Oleh : Mansur Hidayat
PORTALLNEWS.ID (Bandar Lampung) – Artikel ini sungguh tidak bermaksud latah apalagi menyimpan orientasi tersembunyi untuk carmuk (cari muka) dengan pemerintah dengan ikut berperan serta mempromosikan program pemerintah yang sebenarnya sudah begitu dikenal masyarakat, Program Makan Bergizi Gratis yang disingkat Program MBG. Program ini didengungkan pertama kalinya oleh Prabowo Subianto sebagai salah satu calon presiden di arena kampanye pada kontestasi pemilihan presiden tahun 2024.
Pasca Prabowo-Gibran terpilih dan dilantik sebagai presiden dan wapres Indonesia, tepatnya bulan Januari tahun 2025, program ini mulai dijalankan dengan smooth meski masih di tahap awal. Upaya sosialisasi secara masif, baik yang dilakukan oleh pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat pendukung, telah berjalan dan mendapatkan sambutan yang luas dari masyarakat.
Memang harus diakui bahwa pada awalnya banyak pihak yang meragukan , underestimate, bahkan cenderung mencibir program ini. Sikap skeptis dan pesimis ini didasari beberapa alasan; Pertama, Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang pada mulanya bernama program Makan Siang Gratis, akan menyedot banyak sekali anggaran APBN, sekian banyak pengguna manfaat nanti akan di-cover oleh program ini. Mereka terutama siswa-siswi di berbagai tingkatan sekolah di Indonesia, baik yang berada di perkotaan maupun di pedesaan. Di tengah kapasitas APBN kita yang dinilai sudah terseok-seok, khsusnya terdampak oleh kebijakan manajemen APBN dan pembangunan yang diambil pada era pemerintahan presiden pendahulu Prabowo.
Pembangunan di era itu terkesan dirasuki syahwat untuk membangun beberapa proyek mercusuar yang tidak secara langsung berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat dan dipastikan menyedot begitu banyak anggaran dengan kontrol anggaran yang terkesan rendah. Banyak sektor penting terpaksa kurang menjadi prioritas karena di luar jangkauan dan kapasitas anggaran pemerintah.
Di tahun anggaran 2025, pemerintah mengalokasikan tidak kurang dari Rp 70 Triliyun untuk pelaksanaannya. Jumlah sebesar itu memang belum begitu signifikan jumlahnya jika melihat alokasi APBN kita ditahun 2025 yang mencapai Rp 3.600-an Trilliyun. Namun jika melihat kebutuhan pembiayaan APBN di sektor-sektor strategis lainnya, maka Rp 70 Trilliyun itu akan sangat berarti. Masyarakat sebenarnya sangat berharap program pembangunan yang hakikatnya menjawab problem empiris yang secara riil dihadapi oleh masyarakat.
Masyarakat Indonesia yang sebagian besarnya masih dililit oleh kesulitan ekonomi, ketidakmampuan untuk menjangkau layanan kesehatan dan pendidikan. Infrastruktur jalan yang menjadi sarana penting yang diperlukan dalam membangun ekonomi masyarakat juga menjadi kebutuhan riel yang di hampir semua daerah kondisinya begitu buruk, khususnya di luar Pulau Jawa.
Kedua, menurut banyak pihak program makan bergizi gratis terbilang kurang mendidik. Program ini secara langsung memberi ikan, tidak atau bukan memberi kail yang bisa digunakan untuk sarana mendapatkan ikan secara mandiri dan berkelanjutan. Dengan kata lain, bahwa pemberian Makanan Bergizi secara gratis oleh pemerintah kepada masyarakat (khususnya anak-anak sekolah), akan menjadi program baru yang menambah jumlah program yang dinilai ‘memanjakan’ masyarakat dan secara substantif tidak membuat masyarakat menjadi mandiri dan berdaya secara berkelanjutan.
Ketergantungan sebagian masyarakat, khususnya masyarakat yang tergolong miskin selama ini kepada pemerintah ditengarai sudah sedemikian kuat. Sebagian masyarakat malah disinyalir sudah memiliki mentalitas miskin yang memprihatinkan. mencari cara untuk bisa mendapatkan atau menjadi penerima program yang masuk kategori bantuan sosial bagi masyarakat yang tidak mampu, meski sebenarnya dia tidak memenuhi syarat untuk menjadi penerima. Suasana sosio-psikologis ini jika terus dipupuk akan melahirkan masyarakat yang semakin miskin secara kultural, paling tidak masyarakat yang bermental miskin.
