PORTALLNEWS.ID (Lampung Selatan) – Anas Urbaningrum bersama istri Athiyyah Laila mengunjungi Pusat Pendidikan Islam (PPI) Al-Faatih di Jatimulyo, Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Sabtu sore, 10 Agustus 2024. Kehadiran Anas dalam rangka silaturahmi dan memberi motivasi kepada para santri agar semangat dalam menimba ilmu agama dan ilmu pengetahuan agar menjadi generasi yang memberi manfaat kepada orang banyak dan negara.
Kedatang Anas bersama istri dan rombongan disambut antusias Pimpinan PPI Al-Faatih Darojat Gustian dan istri Susi Susilowati. Turut mendampingi Anas, tokoh muda Lampung Agus Trianda yang juga donatur utama PPI Al-Faatih.
Anas dijamu di pondok belajar PPI Al Faatih yang berupa aula seluas 10×18 meter persegi.
“Alhamdulillah, saya sore ini bersama Ibu dan rombongan bersilaturahmi di tempat yang Insyaallah berkah,” kata Anas.
Menurut Anas, selama 12 tahun para pengasuh PPI Al-Faatih merintis pondok hingga bisa menjadi seperti sekarang, tentunya membutuhkan komitmen yang kuat dan keberanian berjuang untuk agama.
Pondok yang awalnya hanya berupa ruangan kecil ukuran 6×6 meter persegi dari geribik bambu dengan 10 santri, kini telah berkembang memiliki gedung baru seluas 10×18 meter persegi dan memiliki sekitar 150 santri.
“Permulaan selalu dimulai dari kecil, semua dimulai dari angka satu, baru dua,tiga, empat dan seterusnya. Dan yang berani melangkah seperti itu adalah para pejuang,” kata Anas.
Dia menyatakan, bahwa pengasuh PPI Al-Faatih ini adalah pejuang agama, pejuang pendidikan, pejuang umat, dan pejuang masa depan bangsa.
“Jadi ketika Ustadz Agus meminta saya hadir ke sini, saya langsung mengiyakan, karena bertemu pejuang di sini justru ngalap barokah (mencari berkah). Ngalap barokah itu bisa datang dari kyai sepuh, bisa datang dari pejuang yang usia fisiknya masih muda, tapi usia perjuangannya sudah tua,” tutur Anas.
Menurutnya, ini sesuai dengan makna nama Al-Faatih, yang diambil dari nama Muhammad Al Fatih, panglima perang yang berhasil merebut konstatinopel. Sebuah kerajaan yang kuat, tapi bisa ditaklukkan oleh pimpinan Al Fatih yang masih muda.
“Ini (penaklukkan konstatinopel) menjadi tonggak sejarah peradaban Utsmani dan nilai-nilai peradabannya bisa kita serap sampai sekarang,” kata Anas.
Dia menilai, semangat perjuangan Al Fatih menaklukkan Konstatinopel sama dengan semangat pengasuh PPI Al-Faatih menaklukkan Jatimulyo. Menurut Anas, 12 tahun lalu, wajah Jatimulyo tidak seperti sekarang, seiring waktu wajah Jatimulyo berubah lebih baik, salah satunya karena diwarnai oleh Al-Faatih.
“Semangat perjuangannya sama, substansinya sama, semangat perjuangan Islam, tapi ukurannya berbeda, luasnya berbeda. Namun, saya yakin, PPI Al-Faatih bisa berkembang lebih besar lagi ke depannya,” ujar Anas.
Pesan Anas Untuk Para Santri
Dia berpesan kepada para santri untuk menggali ilmu agama dan ilmu pengetahuan dengan baik karena ilmu yang dilandasi iman adalah modal untuk terangkatnya derajat kehidupan manusia.
“Itu modal bagi adik-adik sekalian. Nanti 20 atau 30 tahun mendatang, ada yang menjadi kyai, birokrat, bupati Lampung Selatan, Gubernur Lampung, jadi menteri. Tapi, jadi apapun, yang paling penting adalah menghadirkan manfaat dan maslahat untuk agama, bangsa, negara, dan orang banyak,” papar Anas.
Dia menyatakan, orang-orang besar dan sukses tidak selalu datang dari sekolah yang mewah dan gemerlap, tetapi bisa datang dari pondok yang kecil, pengap, dan reyot.
“Jadi jangan takut punya cita-cita besar, para santri harus berani punya cita-cita besar,” lanjut Anas.
Dia mencontohkan kisah siswa-siswa Laskar Pelangi yang berasal dari sekolah reyot dan hampir rubuh di Bangka Belitung, ketika besar berhasil menjadi orang sukses karena rajin belajar, rajin mengaji, patuh kepada guru, patuh kepada orang tua, dan akhirnya menjadi orang-orang hebat.
“Mudah-mudahan santri-santri Al-Faatih ini menjadi orang yang berhasil, menjadi orang yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara,” pungkasnya.
PPI Al-Faatih Berawal Dari Gubuk Bambu
Dalam sambutannya, Darojat Gustian menceritakan sekilas sejarah berdirinya PPI Al-Faatih. Menurutnya, PPI Al-Faatih berdiri sejak 2012 berupa bangunan geribik ukuran 6×6 meter persegi yang menempel dengan rumah pribadi mereka.
“Santri juga masih sedikit sekitar 10 orang, lama kelamaan bertambah, kami kekurangan tempat, dibuatlah tingkat. Makin tahun, santrinya terus bertambah, tidak cukup lagi tempatnya. Akhirnya kami bangun tempat ini, awalnya hanya pondasi, sempat tiga tahun tidak ada kelanjutan pembangunan, akhirnya Allah datangkan “malaikat” Pak Agus Trianda, jadilah tempat ini,” kata Darojat menceritakan perjuangan membangun gedung belajar siswa yang saat ini berupa aula luas untuk mengaji dan shalat berjamaah.
Menurut dia, PPI Al-Faatih memiliki santri mulai usia 3 tahun hingga 73 tahun. Al-Faatih tidak hanya mengajar mengaji anak-anak dan remaja, tetapi juga para Ibu-Ibu dan keluarga.
“Alhamdulillah, sekarang ada sekitar 120-an santri kelas pagi dan sore, kelas Bunayya 21 orang, ditambah kelas anak kuliah 10 orang,” kata Darojat.
Walau belum berstatus pondok pesantren, tetapi sudah mulai menerapkan sistem dan kurikulum pembelajaran seperti pondok pesantren. (RINDA/R-1)
Recent Comments