PORTALLNEWS.ID – Ketua Tim Kuasa Hukum tersangka Aman Efendi, Juendi Leksa Utama menolak alat bukti surat yang diajukan penyidik Polresta Bandar Lampung.
Penolakan tersebut disampaikan Juendi dalam sidang lanjutan praperadilan penetapan tersangka Aman Efendi pada kasus perusakan alat peraga kampanye pasangan calon walikota dan wakil walikota nomor urut 2, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Jumat (4/12/2020).
Dalam sidang, penyidik Polresta Bandar Lampung mengajukan bukti berupa surat ketetapan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama tersangka Aman Efendi, tertanggal 1 Desember 2020.
Menurut Juendi, surat DPO yang diterbitkan kepolisian terhadap kliennya itu jauh sesudah kliennya mendaftarkan permohonan praperadilan. Kliennya mendaftarkan praperadilan pada tanggal 24 November 2020, sedangkan surat DPO diterbitkan pada 1 Desember 2020.
“Kami sudah ajukan praperadilan di pengadilan, sekitar seminggu kemudian barulah ada surat daftar DPO. Ini juga kami baru tahu setelah termohon ajukan alat bukti surat,” ujar Juendi.
“Untuk itu, kami menolak dan keberatan terhadap alat bukti DPO yang diajukan termohon (penyidik Polresta Bandar Lampung). Mohon dicatat dalam berita acara persidangan yang mulia hakim praperadilan,” lanjut Juendi.
Jika dikaitkan dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018, kata Juendi, maka kliennya bisa mengajukan praperadilan karena pada saat mengajukan permohonan belum berstatus DPO.
“Dengan demikian, tidak ada cacat formil. Kami yakin hakim akan menerima legalstanding pemohon,” papar pengacara Hak Asasi Manusia ini.
Sementara itu, pengacara Alian Setiadi menambahkan bahwa dalam persidangan hari ini, tim hukum menyampaikan 15 alat bukti surat dan 9 saksi.
Tujuh saksi menerangkan tentang fakta-fakta hukum pada saat proses penanganan perkara sejak awal di Bawaslu hingga tahap penyidikan.
Dan dua saksi menerangkan tentang rekaman pengakuan Aman Efendi yang diperoleh karena paksaan dan intimidasi.
“Saksi mengatakan pemeriksaan terhadap Aman Efendi saat di Bawaslu tidak didampingi penyidik dan jaksa. Saat penyidikanpun tidak ada jaksa yang mendampingi,” ujar mantan Koordinator Tim Monitoring Komisi Yudisial (KY) Wilayah Lampung ini.
Alian menjelaskan, rekaman pengakuan kliennya yang awalnya dijadikan barang bukti pun telah dicabut dalam berita acara pemeriksaan sebagai saksi.
Sebab, legalitas rekaman menjadi masalah ketika yang merekam bukan aparatur penegak hukum.
“Tidak boleh sembarangan merekam orang tanpa izin, kecuali penyidik atau aparat penegak hukum,” tutur Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Lampung ini.
Sidang yang digelar di ruang Seno Aji dipimpin oleh hakim tunggal Dina Pelita Asmara,S.H., M.H. yang dimulai dari pukul 09.30 WIB hingga pukul 16.30 WIB.
Sidang dilanjutkan pada hari Senin mendatang dengan agenda penambahan alat bukti surat dan saksi dari termohon.