Ketiga, Sebagian masyarakat yang sering menggunakan kaca mata politik menilai adanya program ini sebagai sebuah alat politik untuk menarik simpati masyarakat, khususnya bagi pasangan presiden Prabowo-Gibran . Program sosial seperti ini memang mendapatkan pasar yang luas, khususnya di kalangan masyarakat di tingkat bawah, masyarakat yang tergolong miskin, yang jumlahnya memang cukup besar. Tawaran program sosial dalam bentuk berbagai bantuan dan subsidi kepada masyarakat dipastikan akan laku keras di tangan masyarakat kurang mampu secara ekonomi, meski disisi lain menghabiskan anggaran dalam jumlah yang besar, kurang mendidik dan cenderung kontraversial.
Meskipun program Makan Bergizi Gratis (MBG) cenderung mengarah kepada program yang bersifat kataristik, berupa bantuan yang bersifat instan dan sekilas tidak membangun keberdayaan masyarakat miskin secara bekelanjutan, namun jika pelaksanaannya sembari memberikan akses yang memadai bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaannya, serta sungguh-sungguh ingin menjadikan program ini sebagai upaya untuk membangun generasi yang lebih berkualitas, baik secara fisik maupun secara intelektual, maka sebenarnya terdapat ruang yang sangat besar bagi masyarakat untuk bisa diberdayakan melalui program ini. Paling tidak celah dan ruang untuk memberdayakan masyarakat melalui program ini bisa dilihat dari beberapa hal.
Pertama, membuka peluang usaha ekonomi bagi masyarakat. Peluang usaha ekonomi ini bisa terwujud jika dalam pelaksanaan Program MBG ini mengedepankan partisipasi masyarakat lokal dengan juga memanfaatkan sumberdaya lokal. Jika Jasa penyediaan makanan yang disalurkan ke sekolah-sekolah itu, apakah sekolah yang ada di wilayah perkotaan atau yang berada di wilayah pedesaan, merupakan produksi kolaboratif dari masyarakat sekitar, maka program ini akan memberikan stimulus yang menopang tumbuhnya usaha-usaha ekonomi masyarakat, baik dalam bentuk usaha pertanian (sayur, buah, dan lainnya) maupun usaha peternakan (ikan, unggas, dan lain-lain), produksi makanan berbasis kacang-kacangan seperti tempe, tahu, tauco dan lain-lain. Dengan menggunakan bahan baku dari sumber lokal, program ini tidak hanya membantu masyarakat dalam mendapatkan makanan, tetapi juga mendukung perekonomian lokal. Apalagi bagi masyarakat pedesaan dimana salah satu kesulitan yang dihadapi petani yakni memasarkan produk.
Kedua, menciptakan lapangan kerja. Bukan rahasia lagi bahwa salah satu problem sosial ekonomi yang dihadapi oleh banyak masyarakat kita adalah pengangguran yang berimbas kepada beberapa problem sosial lain berupa kemiskinan, ketimpangan sosial, dan timbulnya prilaku kriminalitas karena masyarakat merasa dipaksa keadaan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang haram sekalipun. Program MBG dalam implementasinya dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Program ini dapat menjadi stimulant bagi tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha ekonomi yang berbasis pertanian, peternakan, industri lokal di bidang makanan dan minuman, hingga peluang bagi berkembangnya profesi-profesi yang selama ini sebenarnya sudah ada seperti konsultan dan penyuluh gizi, sanitarian yang mengaudit sanitasi usaha industri makanan, dan usaha serta profesi lain yang akan tumbuh sejalan dengan perkembangan program MBG.
Dan ketiga, last but not least bahwa program MBG ini akan membawa dampak pada pengembangan SDM. Dengan pemberian makan bergizi gratis, maka diharapkan akan tumbuh generasi muda yang sehat dan kuat secara fisik dan juga sehat secara intelektual. Makanan Bergizi di samping menjadi faktor penting dalam pembentukan kualitas fisik juga akan membangun jaringan otak yang sehat dan cerdas. Makanan Bergizi Gratis yang disiapkan pemerintah untuk siswa-siswi sekolah, dari tingkat SD hingga SLTA bukan hanya membuat siswa merasa kenyang dan bertenaga, tetapi dengan perencanaan kandungan gizi yang baik, yang juga memenuhi kebutuhan protein yang cukup dan asupan Omega 3 yang terdapat di dalam makanan yang disediakan, akan menciptakan generasi muda yang memiliki kecerdasan yang diperlukan. Dalam konteks ini, maka menu makanan yang disajikan seyogyanya bervariasi, tidak monoton dan kaya gizi.
