PORTALLNEWS (Bandar Lampung) – Kolaborasi riset antara perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri (Dudi) melalui platform Kedaireka tahun 2022 mengalami peningkatan signifikan, hingga 450% dibandingkan tahun sebelumnya.
Ketua Tim PMO Kedaireka, Mahir Bayasut mengatakan platform Kedaireka Kampus Merdeka yang digagas Dirjen Diktiristek untuk menjembatani kolaborasi riset Dudi dengan perguruan tinggi diluncurkan sejak 2021.
Pada tahun pertama ada 1.400 proposal kolaborasi yang masuk melalui platform Kedaireka, dan hanya 427 yang disetujui. Dana yang diusulkan pada tahun itu sekitar Rp1,4 Triliun, tetapi dana yang tersedia hanya Rp220 Miliar sehingga persaingan cukup kompetitif.
“Pada tahun 2022 ini, dana naik menjadi Rp1 Triliun, dengan proposal masuk sebanyak 4.500, tetapi yang lolos dan kami danai hanya 1.000 proposal. Perbandingannya cukup kompetitif 1:5,” ujar Mahir Bayasut diwawancara usai acara RekaTalk di GSG Universitas Lampung (Unila), Kamis (24/11/2022).
RekaTalk yang menghadirkan narasumber dari Dirjen Diktiristek, akademisi dan pelaku usaha/industri tersebut merupakan kerjasama antara Kedaireka dengan Unila.
Lebih lanjut, Mahir menjelaskan, dari total perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Indonesia sebanyak 4.700, baru 600 perguruan tinggi yang terlibat dalam Kedaireka dengan perbandingan 70% PTS dan 30% PTN. Sedangkan industri yang tercatat di platform Kedaireka mencapai 5.000 Dudi, dan baru 1.000 yang terlibat pada tahun ini.
“Antuasiasme cukup tinggi untuk berkolaborasi antara perguruan tinggi dengan Dudi, naik empat kali lipat dari tahun sebelumnya,” tutur Mahir.
Menurut Mahir, melalui program matching fund Kedaireka, pemerintah memberikan support dana 50% dan Dudi 50%.
“Support dana pemerintah dan Dudi itu 50:50, ada dua multilayer efek, tidak hanya dana dari Kemendikbud saja, tetapi juga ada dari swasta,” tuturnya.
Dia mencontohkan untuk di Lampung, Great Giant Pineapple yang pada 2021 menginvestasikan dananya untuk kolaborasi riset sebesar Rp3 Miliar, tahun ini naik hingga Rp7 Miliar. Artinya, kata Mahir, pihak industri puas dengan kolaborasi riset tersebut.
“Tidak mungkin namanya industri tidak memikirkan keuntungan. Kalau berani naik, itu tandanya mereka puas terhadap hasil riset perguruan tinggi. Asumsinya penelitian itu bisa dimanfaatkan oleh industri. Jadi industri fokus ke keuntungan, dan perguruan tinggi fokus penelitian,” jelas Mahir.
Kolaborasi riset diharapkan menghasilkan produk yang benar-benar dibutuhkan industri. Untuk pengaturan paten dan royalti disepakati oleh industri dengan perguruan tinggi, sedangkan Kedaireka hanya menjembatani industri dan perguruan tinggi berkomitmen untuk berkolaborasi.
Dia mencontohkan salah satu produk yang dihasilkan dari kolaborasi riset Kedaireka adalah Bus Listrik Merah Putih yang digunakan untuk melayani para delegasi dan peserta KTT G20 di Bali kemarin.
Sesi pertama RekaTalk membahas tentang Urgensi Kolaborasi Inovasi antar Perguruan Tinggi dan Industri dalam Bidang Agrikultur. Menghadirkan narasumber Drh. Welly Soegiono (Director of Coorporate Affair Great Giant Pineapple), Prof. Tjikjik Sri Tjahjandarie (Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi), dan Dr. Mohammad Sofwan Effendi, M.Ed., (Plt. Rektor Unila).
Dana R&D Masih Rendah
Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Tjikjik Sri Tjahjandarie mengakui anggaran terhadap Research and Development (R&D) Indonesia masih sangat rendah dibanding negara-negara di dunia, hanya 0,28%, sementara rata-rata global adalah 2,8%.
“Kebijakan Indonesia belum memfasilitasi secara terstruktur bagaimana keterlibatan dunia usaha dan industri dalam riset-riset di perguruan tinggi,” ujar Tjikjik.
Menurutnya, perguruan tinggi merupakan sumbernya SDM ahli, sementara industri membutuhkan SDM yang sangat bagus dalam melakukan Research and Development. Ini menjadi alasan diluncurkannya matching fund Kedaireka.
“Kalau industri melakukan investasi R&D menjadi tidak efesien karena butuh cost yang tinggi. Oleh sebab itu, kita mengembangkan kolaborasi yang efesien antara perguruan tinggi dengan industri,” ujarnya.
Dia mengatakan, kerja sama yang berjalan antara perguruan tinggi dengan industri selama ini sekedar kolaborasi, belum mutual benefit. Inilah yang sedang dibangun melalui konsep matching fund Kedaireka, yakni pemerintah memberikan insentif riset dan Dudi punya komitmen untuk berinvestasi.
Tjikjik juga menekankan, kolaborasi riset antara perguruan tinggi dengan Dudi tidak hanya untuk dosen, tetapi harus melibatkan mahasiswa untuk memberikan pengalaman dunia kerja.
“Kami mewajibkan keterlibatan mahasiswa sehingga mereka mendapatkan exposure secara dini tentang dunia kerja,” tuturnya.
Unila Ingin Berkontribusi Lebih
Sementara, Plt. Rektor Unila, Mohammad Sofwan Effendi mengatakan, Unila ingin berkontribusi lebih banyak dalam memanfaatkan kebijakan platform Kedaireka.
“Saat ini, sudah tiga dosen Unila yang menerima matching fund Kedaireka, dan hari ini mereka akan sharing pengalaman untuk menginspirasi semua dosen dan mahasiswa untuk berkontribusi dalam program Kampus Merdeka dan Kedaireka,” katanya.
Menurut Sofwan, Kedaireka memungkinkan kolaborasi yang mendalam antara perguruan tinggi dengan industri, sehingga dosen bisa melakukan riset yang nantinya akan menghasilkan produk yang dibutuhkan dan digunakan oleh industri.
“Sepuluh hari lalu, Unila juga sudah menghadirkan industri dalam kampus berupa Industry Research Center untuk cassava, kelapa sawit, lada, dan lainnya dengan nilai Rp4,5 Miliar,” ujar Sofwan.
Dia mengharapkan Industry Research Center Unila tersebut akan menghasilan inovasi berupa hilirisasi produk-produk industri. (RINDA/R-1)
Recent Comments