yang dapat diimplementasikan bersama dalam membantu pembangunan berketahanan iklim yang telah ditetapkan secara nasional,” tuturnya.
Target Penurunan Emisi Karbon
Kepala Bidang Prasarana Wilayah Bappeda Lampung, Ahmad Lianurzen mewakili Kepala Bappeda Lampung, menyampaikan bahwa perubahan iklim juga menjadi ancaman bagi ketahanan pangan nasional. Komoditas pertanian Lampung termasuk dalam 5 besar sehingga Lampung menjadi lumbung pangan nasional. Komoditas tersebut terdiri dari Padi, Ubi kayu, Nanas, Jagung, Kopi Robusta, Lada, Tebu, Kakao, Pisang dan sebagainya.
“Namun, perubahan iklim juga menjadi ancaman bagi ketahanan pangan, air dan energi di Provinsi Lampung dan berpotensi mengakibatkan kerugian yang besar,” paparnya.
Selain menimbulkan kerugian pada sektor pertanian, Perubahan Iklim juga berdampak pada sektor lain seperti kesehatan, air, serta pesisir dan laut. Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya kerusakan lingkungan tetapi juga pada aspek ekonomi, fisik, dan keberlangsungan kelompok rentan yang kehidupannya sangat bergantung pada alam. Kelompok rentan yang terdiri dari masyarakat miskin, perempuan, anak, lansia, dan disabilitas ini menjadi sangat rentan karena memiliki keterbatasan akses dan kapasitas.
Oleh sebab itu, sebagai bentuk komitmen dalam mengurangi dampak perubahan iklim, maka pemerintah menjadikan penurunan emisi gas rumah kaca sebagai salah satu indikator kinerja dalam Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim di Provinsi Lampung.
“Penurunan emisi rumah kaca di Provinsi Lampung ditargetkan untuk turun setiap tahunnya, pada 2021 ditargetkan turun sebesar 6,74%, pada 2022 turun 6,91%, pada 2023 turun 7,06% dan 2024 ditargetkan turun sebesar 7,29%,” ujarnya.
Dia menjelaskan, Pemerintah Lampung menekan emisi karbon pada lima sektor prioritas, yakni Sektor Kehutanan dan Lahan Gambut melalui pengendalian kebakaran hutan, memberantas illegal logging, mencegah deforestasi, dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Lalu, Sektor Pertanian melalui diseminasi varietas pertanian rendah emisi, diseminasi pertanian organik, dan penggunaan pupuk organik. Sektor Industri dengan mendorong penerapan modifikasi proses dan teknologi yang beremisi rendah.
Selanjutnya, Sektor Energi dan Transportasi melalui penggunaan energi yang ramah lingkungan dan bersumber dari energi baru terbarukan, serta pembangunan sistem transportasi publik yang saling terintegrasi. Kemudian, Sektor Pengelolaan Limbah melalui pembangunan sarana dan prasarana air limbah dengan sistem off-site dan on-site, pembangunan tempat pemprosesan akhir dan pengelolaan sampah terpadu 3R, serta membangun ekosistem ekonomi sirkular.
“Semua ini diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan tata ruang daerah Lampung untuk mempercepat tercapainya pembangunan rendah karbon, nanti kita lihat ke depan Lampung lebih hijau,” tuturnya.
Dorong Pemerintah Kabupaten/Kota
Sementara, Koordinator Low Carbon Development Indonesia, Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Anna Amalia mengatakan Bappenas terus mendorong arah kebijakan ke depan lebih hijau melalui transformasi menuju ekonomi hijau.
“Ekonomi hijau ini diperkuat dengan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. Dua puluh tahun ke depan, sasaran pembangunan kita meningkatkan perekonomian menjadi negara maju, tetapi juga intensitas emisi rumah kaca menurun menuju zero emission pada 2060,” tuturnya.
Oleh sebab itu, rencana pembangunan jangka panjang nasional yang sudah hampir selesai juga disingkronkan dengan rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, serta bekerja sama dengan semua pihak untuk target penurunan emisi rumah kaca.
“Provinsi Lampung ini kami melihat komitmen yang kuat, dan harapannya seluruh pemerintah kabupaten kota dan jajaran dibawahnya turut mendukung sehingga kita bersama-sama bisa mewujudkan target 2045 menjadikan negara Indonesia yang berdaulat, maju dan berkelanjutan,” pungkasnya. (RINDA/R-1)
Recent Comments