Oleh: Sudjarwo, Pemerhati Masalah Pendidikan dan Sosial
Disekitar awal seribu sembilan ratus enam puluhan, teman penulis bernama Muchayat, tetapi karena lidah Jawa maka berubah menjadi Mukayat. Beliau senang memelihara hewan ternak, termasuk beberapa ekor sapi dan kambing. Setiap menjelang sore, Mukayat mencarikan rumput ternaknya, bahasa setempat menyebutnya ngarit.
Kami sering menemani untuk sekedar menunjukkan mana daerah-daerah yang rumputnya subur menghijau. Sebagai anak-anak yang waktu itu masa periodesasi masa bermain, tentu semua aktivitas disertai sendagurau versi anak-anak. Pada saat itu kami tidak pernah mempersoalkan apakah rumput tadi mau dimakan sapi atau hanya kambing, atau kedua-duanya. Bahkan kami tidak mengetahui mana rumput mahal atau murah, karena bagi kami semua rumput hijau dan untuk makan ternak.
Selanjutnya menjelang sore kami biasanya melanjutkan dengan bermain bola kaki di lapangan desa yang memiliki rumput menghijau. Kami tidak mempersoalkan nama. Orang desa memberi nama diantaranya rumput gajah atau rumput kasur, rumput Jepang; entah apa lagi namanya. Kami tetap bergembira berlari mengejar si bundar yaitu bola yang kami buat sendiri dari getah karet hutan.
Permainan begitu seru dan membahana, terkadang kami lupa waktu sudah menjelang magrib, dan orang tua sudah berdiri di tepi lapangan dengan membawa rotan kecil, kami menyebutnya penjalin; sambil menghardik dan jika kami sedikit lambat maka penjalin itu mendarat di kaki.
Jangan coba-coba menangis karena jika kelihatan kita berlinang air mata, maka pecutan akan berulang mendarat di kaki. Namun semua itu membuat kami merasakan bahagianya masa kanak-kanak di kampung saat itu.
Sebelum terlalu jauh kita bersepakat dulu tentang definisi rumput dalam tulisan ini, yaitu rumput adalah tumbuhan monokotil yang memiliki daun berbentuk sempit meruncing yang tumbuh dari dasar batang. Rumput sering kali ditanam sebagai tanaman hias, tanaman obat, dan pakan ternak. Seiring kemajuan dunia olah raga; rumput digunakan untuk melapisi lapangan bola kaki yang hampir setiap kampung atau desa di negeri ini memiliki lapangan itu.
Kondisi akhir-akhir ini rumput justru naik kelas, yang tadinya ada di lapangan dan diinjak-injak. Saat ini naik ke meja terhormat, bahkan menjadi lapangan maya yaitu lapangan politik. Bagaimana tidak, justru karena rumput bisa membawa negeri ini gonjang-ganjing; semula tidak lebih tumbuhan biasa untuk bermain bola dikampung; ternyata karena ingin menjadi mendunia, maka rumput diberi baju “lapangan kelas dunia”, walaupun namanya tetap rumput.
Mengurus rumputpun bukan lagi Mukayat, yang entah sekarang beliau di mana; posisinya digantikan orang yang lebih keren bernama menteri. Hanya rumput yang biasa kita injak injak itu sekarang menjadi perbincangan di semua layar televisi di negeri ini.
Pembahaspun bukan kaleng-kaleng, semua makan sekolahan, bahkan ada yang sekolah khusus buat ilmu rumput. Tidak tanggung-tanggung mereka bergelar akademik tertinggi, dan semua itu jauh di atas kelas Mukayat.
Namun, semua itu ada yang membedakan, kalau Mukayat kerja ikhlas, tidak punya maksud atau motif untuk menjegal orang, menyengsarakan orang, menghamburkan uang. Semua dilakukan dengan gembira tanpa pamrih, satu tujuannya membantu orang tua dengan mengurus ternaknya. Sementara yang ada sekarang semua kita tidak tahu, kecuali yang bersangkutan dengan Tuhan; karena sekarang untuk membedakan kerja ikhlas dengan kerja tidak waras itu sangat sulit sekali.
Kalau dahulu rumput tidak akan menggelincirkan orang masuk penjara, sebab rumput dahulu hanya bisa menggelincirkan roda sepeda Mukayat karena sudah tidak ada batiknya.
Sekarang rumput mampu menggiring orang atau membentangkan sebagai jalan untuk menuju pintu penjara. Bisa jadi sebaliknya rumput hijau adalah pengganti karpet merah yang akan mengantarkan seseorang untuk menjadi pemimpin tertinggi di negeri ini.
Tidak ada satupun mahluk yang mampu melawan takdir, oleh karena itu tidaklah elok jika kita berbantah hanya karena berebut rumput yang bisa jadi berubah menjadi karpet merah. Semua terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak satu mahlukpun yang lepas dari jangkauan takdir-Nya. (R-1)
Recent Comments