PORTALLNEWS.ID – PT. Pramana Austindo Mahardika (PAM) yang bergerak di bidang penggemukan sapi, diduga melakukan pencemaran lingkungan di Terbanggi Subing, Gunung Sugih, Lampung Tengah, Lampung.
Hal ini dinyatakan oleh perwakilan masyarakat Desa Terbanggi Subing, Gunung Sugih, Lampung Tengah yang melakukan pengaduan ke LBH Bandar Lampung.
Aktivitas penggemukan sapi yang dilakukan PT. PAM mencemari udara dan aliran sungai di sekitar pemukiman penduduk.
“Warga Terbanggi Subing yang datang melaporkan pencemaran lingkungan oleh PT. PAM ini mewakili 245 KK yang terdampak oleh pencemaran tersebut, ” ujar Kepala Divisi Ekonomi, Sosial, dan Budaya LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi, S.H., dalam rilis yang diterima portallnews.id, Selasa (26/8/2020).
Berdasarkan keterangan dari warga yang melapor ke LBH, lanjut Sumaindra, usaha penggemukan sapi di Terbanggi Subing ini sudah beroperasi sejak 1995, dan sudah tiga kali mengalami akuisisi atau pergantian perusahaan.
“Pada 2018, PT. PAM mengakuisisi PT. Elders Indonesia. Kemudian, dari pertamakali perusahaan ini hadir di masyarakat hingga saat ini telah berdampak terhadap pencemaran lingkungan yang menimbulkan bau tidak sedap di dua dusun dekat lokasi perusahaan, ” kata Sumaindra.
Selain pencemaran udara yang menyebarkan bau tidak sedap, aktivitas PT. PAM juga berdampak pada pendangkalan sungai di Terbanggi Subing.
Tidak hanya masalah lingkungan, informasi dari masyarakat juga menyatakan bahwa PT. PAM diduga melanggar sejumlah peraturan.
“Sejak beroperasi pada 2018 belum ada balik nama terhadap akuisisi dari perusahaan sebelumnya. Namun, hingga saat ini PT. PAM tetap beroperasional di lahan seluas 50 hektar, ” tutur Sumaindra.
Terkait laporan ini, kata Sumindra, LBH Bandar Lampung mengacu kepada peraturan pengelolaan peternakan, yaitu setiap perusahaan wajib mematuhi Pasal 29 UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pasal tersebut menyatakan bahwa perusahaan peternakan yang melakukan budidaya ternak dengan jenis dan jumlah ternak diatas skala usaha tertentu wajib memiliki izin usaha peternakan dari pemerintah daerah kabupaten/kota.
Selain itu, juga setiap orang baik perorangan maupun perusahaan yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Terhadap pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT. PAM, negara wajib melakukan tindakan untuk menanggulangi dampak yang lebih buruk lagi terhadap masyarakat, ” tegas Sumaindra.
Kewajiban menindak tegas pelaku pencemaran oleh pemerintah daerah sesuai dengan Pasal 63 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib menyelenggarakan penjaminan higiene dan sanitasi.
“Kami dari LBH Bandar Lampung akan mendampingi masyarakat Terbanggi Subing menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT. PAM. Kami juga meminta pemerintah kabupaten Lampung Tengah segera menanggulangi pencemaran lingkungan yang sudah dialami masyarakat selama puluhan tahunt,” pungkas Sumaindra.