PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Perwakilan Asian Development Bank (ADB) Indonesia bersama tim Belmawa Kemendikbud meninjau Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) Universitas Lampung (Unila), Selasa (7/12/2021).
Pada 2022, pembangunan RSPTN berikut Integrated Research Center (IRC)/Pusat Riset Unila akan dimulai dengan kucuran dana ADB sebesar 44 US dollar atau sekitar Rp600 miliar.
Perwakilan ADB Indonesia Sutarum Wiriono, dan Direktur Belmawa Aris Junaidi didampingi Rektor Unila Prof. Karomani dan Wakil Rektor Bidang Kerjasama Prof. Suharso, melihat tiga gedung RSPTN yang telah dibangun dari anggaran APBD Kota Bandar Lampung.
Selanjutnya, tim berdiri di depan papan besar yang berisi gambar maket RSPTN dan IRC Unila.
Andius Dasa Putra, tim Project Implementation Unit (PIU) menjelaskan tentang konsep desain RSPTN dan IRC Unila kepada tim ADB dan Kemendikbud. Bahwa gedung RSPTN dan IRC dirancang anti gempa, menerapkan konsep green building, serta modern berbasis teknologi informasi.
“Kawasan hijau masih dipertahankan, di belakang ada parkiran yang luas, dan di basement atau lantai dasar ada kamar mayat,”ujar Andius sambil menujukkan gambar pada maket, lalu menujuk ke arah lahan di samping gedung yang masih ditumbuhi semak belukar.
Tim PIU RSPTN Unila juga mengajak rombongan berkeliling melihat ruangan di gedung RSPTN yang sudah dibangun.
Selanjutnya, tim menuju gedung Rektorat Unila untuk pembahasan lebih lanjut di Workshop Project Readiness Criteria Higher Education for Technology and Inovation (HETI) Project Implementation Unit (PIU).
Workshop dibuka oleh Rektor Unila, Prof. Karomani. Dalam sambutannya, Karomani mengatakan, Rumah Sakit Unila sudah dibangun sejak 2010, tapi sempat terbengkalai. Pembangunan berlanjut pada 2016 di masa kepemimpinan Rektor Hasriadi Mat Akin dengan dibangunnya tiga gedung dari dana hibah APBD Pemerintah Kota Bandar Lampung.
“Alhamdulillah, sekarang ada titik terang untuk kelanjutan pembangunan dengan kucuran dana dari ADB, semoga ke depan pembangunan ini lancar dan selesai sesuai jadwal yang sudah dibuat,” kata Karomani.
Direktur Belmawa Kemendikbud, Aris Junaidi memberikan apresiasi kepada tim RSPTN Unila. Menurut dia, progres tim Unila sangat bagus dan luarbiasa.
“Ini proyek yang luarbiasa, kita sudah meninjau lapangan, gambar maketnya luarbiasa, desainnya luarbiasa, lokasinya juga sangat strategis baik untuk RSPTN maupun untuk IRC,” ujar Aris.
Dia mengatakan, saat ini sudah 22 RSPTN yang sudah beroperasional dan menjalankan praktik. Dia berharap, ke depan RSPTN Unila juga dapat menjalankan based practices seperti yang diharapkan.
“Apalagi (Unila) ada IRC, mohon nanti para peneliti memanfaatkan menciptakan penelitian baru, publikasi meningkat, dan menjadi reputasi serta memiliki trade market sendiri. Misalnya di UGM itu kuat dalam penelitian dengue, dan vaksin, ada penemuan baru di tropical desease. Nah, nanti Unila juga harus memiliki kekuatan di bidang penelitian tertentu,” ujar Aris.
Dia berharap, tim RSPTN dan IRC benar-benar kompak dalam menyelesaikan proyek HETI ini sehingga semua masalah atau kendala dapat diatasi bersama-sama.
Membangun Ekosistem
Perwakilan ADB Indonesia, Sutarum Wiriono juga mengapreasiasi kemajuan dari tim RSPTN Unila. Ada pergerakan yang cukup bagus. Tim juga dinilai sangat kompak.
