PORTALLNEWS.ID – YLBHI-LBH Bandar Lampung menyayangkan perlakuan tidak patut Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi yang menghardik wartawan saat melakukan tugas meliput pemberitaan di lingkung Pemprov.
Wakil Direktur Eksternal LBH Bandar Lampung, Chandra Bangkit Saputra mengatakan perlakuan tidak patut Gubernur Lampung tersebut mencoreng kemerdekaan pers dalam menjalankan tugas mengawal keberlangsungan demokrasi di Lampung.
Menurut dia, Gubernur Lampung menghardik seorang jurnalis dengan nada tinggi dan mengklaim dirinya adalah mantan preman.
“Kami menyatakan sikap tegas menolak segala bentuk pelarangan peliputan yang mengancam daulat pers dalam menjalankan tugasnya menyiarkan informasi terpercaya,” ujar Chandra Bangkit Saputra, Kamis (25/6/2020).
Peristiwa tersebut bermula saat beberapa wartawan berusaha meliput rapat koordinasi Pilkada serentak pada Rabu (24/6/1020), di ruang rapat gubernur.
Kemudian, tanpa tendeng aling-aling, Arinal Djunaidi membentak wartawan MNCTV, Andreas dengan nada tinggi.
“Hei kamu jangan dulu merekam, saya lagi pusing, bisa enggak. Saya ini juga preman. Dahulu, mantap preman!” Hardik Gubernur saat itu.
Peristiwa tersebut juga disaksikan oleh sejumlah wartawan beserta hadirin disana, termasuk Kapolda Lampung, Ketua DPRD, KPU, Bawaslu, dan sejumlah pimpinan ODP.
Chandra Bangkit mengatakan, sekali lagi, arogansi yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip demokrasi dipertontonkan oleh Kepala Daerah Lampung, Arinal Junaidi selaku pejabat publik.
Pasalnya, Arinal bukan kali ini saja bersikap tidak pantas terhadap pewarta.
Arinal juga pernah menghardik wartawan saat meminta kejelasan nasib honorer Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, Korban Tsunami yang mengungsi di Kantor Gubernur Provinsi Lampung, dan beberapa isu berita lain.
“Bahwa terhadap peristiwa yang terjadi, kami melihat adanya upaya penghalangan-halangan terhadap akses komunikasi dan informasi sebagaimana yang telah dijamin oleh konstitusi,” tutur Chandra Bangkit.
Disamping itu, lanjutnya, patut diduga keras pelarangan peliputan kegiatan tersebut tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menelanjangi kemerdekaan pers.
Perlu diketahui, kata Chandra Bangkit, Pasal 28F UUD 1945, mengamanatkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Di samping itu jaminan kemerdekaan pers, untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi telah dijamin oleh Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Hal tersebut sebagaimana dijamin oleh Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Lebih lanjut, ketentuan peraturan perundangan di Indonesia telah menegaskan tugas Kepala Daerah sebagaimana diperintahkan Pasal 65 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Pemerintahan Daerah bahwa kepala daerah bertugas memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
Sehingga peliputan informasi, pelayanan publik berkualitas, dan keterbukaan informasi publik adalah ikhwal yang harus dijunjung tinggi oleh Kepala Daerah demi terpeliharanya ketentraman dan ketertiban di masyarakat.