PORTALLNEWS.ID – Wakil Rektor (WR) III Universitas Bandar Lampung (UBL), Bambang Hartono mengatakan pihaknya akan melanjutkan proses hukum terkait dugaan penghasutan untuk melakukan tindak pindana penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan yang dituduhkan kepada dua mahasiswa UBL, Sultan Ali Sabana dan Reyno Pahlevi.
“Sementara biarkan proses hukum dulu. Sambil menunggu perkembangan,” ujar Bambang Hartono, Rabu malam (24/2/2021), ketika dikonfirmasi portallnews.id terkait harapan mahasiswa agar pihak kampus mencabut laporan polisi terhadap Sultan dan Reyno peserta aksi menuntut penurunan SPP pada 17 Februari lalu.
Terkait aksi tersebut, Bambang menjelaskan, mahasiswa menggelar aksi tanpa dilatarbelakangi payung hukum yang jelas, terutama soal organisasi yang mereka bawa dalam aksi.
Menurut dia, sebelum demo, pihak kampus sudah memanggil mahasiswa untuk bertemu di ruangannya.
“Yang kami panggil penanggungjawab ada tiga orang, Rizky, Sultan dan Reyno. Pertemuan itu dilaksanakan pada 8 Februari. Kemudian kami tanya demo mau menuntut apa. Kata mereka mengenai penurunan SPP. Dari sana saya tanya, kalian bergerak atas nama organisasi apa karena di kampus sudah jelas organisasinya yang sah dan mereka mengatasnamakan keluarga besar mahasiswa UBL,” ujar Bambang.
Bambang melanjutkan, dia kembali mempertanyakan legalitas lembaga tersebut. Namun, menurut Bambang, lembaga KBM tersebut tidak memiliki legalitas dan tidak memiliki program, hanya untuk demo.
“Ya masa organisasi dibentuk hanya untuk demo, maka tidak bisa,” tukas Bambang.
Berita terkait : Mahasiswa UBL Dipolisikan Pihak Kampus usai Demo Minta Keringanan Uang Kuliah
Bambang menilai, organisasi yang dibawa mahasiswa menggelar aksi tidak legal. Padahal, sebut Bambang, pihak kampus telah melakukan pertemuan sebelumnya dengan perwakilan organisasi mahasiswa. Yang kemudian, lahirlah surat edaran (SE) Rektor UBL yang isinya menampung aspirasi perwakilan mahasiswa di UBL.
Isi edaran rektor ini sudah menampung keringanan SPP, kuota dan lainnya.
“Dan saya juga sudah ingatkan, ini kan masa pandemi kita tidak boleh berkumpul karena akan berdampak ke UBL. Bisa saja UBL kena sanksi, yang membuat akhirnya nanti tidak ada aktivitas. Maka saya ingatkan, janganlah kumpul-kumpul, demo, mengumpulkan massa karena ditakutkan akan banyak penularan covid. Karena UBL sangat-sangat menjaga,” tambah Bambang.
Dia juga menyebut, aksi mahasiswa yang menyebut mewakili seluruh mahasiswa tidak ada dasarnya. Karena harusnya jelas ada surat pernyataan dari mahasiswa. Apalagi, lanjutnya, jumlah mahasiswa di UBL ada sekitar 5 ribu orang. Sementara yang demo hanya beberapa orang.
“Makanya saya tanya legalitasnya. Sementara ada lembaga kemahasiswaan yang resmi. Terkait pembahasan pada 27 Januari itu telah diikuti seluruh perwakilan organisasi kemahasiswaan ada, tapi saat itu saya tanya ke mereka ternyata nggak hadir. Saya mengingatkan, jangan mengumpulkan orang, menghasut orang untuk kumpul-kumpul demo karena melanggar UU Karantina, apalagi kalau dibubarkan satgas Covid-19 maka bisa melanggar pasal 160 KUHP. Namun mereka tetap menyebut bahwa setiap orang berhak bebas berpendapat, loh kebebasan itu tidak boleh mengorbankan kebebasan orang lain. Menurut saya kebebasan tidak mutlak, karena juga ada kebebasan ornag lain,” lanjutnya.
Akhirnya, Bambang menyebut mahasiswa mau mengiyakan untuk tidak demo. Menurut Bambang, para mahasiswa mengatakan hendak bertemu lagi. Namun ditunggu-tunggu tidak ada konfirmasi.
“Akhirnya kami hubungi, jawabnya iya. Tapi sampai akhirnya mereka demo itu, mereka juga tak kunjung menenui kami. Namun, mereka akhirnya memilih untuk melakukan demo,” katanya.
Saat demo, menurut Bambang, pendemo menyebutkan ajakan, hasutan dan diposting. Hal ini menurutnya, membuat citra yang tidak baik.
“Akreditasi kita kan banyak yang A. Kasihan dong jika dosen dan pegawai lainnya sudah membantu menaikan akreditasi,” lanjutnya.
Saat demo, Bambang mengakui menanyakan apakah pendemo punya organisasi yang lain. Dirinya tak ingin gerakan mahasiswa di tumpangi kepentingan yang lain. Karena kampus untuk pendidikan, menimba ilmu.
Pada saat demo, menurutnya pendemo membawa tuntutan yang sama dari sebelumnya.
“Mereka tidak kami izinkan. Di demo juga kami kasih tahu bahwa organisasi tidak ada di UBL. Di demo sudah kami minta bubarkan namun tidak kunjung bubar. Justru malah teriak-teriak didepan rektorat tanpa izin,” katanya.
Karena tak bisa diingatkan, menurut Bambang pendemo kembali mengancam. Dan Bambang kembali meminta agar mahasiswa jangan berdemo lagi.
“Namun dia ngomong ke peserta demo bahwa diintervensi. Maka kalau sudah begitu apa yang harus dilakukan ? Ini kan negara hukum maka satu-satunya saya meminta hukum ini ada tidak. Kalau ada coba ditegakkan. Maka laporlah saya berdasarkan hasil rapat. Kita rapatkan, apa tindakan kita. Mengingat organisasi itu tidak sah, karena organisasi yang ada juga tidak mengetahui. Bahkan ada organisasi kampus yang juga tidak setuju, mereka diajak namum tidak ada yang mau. Bahkan mereka tidka mengakui organisasi KBM (keluarga besar mahasiswa) itu,” tambahnya.
Karena jika berlanjut, tambah Bambang bisa muncul konflik horizontal. Dirinya pun mencari bagaimana cara mencegahnya.
“Dan juga sebagai upaya melindungi organisasi kampus ya maka satu-satunya jalan saya laporkan (kepolisian). Bahwa saya tidak mendukung dan tidak melindungi organisasi mahasiswa yang demo itu. Hanya itu jalan satu-satunya. Padahal sebenarnya yang mereka minta sudah ada SE Rektor yang memutuskan tuntutan mahasiswa itu,” pungkasnya.