“KRIK..krik..,” suara binatang malam masih terdengar diselingi kicau burung menyongsong subuh, Sabtu (29/7/2017).
Nyiur kelapa di sepanjang pinggir pantai Pulau Tegal, Desa Gebang, Pesawaran, melambai lembut seperti kipas besar para dayang. Debur ombak menampar batu karang terdengar jelas, diselingi suara riak yang belari mengejar bibir pantai.
“Ayo shalat subuh, setelah itu makan, jam 8 kita snorkling ke Batu Putih,” ujar Ketua Sukarelawan Peduli Pendidikan Pulau Tegal (SP3T) Lampung, Uniroh Utami menyapa para traveler Rumah Zakat dan tim yang ikut dalam kegiatan hari itu.
Uniroh sendiri sudah bersiap menggunakan baju kaos dan celana kaos panjang lengkap dengan hijabnya. Dia mengajak salah satu anak didiknya, Riski, untuk menghitung jumlah pelampung dan alat snorkeling yang sudah disewa.
Usai kegiatan, para traveler akan snorkling untuk menikmati keindahan bawah laut Pulau Tegal melepas sore.
“Tadi Ibu sewa 30 pelampung dan 30 alat snorkeling, cukup nggak Ki? Kalau udah lengkap semua, naikkin ke perahu ya Ki,” ujar Uniroh kepada Riski yang kerap menjadi asisten pribadinya melayani sukarelawan atau wisatawan yang berkunjung ke Pulau Tegal.
“Iya Bu, siap,” ujar Riski yang langsung membopong beberapa pelampung yang ada di atas Rumah Baca menuju tiga kapal kecil yang tertambat di pinggir pulau.
Melihat Riski dan Uniroh mulai berkemas, beberapa pemuda dari Rumah Zakat, termasuk saya yang ikut rombongan awak media, membantu membawa peralatan snorkeling tersebut.
Wisata melihat keindahan bawah laut Pulau Tegal ini adalah bonus setelah seharian melihat proses pendidikan dan rehabilitasi Rumah Belajar di Pulau Tegal yang dilakukan tim SP3T , Rumah Zakat , Lazdai, dan para Marinir Yon 9 Brigif 3 Piabung.
Bertemu Nemo
Spot pertama yang kami sambangi adalah Batu Putih. Di lokasi tersebut terdapat batu karang putih besar. Anak Pulau yang sudah terbiasa dengan air laut langsung melompat dengan gaya salto.
Kami memilih turun melalui tangga kapal dan memulai petualangan menonton keindahan bawah laut Pulau Tegal.
Karang di spot ini sudah mati, tapi kami terus bergerak ke depan dan akhirnya bertemu dengan karang-karang yang masih hidup. “Ada bintang laut biru!” teriak salah satu peserta.
Kami juga bertemu dengan anemon, rumahnya di ikan badut (nemo), dan satu ekor nemo yang tinggal di sela-sela enemon tersebut. “Ada nemo, ada nemo, ayo sini,” teriak peserta tersebut memanggil teman-temannya.
Karang warna-warni dan lalu lintas gerombolan ikan karang seakan tidak terusik dengan kehadiran kami. Tidak terasa, sudah dua jam kami menikmati spot di Batu Putih, kelelahan mulai terasa karena tekanan pelambung pada bagian ketiak dan dada.
Enaknya, di lokasi ini, peserta snorkeling bisa menepi dan duduk di batu karang putih yang cukup banyak di pinggir pantai. Berbeda peserta tak mau berhenti, dari atas batu karang putih yang cukup tinggi, mereka melompat dan salto menceburkan diri ke laut.
Si Mungil Terumbu Karang
Sekitar pukul 11.30, kami beranjak mencari spot lain. Bu Uniroh seperti memiliki sebuah surprise yang ingin ditunjukkan kepada kami. Sekitar 10 menit perjalanan , perahu menambah di pasir putih yang bersih.
Bu Uniroh bergegas turun dan langsung menuju suatu lokasi di daratan. Kami menyusul di belakang.
“Aduhh, kok gini ya, kok bunganya udah nggak ada? “ ujar Uniroh dengan kening berkerut. Menurutnya, sekitar dua bulan lalu, di lokasi tersebut menjadi habitat bunga berwarna kuning mirip bunga matahari.
“Padahal bunga ini belum pernah saya temui lo dimana pun, seluruh lokasi ini penuh dengan bunga-bunga kuning itu, seperti di taman bunga,” tuturnya memelas. Bu Uniroh meminta maaf karena gagal menunjukkan keindahan tersembunyi di Pulau tersebut.
Akhirnya, penjelajahan kami berakhir di Spot Snorkeling Ringgung yang berada di tengah laut antara Pantai Sari Ringgung dan Pulau Tegal. Spot ini lebih indah dibandingkan Batu Putih. Karang-karang hidup masih banyak.
Kami juga menemukan, beberapa karang kecil yang masih hijau melilit karang-karang hitam yang sudah mati. “Itu karang kecil yang hijau-hijau itu ditanam sudah empat tahun lalu.
Bayangkan, betapa lamanya harus menyulam tumbuhan karang untuk benar-benar sempurna seperti semula,” ujar Uniroh.
Di tengah snorkeling itu, sedikit mengulik kondisi karang-karang di Perairan Lampung yang semakin punah karena kejahilan para oknum pengebom ikan.
Menurut Uniroh, karang-karang tersebut banyak mati karena ulah para pengebom ikan yang serakah. Jika penangkapan ikan laut dilakukan secara ramah, tentunya keindahan alam bawah laut tidak akan terus terjaga.
Namun, dia bersyukur, saat ini semakin banyak pecinta alam, termasuk marinir dan masyarakat yang ikut menjaga kelestarian alam bawah laut dengan menanam kembali terumbu karang.
“Yah, tapi begitu, ini semua akan benar-benar bisa dinikmati belasan tahun kemudian, karena karang itu tumbuh sangat lama. Ini adalah tugas kita untuk menjaganya bersama-sama,” tuturnya.
Pertualang bawah laut berakhir di spot ini. Hari semakin sore, satu persatu peserta berangsung naik ke perahu, dan beranjak balik ke basecamp di Pulau Tegal.