PORTALLNEWS.ID — LBH Bandar Lampung meminta aparat penegak hukum menindaktegas aktivitas dugaan penambangan batu ilegal di Kota Bandar Lampung.
Dalam riliis yang diterima Portallnews.id, Selasa (02/02/2021) Direktur LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan menyatakan ada 4 (empat) aktivitas penambangan batu yang dilakukan secara ilegal. Pertama, Pertambangan Batu yang berada di Kunyit Kelurahan Bumi Waras, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung.
Kedua, Pertambangan Batu di Bukit Kedaung, Tirtayasa Sukabumi, Bandar Lampung. Ketiga, di Sukabumi, Bandar Lampung, dan keempat, Pertambangan Batu pada Gunung Perahu Atau Bukit Onta di Jalan Harimau 4, Kelurahan Sukamenanti, Bandar Lampung.
Chandra Muliawan Menegaskan, Selain berdampak terhadap kerusakan lingkungan, tambang batu tersebut juga menyebabkan korban jiwa, seperti yang terjadi pada 26 Juli 2020 silam.
Teranyar adalah makin rusak lingkungan dan jalan akibat aktivitas pemotongan bukit, pengerukan bahan galian C di bukit Campang Raya yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Menurut Direktur LBH Bandar Lampung itu , ancaman kerusakan lahan perbukitan sangat serius dan dapat memicu dampak lain pasca kerusakan lingkungan seperti jalan yang rusak parah akibat mobilitas angkutan bahan galian C dengan truk Colt Diesel dari Jalan Alimuddin Umar kelurahan Campang Raya Kecamatan Sukabumi.
Walaupun beberapa pihak mengklaim aktivitas tersebut sudah memiliki izin usaha pertambangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung,.
Namun hal tersebut perlu ditinjau ulang kembali karena saat ini kewenagan untuk penerbitan izin dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Jika memang sudah memiliki izinpun wajib memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sekitar.
Baca juga : Catatan LBH Tentang Pelanggaran HAM di Lampung
Kemudian apabila tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan, maka aktivitas tersebut jelas suatu tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)” ujar Chandra Muliawan.
Hilangnya Ruang Terbuka Hijau
Terlebih beberapa bukit yang ada di Kota Bandar Lampung hampir semuanya rusak dikarenakan hampir semuanya beralih fungsi menjadi pertambangan, pemukiman dan wisata. Sedangkan mengenai wilayah yang memiliki kontur perbukitan, peruntukannya sudah diatur dalam Perda RTRW Kota Bandar Lampung.
Aktivitas penambangan batu ilegal pada bukit itu juga mengakibatkan hilangnya bentang alam dan Ruang Terbuka Hijau dan melanggar Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030.
Sebab wilayah tersebut merupakan daerah resapan air dan kawasan cadangan pengembangan juga sebagai bagaian dari Ruang Terbuka Hijau, bukan wilayah Kawasan pertambangan.
Untuk itu, LBH Bandar Lampung meminta Pemerintah Daerah baik Kota maupun Provinsi harus bersikap tegas dalam menyikapi permasalahan lingkungan ini, bukan saling lempar tanggung jawab karena kewenangan yang dimiliki masing-masing.
Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin adalah Pemerintah Provinsi Lampung, namun faktanya secara lokasi aktivitas pertambangan tersebut berada pada wilayah administratif Kota Bandar Lampung.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk saling berkoordinasi untuk dapat menghentikan segala macam aktivitas pertambangan batu tersebut yang di duga illegal.
LBH Bandar Lampung juga mendesak pihak Kepolisian untuk mengusut dan menyelidiki aktivitas pertambangan di lokasi tersebut.
Sebab, aktifitas di wilayah itu secara komprehensif berpotensi adanya tindak pidana lingkungan yakni telah mencemarkan udara, berubahnya bentang alam, hilangnya Kawasan resapan air, bahkan sampai adanya korban jiwa akibat aktivitas tersebut.