Optimalisasi Pemberdayaan Masyarakat
Untuk mencapai hasil optimal dari pemberdayaan masyarakat sebagaimana didiskusikan diatas, maka perlu dilakukan beberapa langkah tehnis : Pertama, perlu dilakukan pemetaan potensi dan sumber daya lokal yang dapat dimanfaatkan, baik berupa sumberdaya manusia yang dapat berperan serta dalam pelaksanaan program, maupun sumberdaya lokal lainnya berupa hasil produksi pertanian, peternakan, industri makanan-minuman dan lainnya. Sumber daya budaya sebenarnya juga perlu menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan program ini. Beberapa kasus yang terjadi, dimana menu yang disajikan dalam Program MBG ternyata tidak menarik minat siswa-siswi untuk mengkonsumsinya.
Ini terjadi karena siswa-siswi sudah terbiasa dengan menu atau olahan lokal, sementara menu yang disajikan dihadapan mereka kurang akrab dengan selera lokal yang mereka miliki. Keanekaragaman dan variasi masakan yang ada pada masyarakat Indonesia memang nyatanya sudah menjadi bagian dari kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kekayaan budaya nasional yang juga harus menjadi pertimbangan dalam penyajian menu dalam pelaksanaan program MBG.
Kedua, diperlukan koordinasi yang baik antara berbagai pemangku kepentingan. Efek pemberdayaan masyarakat yang diharapkan dari pelaksanaan Program MBG ini tidak akan terwujud jika stakeholders yang terlibat meneruskan budaya ‘cari untung’ sendiri-sendiri seperti yang sudah menjadi fenomena dalam pelakssnaan banyak program pemerintah, khususnya program pemerintah yang di dalamnya menyimpan potensi menghasilkan uang.
Masyarakat lokal tidak akan mendapatkan apa-apa dari pelaksanaan kegiatan ini jika pengelolaan program ini tidak memiliki konsern upaya pemberdayaa masyarakat lokal. Tanpa melibatkan potensi masyarakat lokal maka program ini tidak akan mendapatkan support dan partisipasi yang baik dari masyarakat setempat.
Ketiga, diperlukan upaya pendampingan berkelanjutan untuk menjamin keberlanjutan program. Program ini diharapkan bisa terlaksana secara berkelanjutan, tidak menjadi program yang begitu riuh di awalnya, tetapi kemudian menghilang tanpa meninggalkan jejak. Idealitas yang ingin dicapai melalui program ini harus terealisasi dan terwujud nyata, tidak hanya sekedar idealitas kosong.
Kekacauan yang mungkin saja terjadi dalam pelaksanaannya, akan menjadi faktor yang memicu konflik kepentingan banyak pihak, dan ujungnya akan menjadi pemicu berakhirnya program ini cepat atau lambat. Oleh karena itu sekali lagi pendampingan berkelanjutan mutlak diperlukan.
Keempat, monitoring dan evaluasi partisipatif yang melibatkan masyarakat sangat diperlukan. Kritik, saran dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat harus dijadikan sebagai gizi penting bagi tumbuh dan suburnya program ini, agar program ini bukan saja akan berkelanjutakan, tetapi juga efektif mencapai tujuan yang diharapkan. Kritik dan masukan, dari pihak manapun ia berasal harus dijadikan bahan untuk melakukan penguatan program ini. Masyarakat juga tidak boleh apatis dan hanya menyerahkan pelaksanaan program ini kepada pihak yang bertanggung jawab. Seyogyanya ada gerakan simbiosis mutualis antara masyarakat dan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab. Pelaksanaan program MBG ini diharapkan berbasis masyarakat, mengoptimalkan partisipasi masyarakat lokal. Dalam konteks ini penguatan kapasitas kelembagaan di tingkat komunitas juga sangat diperlukan. Wallahu a’lam. (R-2)
(Penulis adalah Ketua Prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) FDIK UIN Raden Intan Lampung dan Pengamat Sosial-keagamaan).
Recent Comments