PORTALLNEWS.ID – Terpidana kasus korupsi fee proyek Pemkab Mesuji Khamami bersama terpidana lainnya yakni sang adik Taufik Hidayat, mengajukan upaya hukum lanjutan yakni Peninjuan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
PK tersebut diajukan pada 7 September 2020 lalu dan saat ini sudah memasuki persidangan lanjutan dengan agenda pembacaan kesimpulan.
“Kita sudah mengajukan PK itu pada tanggal 7 September lalu. Dan hari ini jadwalnya sudah masuk pada kesimpulan dari pemohon dan termohon,” kata Kuasa hukum Khamami, Masyhuri Abdullah didampingi Kuasa hukum lainnya Firdaus Pranata Barus dan Konsultan Ahli Eddy Rifa’i saat menggelar jumpa pers, di Begadang Resto, Kamis (22/10/2020).
Diketahui, mantan Bupati Mesuji, Khamami mengajukan PK atas vonis 8 tahun putusan Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang pada 5 September 2019.
Menurut kuasa hukumnya, Khamami berkeyakinan bahwa putusan 8 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepadanya sangat tidak beralasan dan jauh dari rasa keadilan.
“Khamami memandang penjara 8 tahun tidak masuk akal, karena bukti-bukti persidangan menunjukkan fakta jika Khamami tidak terlibat dalam penerimaan uang suap dari Sibron Azis, Kardinal, maupun dari bidang sumberdaya air Dinas PUPR Mesuji,” ungkap Firdaus Pranata.
Menurut Firdaus, fee proyek itu dilakukan atas inisiatif terpidana WS, mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan dan Penataan Ruang (PUPR) Umum Mesuji.
Tidak Penuhi Dua Alat Bukti
Putusan pengadilan mengenai interaksi Khamami hanya atas dasar kesaksian WS tanpa dukungan bukti lain dan keterangan saksi lain.
“Intinya, apa yang dibuktikan dalam putusan pengadilan itu adalah hanya menggunakan bukti tersier dan tidak memenuhi ketentuan minimal dua alat bukti untuk penjatuhan pidana, sehingganya Khamami tetap berkeyakinan tidak, atas tindak pidana korupsi tersebut dan putusan penjara 8 tahun itu tidak beralasan dan jauh dari rasa keadilan,” ungkap Firdaus.
Begitu juga dengan permohonan PK yang diajukan terpidana Taufik Hidayat, mantan Kepala Dinas PUPR Mesuji.
Menurut Firdaus, Taufik menilai Putusan Pengadilan 6 tahun penjara sangat tidak adil jika dilihat dari bukti-bukti yang terungkap selama persidangan.
Apalagi terdakwa WS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Mesuji sekaligus Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Mesuji, ternyata divonis lebih rendah yakni 5 tahun penjara.
“Di persidangan bukti-bukti mengungkapkan WS merupakan aktor tindak pidana suap di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji,” ujar Firdaus.
Sebab, lanjut Firdaus, dari WS lah bermula adanya daftar pemenang proyek (plotting) yang kemudian oleh WS diteruskan kepada panitia pengadaan / pokja ULP untuk menentukan pemenang proyek.
Selanjutnya WS juga yang secara aktif meminta dan menerima uang fee proyek dari pengusaha atau perusahaan yang memenangkan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji.
Majelis hakim yang memutuskan perkara Taufik Hidayat dan WS, ketiga-tiganya adalah hakim yang sama, perkara disidangkan dengan bukti-bukti yang sama, meskipun nomor perkaranya berbeda. Tetapi sidangnya digabungkan, hanya saat pembacaan dakwaan dan pembacaan putusan saja dibedakan.
Meski demikian vonis yang dilepas kepada Taufik Hidayat yang perannya hanya menerima uang terakhir dari saksi Mai Darmawan dan Farikh Basawa lebih tinggi dari WS.
Padahal, WS lah yang memiliki izin peran komplit sejak dari pembantuan proyek, pembantuan pemenang lelang dan pembinaan panitia lelang, serta meminta dan menerima uang fee proyek.
“Jelas ini adalah bentuk ketidakadilan yang diterima Taufik Hidayat dan jelas-jelas kesalahan atau kekhilafan majelis hakim pengadilan yang mengadili perkara ini,” tegas Firdaus.
Tiga Novum Baru
Sementara ditambahkan Kuasa Hukum Khamami lainnya, Masyhuri Abdullah menyebutkan, pihaknya juga mengajukan tiga novum di Persidangan Peninjauan Kembali (PK) ini.
Masyhuri berpandangan kalau novum itu merupakan bukti baru yang dahulu saat persidangan tingkat pertama tidak ada.
“Kami ajukan novum pertama bahwa surat keterangan dari Hendri Sofian yang mengatakan, dia membantu usaha khamami bersama Taufik Hidayat. Artinya pembayaran untuk kepentingan Khamami ini, bukan dari proyek-proyek tapi dari usaha toko maupun gudang yang dikelola Khamami,” jelas Masyhuri Abdullah.
Novum Kedua ada bukti baru berupa 8 surat perintah kerja (SPK) Pekerjaan yang dilakukan Taufik Hidayat nilainya total Rp15 miliar.
Namun diputusan hakim agung bahwa Taufik Hidayat ini, melakukan paket bernilai Rp35 miliar. Sementara diputusan paket yang dikerjakan Taufik Hidayat ini keuntungannya untuk Khamami.
Untuk membantah ini, kami ajukan bahwa paket Taufik tidak sampai Rp35 miliar.
“Kami juga mengajukan permohonan keterangan pidana sebagai novum. Keterangan ini juga ada yang bentuk tertulis, disamping waktu persidangan. Ahli pidana menyampaikan pandangan-pandangan, mengenai pembuktian yang diterapkan dalam proses perkara tindak perkara,” ujar Mansyuri.
Eddy Rifai Konsultan ahli yang ditunjuk Khamamik, untuk peninjauan kembali (PK) ini, mengungkapkan pengajuan PK ini adalah hak terpidana.
“Alasan PK dari Khamami adalah pertama kesaksian WS, inilah kesaksian satu orang. Dari saksi itulah Pak Khamami itu dipidana. Sementara dalam KUHAP itu saksi minimal dua orang. Ini satu saksi, jadi putusan itu adanya ketidakadilan,” kata Eddy
Selain itu, kata Eddy Rifai, Khamami dan Taufik Hidayat ini dalam putusan itu, disebutkan turut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
“Padahal waktu Pak Sibron itu ingin memberi uang kepada temennya Taufik Hidayat, begitu mau nganter ke Mesuji, mampirlah ke rumah Taufik Hidayat, disitu kemudian ditangkap dan dibuat dia dengan pasal terpidana cukup tinggi. Sedangkan WS itu dipidana 5 tahun. Taufik Hidayat ini 6 tahun, padahal dia gak ikut berhubungan dengan proyek atau ngatur proyek. Dia tidak terlibat, maka hukuman 6 tahun ini tidak adil,” ungkap Eddy Rifai.
Diberitakan sebelumnya, mantan Bupat Mesuji, Khamami divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 5 bulan penjara, serta pencabutan hak politik selama 4 tahun, setelah menjalani masa hukuman.
Sementara, Taufik Hidayat, divonis 6 tahun penjara dengan denda sebelumnya Rp100 menjadi Rp200 juta subsider 2 bulan penjara.