“Ini insyaallah awal yang baik. Untuk posisi loan (pinjaman) , kita sudah melakukan loan negosiatition dengan pemerintah Indonesia pada Juni lalu, sudah di-approve oleh board of director ADB pada November. Kita berharap sebenarnya langsung loan signing, tapi pemerintah Indonesia meminta adanya dokumen pertanggungjawaban mutlak dan penyerapan anggaran. Insyaallah loan signing ditandatangani siang ini,” tutur Sutarum.
Setelah ini, lanjutnyaa, Biro Hukum Kementerian Keuangan akan menandatangani legal opinian, ditargetkan legal opinian terbit dalam satu bulan, sekitar Januari 2022. Lalu, ADB menerbitkan Conditions and Declaration of Loan Effectiveness.
“Diharapkan Januari sudah loan effectiveness sesuai dengan siklus penganggaran di Kementrian Keuangan, jadi saat DIPA sudah efektif, ADB juga sudah efektif,” ujar Sutarum.
Dia menguraikan, kegiatan loan ini ada yang sifatnya fisik/kontruksi bangunan, sarana prasarana, pengadaan equipment untuk mendukung laboratorium rumah sakit, dan ada yang berupa capisity building (pembangunan sumber daya manusia).
“Kami dari ADB memang meminta supaya komponen capasity building ini ditingkatkan, karena kita bukan membangun rumah sakit atau resarch centre saja, tapi membangun suatu ekosistem yang insyaalah memberi dampak jangka panjang,” jelas Sutarum.
Untuk itu, lanjutnya, dalam peningkatan sumber daya manusia RSPTN Unila nanti akan dilakukan pelatihan, join research, serta kerjasama nasional dan internasional. Untuk peningkatkan kapasitas sumber daya manusia ini, kata Sutarum, pihak ADB juga mencarikan dana tambahan berupa dana hibah.
“ADB Sudah menunjuk 3 Universitas di Korea untuk nantinya akan bekerjasama dengan Unila dan beberapa rumah sakit di negara tetangga, diharapkan ini dijadikan kerjasama samping dari loan utama,” tuturnya.
Selanjutnya, ADB mensyaratkan ada konsultan yang dikhususkan untuk hospital management (manajemen rumah sakit) agar rumah sakit betul-betul berfungsi memberikan layanan modern, berbasis teknologi informasi.
Untuk time shedule, lanjut Sutarum, setiap kegiatan sudah ada jadwalnya mulai dari persiapan, tender, kontruksi, hingga pascakontruksi.
“Kalau ini diikuti, insyaalah kita akan sesuai dengan jadwal, ada perhitungan spare waktu, tapi tidak banyak. Sementara ini, kita juga sedang mengurus surat izin dari Kementrian Kesehatan, jadi sekitar April atau Mei 2022 lah sudah mulai pembangunan kontruksi,” katanya.
Sementara, PIU Manager RSPTN Unila, Prof. Satria Bangsawan, mengatakan Proyek HETI berbasis kontruksi RSPTN dan IRC didanai ADB dan dana pendamping dari Unila.
Menurut dia, tim sudah menyelesaikan detail engineering design (DED), sudah mengantongi izin lingkungan (Amdal), dan saat ini sedang dalam proses pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada pemerintah Kota Bandar Lampung.
“RSPTN Unila akan menjadi rumah sakit pelayanan prima yang memiliki tenaga medis dan nonmedis profesional. Capasity development ada dua basis yaitu kompetitif dan nonkompetitif. Untuk kompetitif akan bekerjasama dengan industri dan perguruan tinggi nasional dan internasional, sedangkan untuk nonkompetitif berupa training tenaga medis dan nonmedis. Sehingga nanti, pada saat rumah sakit di lounching sudah siap dengan SDM yang melayani pasien,” ujar Satria Bangsawan.
Recent Comments